Rupiah Jadi Runner-up di Asia, Tapi Masih Harus Waspada

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 October 2018 08:41
Rupiah Jadi Runner-up di Asia, Tapi Masih Harus Waspada
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mampu menguat pada perdagangan pagi hari awal pekan ini. Prestasi rupiah cukup membanggakan karena mata uang lain Asia lain malah melemah di hadapan greenback. 

Pada Senin (29/10/2018), US$ 1 sama dengan Rp 15.200 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,1% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 


Seiring perjalanan pasar, rupiah masih menguat meski apresiasinya menipis. Pada pukul 08:25 WIB, US$ 1 sudah dihargai Rp 15.212 di mana penguatan rupiah tinggal tersisa 0,02%. 

Pada perdagangan akhir pekan lalu, rupiah melemah 0,2%. Rupiah menjadi mata uang terlemah ketiga di Asia kala itu. 


Namun pagi ini, kinerja rupiah lumayan bagus. Mayoritas mata uang Asia melemah di hadapan dolar AS, dan selain rupiah hanya yuan China dan won Korea Selatan yang mampu menguat. Bahkan dengan penguatan yang hanya 0,02%, rupiah mampu jadi mata uang terbaik kedua di Benua Kuning, hanya kalah dari yen Jepang. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 08:26 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Setelah melemah sejak akhir pekan lalu, dolar AS mulai bangkit. Pada pukul 08:28 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,14%. Akhir pekan lalu, indeks ini sempat melemah di kisaran 0,5%.

Pelemahan dolar AS pada akhir pekan disebabkan oleh rilis data pembacaan awal (advance reading) pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018. Ekonomi AS selama Juli-September tumbuh 3,5% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized). Melambat lumayan jauh dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 4,2%. 

Tidak hanya itu, laju inflasi AS pun melambat. The Fed biasanya menggunakan indikator Core Personal Consumption Expenditure (Core PCE) untuk mengukur inflasi.

Untuk tahun ini, target inflasi yang dipatok The Fed adalah di kisaran 2%. Namun pada kuartal III-2018, Core PCE tercatat hanya 1,6%. Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 2,1%. 

Dengan laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang melambat secara bersamaan, maka menjadi sedikit masuk akal apabila The Federal Reserve/The Fed kemungkinan menunda kenaikan suku bunga acuan. Untuk apa memperlambat permintaan ketika permintaannya memang sudah melambat? 

Pelaku pasar memperkirakan kenaikan selanjutnya akan terjadi pada Desember, tetapi kini probabilitasnya menipis. Mengutip CME Fedwatch, peluang kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin pada rapat 19 Desember adalah 67,2%. Turun cukup signifikan dibandingkan posisi sepekan sebelumnya yaitu 78,4%. 

Dibayangi penurunan potensi kenaikan suku bunga acuan, dolar AS akan kehilangan energi untuk menguat. Selama ini keperkasaan dolar AS ditopang oleh kenaikan suku bunga yang membuat arus modal bergerombol di sekitar mata uang ini. Tanpa penopang itu, dolar AS pun rapuh dan bisa terus melemah. 

Namun dolar AS berhasil bangkit pada hari ini. Perlu diingat bahwa koreksi Dollar Index sudah terjadi sejak akhir pekan lalu.  Tentu ada masanya di mana investor menilai koreksi ini sudah terlalu dalam dan dolar AS kembali menjadi menarik karena harganya sudah murah. Bila ini terjadi, aliran modal menuju dolar AS akan meningkat sehingga nilainya kembali menguat. 

Kemudian, data rilis pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018 juga bisa menyimpan energi bagi greenback. Betul ekonomi AS secara umum melambat, tetapi kalau dilihat lebih dalam sedikit saja maka ada optimisme yang masih terjaga. 

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga, yang menyumbang lebih dari dua pertiga perekonomian AS, tumbuh 4%. Ini merupakan laju tercepat sejak kuartal IV-2014. 

Selain itu, pertumbuhan ekonomi 3,5% pada kuartal III-2018 sebenarnya tidak jelek-jelek amat. Pelaku pasar sudah menduga akan ada perlambatan, bahkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters memberikan proyeksi yang lebih suram yaitu 3,3%. 

Oleh karena itu, masih ada alasan bagi The Fed untuk tetap menaikkan suku bunga acuan pada Desember. Ini bisa menjadi obat kuat yang membuat dolar AS bertahan, dan bukan tidak mungkin berbalik menguat. 

Dengan penguatan rupiah yang semakin tipis, bukan tidak mungkin nantinya mata uang Tanah Air bakal bernasib serupa dengan rekan-rekannya di Asia. Rupiah jangan dulu berpuas diri, karena dolar AS bisa balik menerkam kapan saja. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular