
Rupiah Sang Raja Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 November 2018 16:34

Dolar AS yang sempat melawan kembali melempem. Pada pukul 16:11 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,12%.
Faktor domestik dan eksternal sedang tidak mendukung dolar AS. Dari dalam negeri, indeks ISM manufaktur AS turun ke angka 57,7 pada Oktober dari 59,8 bulan sebelumnya. Pencapaian Oktober adalah yang terendah dalam 6 bulan terakhir.
Kemudian pada malam hari waktu Indonesia juga akan ada pengumuman angka pengangguran AS periode Oktober 2018. Namun pelaku pasar sepertinya kurang bersemangat menyambut data ini, karena diperkirakan masih sama dengan bulan sebelumnya yaitu 3,7%.
Sedangkan dari eksternal, ada potensi damai dagang AS-China. Melalui cuitan di Twitter, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa dirinya sudah melakukan pembicaraan dengan Presiden China Xi Jinping melalui telepon, dan diskusi di antara kedua pemimpin tersebut berjalan dengan baik.
Kemudian, perkembangan Brexit juga menelurkan hasil positif. Finansial Times mengabarkan bahwa Uni Eropa siap berkompromi dengan Inggris untuk tidak menerapkan batas kepabeanan di laut Irlandia. Soal wilayah kepabeanan di Irlandia ini yang kerap menjadi ganjalan dalam proses berceraian London-Brussel.
Kabar-kabar ini membuat dolar AS menjadi kurang menarik dan risk appetite pelaku pasar membuncah. Aset-aset aman (safe haven) bukan lagi menjadi pilihan utama. Inilah mengapa yen ikut melemah, karena mata uang Negeri Matahari Terbit juga berstatus safe haven.
Indonesia pun ikut menikmati derasnya aliran modal. Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah anjlok.
Penurunan yield adalah pertanda harga sedang naik karena tingginya permintaan. Pada pukul 16:15 WIB, yield obligasi pemerintah tenor acuan 10 tahun turun drastis 11,5 basis poin ke 8,408%.
Sementara di pasar saham, investor asing membukukan beli bersih Rp 1,16 triliun yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melonjak 1,21%. Investor asing memburu saham-saham kelas paus seperti TLKM (beli bersih Rp 248,15 miliar), BBCA (Rp 224,14 miliar), ASII (Rp 204,42 miliar), BBRI (Rp 200,14 miliar), dan BBNI (Rp 109,4 miliar).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Faktor domestik dan eksternal sedang tidak mendukung dolar AS. Dari dalam negeri, indeks ISM manufaktur AS turun ke angka 57,7 pada Oktober dari 59,8 bulan sebelumnya. Pencapaian Oktober adalah yang terendah dalam 6 bulan terakhir.
Kemudian pada malam hari waktu Indonesia juga akan ada pengumuman angka pengangguran AS periode Oktober 2018. Namun pelaku pasar sepertinya kurang bersemangat menyambut data ini, karena diperkirakan masih sama dengan bulan sebelumnya yaitu 3,7%.
Kemudian, perkembangan Brexit juga menelurkan hasil positif. Finansial Times mengabarkan bahwa Uni Eropa siap berkompromi dengan Inggris untuk tidak menerapkan batas kepabeanan di laut Irlandia. Soal wilayah kepabeanan di Irlandia ini yang kerap menjadi ganjalan dalam proses berceraian London-Brussel.
Kabar-kabar ini membuat dolar AS menjadi kurang menarik dan risk appetite pelaku pasar membuncah. Aset-aset aman (safe haven) bukan lagi menjadi pilihan utama. Inilah mengapa yen ikut melemah, karena mata uang Negeri Matahari Terbit juga berstatus safe haven.
Indonesia pun ikut menikmati derasnya aliran modal. Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah anjlok.
Penurunan yield adalah pertanda harga sedang naik karena tingginya permintaan. Pada pukul 16:15 WIB, yield obligasi pemerintah tenor acuan 10 tahun turun drastis 11,5 basis poin ke 8,408%.
Sementara di pasar saham, investor asing membukukan beli bersih Rp 1,16 triliun yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melonjak 1,21%. Investor asing memburu saham-saham kelas paus seperti TLKM (beli bersih Rp 248,15 miliar), BBCA (Rp 224,14 miliar), ASII (Rp 204,42 miliar), BBRI (Rp 200,14 miliar), dan BBNI (Rp 109,4 miliar).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular