Rupiah Loyo di Kurs Acuan, Stagnan di Pasar Spot

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 October 2018 10:34
Rupiah Loyo di Kurs Acuan, Stagnan di Pasar Spot
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs acuan. Dolar AS yang sempat meninggalkan level Rp 15.200 kini kembali ke kisaran tersebut. 

Pada Kamis (25/10/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 15.210. Rupiah melemah 0,11% dibandingkan perdagangan hari sebelumnya. 

Kemarin, rupiah menguat 0,1% di kurs acuan dan dolar AS pun berada di bawah Rp 15.200. Dengan pelemahan yang terjadi hari ini, rupiah pun kembali ke kisaran itu. 

Sejak awal tahun, rupiah melemah 12,32% terhadap dolar AS di kurs acuan. Sedangkan dalam setahun terakhir, depresiasinya mencapai 12,08%. 

 

Sementara di pasar spot, rupiah masih bergerak labil tetapi cenderung melemah. Pada pukul 10:7 WIB, US$ 1 berada di Rp 15.195, sama seperti posisi penutupan perdagangan kemarin alias stagnan. 

Rupiah dibuka melemah 0,03%, dan kemudian pelemahannya sempat semakin dalam. Namun perlahan rupiah mampu menipiskan depresiasi hingga ke titik nol.

Mata uang Asia yang sempat tidak berdaya di hadapan dolar AS kini mulai bisa melawan balik. Mayoritas mata uang Benua Kuning kini mampu menguat terhadap greenback, dipimpin oleh rupee India. 


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap beberapa mata uang utama Asia pada pukul 10:10 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS yang sejak kemarin gas pol sejak pagi tadi mulai menginjak pedal rem. Dollar Index (yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,16%. Padahal dini hari tadi, indeks ini sempat menguat sampai ke kisaran 0,4%. 

Pelemahan dolar AS terjadi seiring turunnya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Berikut perkembangan yield obligasi AS yang menunjukkan penurunan di hampir semua tenor: 

 

Penurunan yield adalah sinyal bearsih bagi dolar AS. Pasalnya, yield di pasar sekunder akan menjadi acuan dalam penentuan kupon di lelang selanjutnya, yang terdekat adalah 25 Oktober waktu setempat yaitu untuk tenor 7 tahun dengan target indikatif US$ 31 miliar. 

Saat yield turun, artinya ada kemungkinan kupon yang ditawarkan dalam lelang ini menjadi kurang tinggi. Akibatnya minat investor akan turun sehingga lelang kurang atraktif. Ini membuat permintaan terhadap dolar AS pun berkurang. 

Namun jelang lelang yang berlangsung sekitar tengah malam waktu Indonesia, bisa saja investor kembali berupaya untuk menaikkan yield dengan cara melepas obligasi secara massal. Pelepasan massal ini akan mengerek yield ke atas dan harga turun sehingga kupon dan harga yang ditawarkan dalam lelang menjadi sangat menarik. 

Oleh karena itu, masih ada peluang dolar AS untuk kembali menguat. Semakin dekat ke pelaksanaan lelang obligasi, yield akan coba dikerek ke atas sehingga menjadi sinyal bullish bagi dolar AS. Rupiah dan mata uang Asia patut terus waspada.  


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular