
AS Ringankan Sanksi Iran, Harga Minyak Turun Makin Dalam
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
05 November 2018 12:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan hari ini Senin (5/11/2018) pukul 11.52 WIB, harga minyak jenis brent kontrak Januari 2019 turun 0,59% ke level US$ 72,4/barel. Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak Desember 2018 terkoreksi 0,73% ke level US$ 62,68/barel.
Harga minyak kompak belum mampu pulih pasca terkoreksi signifikan pekan lalu. Secara mingguan, harga brent yang menjadi acuan di Eropa amblas 6,17% secara point-to-point, sementara harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) anjlok 6,58%.
Dengan pelemahan hari ini, kedua harga minyak acuan dunia itu lantas sudah melemah 6 hari berturut-turut. Harga minyak light sweet bahkan masih betah di level terendahnya dalam 7 bulan terakhir, atau sejak awal April 2018.
BACA: Terus Jatuh, Harga Minyak di Titik Terendah Dalam 6,5 Bulan
Sentimen negatif yang membayangi pergerakan harga sang emas hitam hari datang dari pasokan minyak kebijakan AS untuk secara sementara mengizinkan 8 importir membeli minyak mentah Iran. Sebagai informasi, per 4 November, Negeri Paman Sam telah resmi kembali mengaktifkan sanksi yang memaksa Iran untuk membatasi aktivitas nuklir dan rudal.
Sepanjang pekan lalu, harga minyak tertekan oleh membanjirnya pasokan global. Kini AS, Rusia, dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Indonesia (OPEC) kompak memberikan sinyal bahwa mereka siap membanjiri pasokan pasar minyak dunia.
Dari Negeri Adidaya, Departemen Energi AS menyatakan bahwa produksi minyak mentah menyentuh rekor tertinggi 11,35 juta barel/hari di Agustus, dan diekspektasikan akan terus bertambah. Secara mingguan, pada pekan lalu produksinya mencapai 11,2 juta barel/hari.
Dari OPEC, survei Reuters menemukan bahwa 15 negara anggota OPEC memproduksi 33,31 juta barel/hari minyak mentah pada bulan Oktober. Capaian itu naik 390.000 barel/hari dari bulan sebelumnya, sekaligus merupakan level tertinggi sejak Desember 2016.
Dari Negeri Beruang Merah, Menteri Energi Rusia Alexander Novak menyatakan pada akhir pekan lalu bahwa tidak ada alasan bagi Moscow untuk memangkas level produksi minyak. Pasalnya, ada risiko bahwa pasar minyak global dapat mengalami defisit.
Sejauh ini, produksi minyak Russia telah meningkat ke rekor tertinggi sejak era post-Uni Soviet, yakni ke level 11,41 juta barel/hari pada Oktober. Jumlah itu naik dari 11,36 juta barel/hari pada bulan September.
Sebagai informasi, dengan Arab Saudi memproduksi 10,65 juta barel/hari pada bulan lalu, total produksi dari top 3 produsen minyak dunia (Rusia, AS, Saudi) berada di rekor tertinggi sebesar 33,41 juta barel/hari. Jumlah sebesar itu memenuhi lebih dari sepertiga kebutuhan konsumsi global sebesar 100 juta barel/hari.
Meski demikian, berlakunya sanksi Iran per 4 November membatasi pelemahan harga sang emas hitam di akhir pekan lalu. Presiden AS Donald Trump mengancam sejumlah perusahaan dan negara untuk menghentikan pembelian minyak mentah Negeri Persia, dengan tujuan mendorong volume ekspor Teheran ke level 0.
Akibat sanksi tersebut, ekspor minyak Iran, yang mencapai 2,5 juta barel per hari di waktu normal, akan jatuh menjadi 1 juta hingga 2 juta barel per hari. Hal ini diperkirakan akan semakin memperparah disrupsi pasokan yang sebenarnya sedang terjadi Libya, Venezuela, Nigeria, Meksiko, dan Angola.
Meski demikian, kekhawatiran itu nampaknya sedikit mereda, setidaknya untuk saat ini. Penyebabnya adalah Pemerintah AS telah setuju untuk membiarkan delapan negara tetap membeli minyak asal Iran. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, yang mengumumkan hal tersebut, tidak memperjelas siapa saja delapan importir tersebut.
Pada akhir pekan lalu, sumber yang familiar dengan urusan ini memberitahu bahwa India dan Korea Selatan ada di dalam daftar, seperti dikutip dari Reuters. Di bawah hukum AS, keringanan ini dapat diberikan hingga 180 hari ke depan.
Kemudian, hari ini Jepang juga sudah menyatakan sedang berkomunikasi dekat dengan AS. Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga menolak untuk memberitahu segala hal yang berkaitan dengan peringanan sanksi, seperti dilansir dari Reuters. Meski demikian, Saga mengaku bahwa pemerintahan Negeri Sakura sudah meminta pada AS bahwa sanksi yang ada agar tidak memberikan dampak yang parah pada perusahaan Jepang.
Sebelumnya, Turki sudah diberitahu diizinkan untuk tetap membeli minyak minyak mentah dari Iran, secara sementara waktu. Sedangkan, Irak juga akan tetap membeli minyak mentah dari Iran, selama tidak membayar dengan dolar AS.
Saat ini, China, India, Korea Selatan, Turki Italia, Uni Emirat Arab, dan Jepang adalah top importir untuk minyak mentah Iran. Dengan adanya keringanan dari AS, maka disrupsi pasokan dari Iran tidak akan separah yang diperkirakan sebelumnya. Harga minyak pun terkoreksi semakin dalam pada hari ini.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Potensi Reli Harga Minyak Masih Ada, Waspadai Koreksi Rupiah
Harga minyak kompak belum mampu pulih pasca terkoreksi signifikan pekan lalu. Secara mingguan, harga brent yang menjadi acuan di Eropa amblas 6,17% secara point-to-point, sementara harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) anjlok 6,58%.
Dengan pelemahan hari ini, kedua harga minyak acuan dunia itu lantas sudah melemah 6 hari berturut-turut. Harga minyak light sweet bahkan masih betah di level terendahnya dalam 7 bulan terakhir, atau sejak awal April 2018.
Sentimen negatif yang membayangi pergerakan harga sang emas hitam hari datang dari pasokan minyak kebijakan AS untuk secara sementara mengizinkan 8 importir membeli minyak mentah Iran. Sebagai informasi, per 4 November, Negeri Paman Sam telah resmi kembali mengaktifkan sanksi yang memaksa Iran untuk membatasi aktivitas nuklir dan rudal.
Sepanjang pekan lalu, harga minyak tertekan oleh membanjirnya pasokan global. Kini AS, Rusia, dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Indonesia (OPEC) kompak memberikan sinyal bahwa mereka siap membanjiri pasokan pasar minyak dunia.
Dari Negeri Adidaya, Departemen Energi AS menyatakan bahwa produksi minyak mentah menyentuh rekor tertinggi 11,35 juta barel/hari di Agustus, dan diekspektasikan akan terus bertambah. Secara mingguan, pada pekan lalu produksinya mencapai 11,2 juta barel/hari.
Dari OPEC, survei Reuters menemukan bahwa 15 negara anggota OPEC memproduksi 33,31 juta barel/hari minyak mentah pada bulan Oktober. Capaian itu naik 390.000 barel/hari dari bulan sebelumnya, sekaligus merupakan level tertinggi sejak Desember 2016.
Dari Negeri Beruang Merah, Menteri Energi Rusia Alexander Novak menyatakan pada akhir pekan lalu bahwa tidak ada alasan bagi Moscow untuk memangkas level produksi minyak. Pasalnya, ada risiko bahwa pasar minyak global dapat mengalami defisit.
Sejauh ini, produksi minyak Russia telah meningkat ke rekor tertinggi sejak era post-Uni Soviet, yakni ke level 11,41 juta barel/hari pada Oktober. Jumlah itu naik dari 11,36 juta barel/hari pada bulan September.
Sebagai informasi, dengan Arab Saudi memproduksi 10,65 juta barel/hari pada bulan lalu, total produksi dari top 3 produsen minyak dunia (Rusia, AS, Saudi) berada di rekor tertinggi sebesar 33,41 juta barel/hari. Jumlah sebesar itu memenuhi lebih dari sepertiga kebutuhan konsumsi global sebesar 100 juta barel/hari.
Meski demikian, berlakunya sanksi Iran per 4 November membatasi pelemahan harga sang emas hitam di akhir pekan lalu. Presiden AS Donald Trump mengancam sejumlah perusahaan dan negara untuk menghentikan pembelian minyak mentah Negeri Persia, dengan tujuan mendorong volume ekspor Teheran ke level 0.
Akibat sanksi tersebut, ekspor minyak Iran, yang mencapai 2,5 juta barel per hari di waktu normal, akan jatuh menjadi 1 juta hingga 2 juta barel per hari. Hal ini diperkirakan akan semakin memperparah disrupsi pasokan yang sebenarnya sedang terjadi Libya, Venezuela, Nigeria, Meksiko, dan Angola.
Meski demikian, kekhawatiran itu nampaknya sedikit mereda, setidaknya untuk saat ini. Penyebabnya adalah Pemerintah AS telah setuju untuk membiarkan delapan negara tetap membeli minyak asal Iran. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, yang mengumumkan hal tersebut, tidak memperjelas siapa saja delapan importir tersebut.
Pada akhir pekan lalu, sumber yang familiar dengan urusan ini memberitahu bahwa India dan Korea Selatan ada di dalam daftar, seperti dikutip dari Reuters. Di bawah hukum AS, keringanan ini dapat diberikan hingga 180 hari ke depan.
Kemudian, hari ini Jepang juga sudah menyatakan sedang berkomunikasi dekat dengan AS. Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga menolak untuk memberitahu segala hal yang berkaitan dengan peringanan sanksi, seperti dilansir dari Reuters. Meski demikian, Saga mengaku bahwa pemerintahan Negeri Sakura sudah meminta pada AS bahwa sanksi yang ada agar tidak memberikan dampak yang parah pada perusahaan Jepang.
Sebelumnya, Turki sudah diberitahu diizinkan untuk tetap membeli minyak minyak mentah dari Iran, secara sementara waktu. Sedangkan, Irak juga akan tetap membeli minyak mentah dari Iran, selama tidak membayar dengan dolar AS.
Saat ini, China, India, Korea Selatan, Turki Italia, Uni Emirat Arab, dan Jepang adalah top importir untuk minyak mentah Iran. Dengan adanya keringanan dari AS, maka disrupsi pasokan dari Iran tidak akan separah yang diperkirakan sebelumnya. Harga minyak pun terkoreksi semakin dalam pada hari ini.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Potensi Reli Harga Minyak Masih Ada, Waspadai Koreksi Rupiah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular