Terus Jatuh, Harga Minyak di Titik Terendah Dalam 6,5 Bulan

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
02 November 2018 11:47
Pada perdagangan hari ini Jumat (2/11/2018) pukul 11.15 WIB, harga minyak jenis brent kontrak Januari 2019 turun 0,37% ke level US$ 72,62/barel.
Foto: Arie Pratama
Jakarta, CNBC IndonesiaPada perdagangan hari ini Jumat (2/11/2018) pukul 11.15 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak Januari 2019 turun 0,37% ke level US$ 72,62/barel. Di waktu yang sama, harga minyak jenis Light Sweet kontrak Desember 2018 terkoreksi 0,44% ke level US$ 63,41/barel.

Harga minyak kompak jatuh semakin dalam setelah kemarin terkoreksi signifikan. Pada penutupan perdagangan hari Kamis (1/11/2018), harga Brent yang menjadi acuan di Eropa amblas 2,9%, sementara harga Light Sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) anjlok 2,48%.

Dengan pelemahan hari ini, kedua harga minyak acuan dunia itu lantas sudah melemah 5 hari berturut-turut. Harga minyak Light Sweet bahkan terperosok ke level terendahya dalam 7 bulan terakhir, atau sejak awal April 2018.

Sentimen negatif yang membayangi pergerakan harga sang emas hitam hari ini masih datang dari pasokan minyak yang siap membanjiri pasar. Sementara, permintaan juga diperkirakan lesu menyusul munculnya sinyal perlambatan ekonomi akibat perang dagang.



Kini AS, Rusia, dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Indonesia (OPEC) kompak memberikan sinyal bahwa mereka siap membanjiri pasokan pasar minyak dunia.

Dari Negeri Paman Sam, Departemen Energi AS menyatakan bahwa produksi minyak mentah menyentuh rekor tertinggi 11,35 juta barel/hari di Agustus, dan diekspektasikan akan terus bertambah.  Secara mingguan, pada pekan lalu produksinya mencapai 11,2 juta barel/hari.

"Secara tahunan, pertumbuhan produksi minyak mentah AS secara rata-rata hampir mencapai 1,5 juta barel/hari di 8 bulan pertama tahun ini [...] dengan produksi dari banyak wilayah produsen utama mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah," ucap Barclays, seperti dikutip dari Reuters.

Dari OPEC, survei Reuters menemukan bahwa 15 negara anggota OPEC memproduksi 33,31 juta barel/hari minyak mentah pada bulan Oktober. Capaian itu naik 390.000 barel/hari dari bulan sebelumnya, sekaligus merupakan level tertinggi sejak Desember 2016.

Dari Negeri Beruang Merah, Menteri Energi Rusia Alexander Novak menyatakan pada akhir pekan lalu bahwa tidak ada alasan bagi Moscow untuk memangkas level produksi minyak. Pasalnya, ada risiko bahwa pasar minyak global dapat mengalami defisit.

"Untuk saat ini, tidak ada landasan untuk itu (memangkas produksi). Sebaliknya malah, seperti anda lihat, sekarang ada risiko defisit minyak," ucap Novak.

Sejauh ini, produksi minyak Russia telah meningkat ke rekor tertinggi sejak era post-Uni Soviet, yakni ke level 11,41 juta barel/hari pada Oktober. Jumlah itu naik dari 11,36 juta barel/hari pada bulan September.

Sebagai informasi, dengan Arab Saudi memproduksi 10,65 juta barel/hari pada bulan lalu, total produksi dari top 3 produsen minyak dunia (Rusia, AS, Saudi) berada di rekor tertinggi sebesar 33,41 juta barel/hari. Jumlah sebesar itu memenuhi lebih dari sepertiga kebutuhan konsumsi global sebesar 100 juta barel/hari.  
Itu baru dari sisi pasokan. Dari sisi permintaan juga diekspektasikan lesu akibat perlambatan ekonomi dunia.

Indikasi teranyar datang dari angka Purchasing Managers Index (PMI) China yang tercatat 50,2 pada Oktober, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,8. Angka di atas 50 menandakan pelaku usaha masih optimistis, tetapi optimisme itu memudar.

Sepertinya China sudah mulai merasakan dampak signifikan dari perang dagang dengan AS. Maklum, AS adalah pasar ekspor utama China. Tahun lalu, nilai ekspor China ke AS tercatat US$ 431,7 miliar atau 19% dari total ekspor mereka.

Saat pasokan membanjir, namun permintaan justru diekspektasikan loyo, jelas hal itu menjadi tamparan keras bagi harga minyak. Koreksi harga komoditas energi utama dunia ini pun tak terhindarkan. 

Meski demikian, pelemahan hari ini tidak sedalam hari sebelumnya, karena investor masih agak khawatir terhadap dampak sanksi AS terhadap Iran. Sanksi yang akan menurunkan ekspor minyak mentah dari Negeri Persia hingga ke titik nol tersebut, akan efektif berlaku per pekan depan.

(TIM RISET CNBC INDONESIA)
 

(RHG/wed) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular