Rupiah Jadi Runner-up di Asia, Tapi Masih Harus Waspada

Setelah melemah sejak akhir pekan lalu, dolar AS mulai bangkit. Pada pukul 08:28 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,14%. Akhir pekan lalu, indeks ini sempat melemah di kisaran 0,5%.
Pelemahan dolar AS pada akhir pekan disebabkan oleh rilis data pembacaan awal (advance reading) pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018. Ekonomi AS selama Juli-September tumbuh 3,5% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized). Melambat lumayan jauh dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 4,2%.
Tidak hanya itu, laju inflasi AS pun melambat. The Fed biasanya menggunakan indikator Core Personal Consumption Expenditure (Core PCE) untuk mengukur inflasi.
Untuk tahun ini, target inflasi yang dipatok The Fed adalah di kisaran 2%. Namun pada kuartal III-2018, Core PCE tercatat hanya 1,6%. Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 2,1%.
Dengan laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang melambat secara bersamaan, maka menjadi sedikit masuk akal apabila The Federal Reserve/The Fed kemungkinan menunda kenaikan suku bunga acuan. Untuk apa memperlambat permintaan ketika permintaannya memang sudah melambat?
Pelaku pasar memperkirakan kenaikan selanjutnya akan terjadi pada Desember, tetapi kini probabilitasnya menipis. Mengutip CME Fedwatch, peluang kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin pada rapat 19 Desember adalah 67,2%. Turun cukup signifikan dibandingkan posisi sepekan sebelumnya yaitu 78,4%.
Dibayangi penurunan potensi kenaikan suku bunga acuan, dolar AS akan kehilangan energi untuk menguat. Selama ini keperkasaan dolar AS ditopang oleh kenaikan suku bunga yang membuat arus modal bergerombol di sekitar mata uang ini. Tanpa penopang itu, dolar AS pun rapuh dan bisa terus melemah.
Namun dolar AS berhasil bangkit pada hari ini. Perlu diingat bahwa koreksi Dollar Index sudah terjadi sejak akhir pekan lalu. Tentu ada masanya di mana investor menilai koreksi ini sudah terlalu dalam dan dolar AS kembali menjadi menarik karena harganya sudah murah. Bila ini terjadi, aliran modal menuju dolar AS akan meningkat sehingga nilainya kembali menguat.
Kemudian, data rilis pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018 juga bisa menyimpan energi bagi greenback. Betul ekonomi AS secara umum melambat, tetapi kalau dilihat lebih dalam sedikit saja maka ada optimisme yang masih terjaga.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga, yang menyumbang lebih dari dua pertiga perekonomian AS, tumbuh 4%. Ini merupakan laju tercepat sejak kuartal IV-2014.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi 3,5% pada kuartal III-2018 sebenarnya tidak jelek-jelek amat. Pelaku pasar sudah menduga akan ada perlambatan, bahkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters memberikan proyeksi yang lebih suram yaitu 3,3%.
Oleh karena itu, masih ada alasan bagi The Fed untuk tetap menaikkan suku bunga acuan pada Desember. Ini bisa menjadi obat kuat yang membuat dolar AS bertahan, dan bukan tidak mungkin berbalik menguat.
Dengan penguatan rupiah yang semakin tipis, bukan tidak mungkin nantinya mata uang Tanah Air bakal bernasib serupa dengan rekan-rekannya di Asia. Rupiah jangan dulu berpuas diri, karena dolar AS bisa balik menerkam kapan saja.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
