Rupiah Menguat di Kurs Acuan, Galau di Pasar Spot
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 October 2018 10:43

Dolar AS memang masih perkasa. Pada pukul 10:25 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) masih menguat 0,02%.
Investor memang sedang menghindari Asia karena data-data yang kurang meyakinkan. Di China, angka Purchasing Managers Index (PMI) periode Oktober tercatat 50,2, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,8. Angka di atas 50 menandakan pelaku usaha masih optimistis, tetapi optimisme itu memudar.
Sepertinya China sudah mulai merasakan dampak signifikan dari perang dagang dengan AS. Maklum, AS adalah pasar ekspor utama China. Tahun lalu, nilai ekspor China ke AS tercatat US$ 431,7 miliar atau 19% dari total ekspor mereka.
Kini China agak kesulitan melakukan penetrasi ke pasar Negeri Adidaya karena Presiden Donald Trump terus memberlakukan bea masuk bagi ribuan produk made in China. Total produk China yang sudah dikenakan bea masuk mencapai US$ 250 miliar atau lebih dari separuh dari nilai ekspor ke AS tahun lalu.
Ketika pembeli utama mereka mulai menutup diri, China sebagai pemilik toko tentu kesulitan. Pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu pada kuartal III-2018 adalah 6,5%, paling lambat sejak kuartal III-2009.
China adalah perekonomian terbesar di Asia. Jadi ketika China melambat, dia akan menyeret negara-negara Asia lainnya ke bawah.
Di Korea Selatan, output industri manufaktur juga turun 2,5% pada September dibandingkan bulan sebelumnya. Jauh memburuk dibandingkan Agustus yang masih tumbuh 1,3%.
Sepertinya dampak perang dagang AS vs China sudah mengglobal, dirasakan oleh negara-negara lain. Termasuk oleh Korea Selatan, yang menjadi pemain aktif dalam rantai pasok dunia (global supply chain).
Data ekonomi yang kurang kinclong membuat pelaku pasar mulai berpikir Bank Sentral Korea Selatan (BoK) tidak akan menaikkan suku bunga acuan pada akhir November. Padahal konsensus yang dihimpun Reuters memperkirakan ada kenaikan setidaknya 25 basis poin dari posisi saat ini yaitu 1,5%.
Dibayangi prospek perekonomian yang suram, investor pun kurang tertarik untuk masuk ke pasar keuangan Asia. Hasilnya adalah mata uang Benua Kuning melemah di hadapan dolar AS, tidak terkecuali rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Investor memang sedang menghindari Asia karena data-data yang kurang meyakinkan. Di China, angka Purchasing Managers Index (PMI) periode Oktober tercatat 50,2, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,8. Angka di atas 50 menandakan pelaku usaha masih optimistis, tetapi optimisme itu memudar.
Sepertinya China sudah mulai merasakan dampak signifikan dari perang dagang dengan AS. Maklum, AS adalah pasar ekspor utama China. Tahun lalu, nilai ekspor China ke AS tercatat US$ 431,7 miliar atau 19% dari total ekspor mereka.
Ketika pembeli utama mereka mulai menutup diri, China sebagai pemilik toko tentu kesulitan. Pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu pada kuartal III-2018 adalah 6,5%, paling lambat sejak kuartal III-2009.
China adalah perekonomian terbesar di Asia. Jadi ketika China melambat, dia akan menyeret negara-negara Asia lainnya ke bawah.
Di Korea Selatan, output industri manufaktur juga turun 2,5% pada September dibandingkan bulan sebelumnya. Jauh memburuk dibandingkan Agustus yang masih tumbuh 1,3%.
Sepertinya dampak perang dagang AS vs China sudah mengglobal, dirasakan oleh negara-negara lain. Termasuk oleh Korea Selatan, yang menjadi pemain aktif dalam rantai pasok dunia (global supply chain).
Data ekonomi yang kurang kinclong membuat pelaku pasar mulai berpikir Bank Sentral Korea Selatan (BoK) tidak akan menaikkan suku bunga acuan pada akhir November. Padahal konsensus yang dihimpun Reuters memperkirakan ada kenaikan setidaknya 25 basis poin dari posisi saat ini yaitu 1,5%.
Dibayangi prospek perekonomian yang suram, investor pun kurang tertarik untuk masuk ke pasar keuangan Asia. Hasilnya adalah mata uang Benua Kuning melemah di hadapan dolar AS, tidak terkecuali rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular