
Walau Agak Ngerem, Rupiah Masih Terbaik di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 November 2018 10:55

Dolar AS memang masih melemah, tapi mulai melandai. Pada pukul 10:15 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,17%. Berkurang ketimbang koreksi sebelumnya yang sempat mencapai kisaran 0,3%.
Perlahan investor mulai kembali mengoleksi dolar AS. Sebab hasil pemilihan sela (mid term election) di Negeri Adidaya semakin terang-benderang.
Di Senat, seperti yang sudah diduga, dominasi Partai Republik belum tergoyahkan. Dari 100 kursi yang diperebutkan, 86 kursi sudah terkonfirmasi pada pukul 10:17 WIB. Partai Republik memperoleh 47 kursi (47%) dan Partai Demokrat merengkuh 38 kursi (38%).
Namun di House of Representative, terjadi kejutan. Awalnya pelaku pasar memperkirakan Partai Demokrat bisa membalikkan kedudukan karena selama 2 tahun ini praktis tidak punya kekuatan apa-apa. Kenyataannya, dominasi Grand Old Party belum tergoyahkan.
Pada pukul 10:17 WIB, sudah 206 kursi yang terkonfirmasi dari 435 yang tersedia. Hasilnya, Partai Republik mendapatkan 11 kursi (25,5%) dan Partai Demokrat kebagian 95 kursi (21,8%).
Meski hasilnya (walau masih sangat dini) agak di luar dugaan, tetapi pelaku pasar tetap memberikan apresiasi terhadap dolar AS. Pasalnya, sudah ada sedikit kepastian soal peta politik AS. Bila hasil ini bertahan sampai final, maka status quo tetap akan berkuasa.
Artinya, pemerintahan Presiden AS Donald Trump akan tetap langgeng setidaknya hingga 2 tahun ke depan. Bagi investor, kepastian adalah nomor 1 sehingga ketika sudah ada kepastian di AS maka itu menjadi sentimen positif.
Benar bahwa Trump adalah figur penuh kontroversi. Namun di bawah pemerintahannya, AS memasuki masa-masa penuh kegemilangan.
Sejak berkantor di Gedung Putih pada 1 Januari 2017, indeks S&P 500 melonjak 22,04%. Sementara Dow Jones Industrial Index melesat 28,94% dan Nasdaq Composite meroket 42,3%.
Salah satu faktor utama pendorong pertumbuhan bursa saham AS adalah pemotongan tarif pajak. Pada akhir 2017, Trump memutuskan memangkas tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan dan orang pribadi. Hasilnya, laba bersih emiten di bursa saham New York melonjak karena mereka bisa lebih bebas berekspansi.
Tidak hanya di pasar keuangan, pengurangan tarif PPh juga menjadi stimulus pendorong pertumbuhan ekonomi karena meningkatkan konsumsi dan investasi. Setelah sempat melambat sejak 2015, Trump membawa ekonomi AS kembali terakselerasi hingga 3,04% pada kuartal III-2018. Ini merupakan laju tercepat sejak kuartal III-2015.
Oleh karena itu, hasil sementara pemilihan sela di AS semakin mengukuhkan posisi pemerintahan Trump dan kebijakan-kebijakannya. Posisi status quo membuat arah kebijakan AS kemungkinan besar tidak akan berubah, yaitu cenderung pro pertumbuhan ekonomi (pro growth).
Sentimen ini membuat dolar AS mulai mendapatkan kembali kekuatannya. Akibatnya, mata uang Asia pun terancam. Rupiah harus terus waspada.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Perlahan investor mulai kembali mengoleksi dolar AS. Sebab hasil pemilihan sela (mid term election) di Negeri Adidaya semakin terang-benderang.
Di Senat, seperti yang sudah diduga, dominasi Partai Republik belum tergoyahkan. Dari 100 kursi yang diperebutkan, 86 kursi sudah terkonfirmasi pada pukul 10:17 WIB. Partai Republik memperoleh 47 kursi (47%) dan Partai Demokrat merengkuh 38 kursi (38%).
Pada pukul 10:17 WIB, sudah 206 kursi yang terkonfirmasi dari 435 yang tersedia. Hasilnya, Partai Republik mendapatkan 11 kursi (25,5%) dan Partai Demokrat kebagian 95 kursi (21,8%).
Meski hasilnya (walau masih sangat dini) agak di luar dugaan, tetapi pelaku pasar tetap memberikan apresiasi terhadap dolar AS. Pasalnya, sudah ada sedikit kepastian soal peta politik AS. Bila hasil ini bertahan sampai final, maka status quo tetap akan berkuasa.
Artinya, pemerintahan Presiden AS Donald Trump akan tetap langgeng setidaknya hingga 2 tahun ke depan. Bagi investor, kepastian adalah nomor 1 sehingga ketika sudah ada kepastian di AS maka itu menjadi sentimen positif.
Benar bahwa Trump adalah figur penuh kontroversi. Namun di bawah pemerintahannya, AS memasuki masa-masa penuh kegemilangan.
Sejak berkantor di Gedung Putih pada 1 Januari 2017, indeks S&P 500 melonjak 22,04%. Sementara Dow Jones Industrial Index melesat 28,94% dan Nasdaq Composite meroket 42,3%.
Salah satu faktor utama pendorong pertumbuhan bursa saham AS adalah pemotongan tarif pajak. Pada akhir 2017, Trump memutuskan memangkas tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan dan orang pribadi. Hasilnya, laba bersih emiten di bursa saham New York melonjak karena mereka bisa lebih bebas berekspansi.
Tidak hanya di pasar keuangan, pengurangan tarif PPh juga menjadi stimulus pendorong pertumbuhan ekonomi karena meningkatkan konsumsi dan investasi. Setelah sempat melambat sejak 2015, Trump membawa ekonomi AS kembali terakselerasi hingga 3,04% pada kuartal III-2018. Ini merupakan laju tercepat sejak kuartal III-2015.
Oleh karena itu, hasil sementara pemilihan sela di AS semakin mengukuhkan posisi pemerintahan Trump dan kebijakan-kebijakannya. Posisi status quo membuat arah kebijakan AS kemungkinan besar tidak akan berubah, yaitu cenderung pro pertumbuhan ekonomi (pro growth).
Sentimen ini membuat dolar AS mulai mendapatkan kembali kekuatannya. Akibatnya, mata uang Asia pun terancam. Rupiah harus terus waspada.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular