
Parah! Indeks Shanghai Anjlok 2,4%, Hang Seng Nyungsep 1,91%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 October 2018 08:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Shanghai langsung anjlok 2,4% pada saat pembukaan ke level 2.540,93, sementara indeks Hang Seng terpangkas 1,91% ke level 24.766,72.
Ketakutan atas perlambatan ekonomi di AS yang pada akhirnya akan menjalar ke negara-negara lain membuat instrumen berisiko seperti saham dilepas investor. Kemarin (24/10/2018), penjualan rumah baru periode September diumumkan sejumlah 553.000 unit, jauh di bawah konsensus yang sebesar 627.000 unit. Angka ini merupakan yang terendah dalam 2 tahun terakhir.
Kemudian, sinyal perlambatan ekonomi AS juga datang dari publikasi Beige Book oleh The Federal Reserve yang menyebut bahwa dunia usaha mulai menaikkan harga akibat perang dagang dengan China. Tingginya bea masuk untuk importasi bahan baku dan barang modal asal China membuat dunia usaha semakin tidak bisa menahan untuk tidak menaikkan harga.
Beige Book adalah laporan The Fed yang merangkum hasil diskusi dengan para pelaku usaha di 12 negara bagian. Diskusi kali ini berlangsung sejak September hingga pertengahan Oktober 2018.
"Pabrik-pabrik melaporkan kenaikan harga barang jadi sudah tidak terhindarkan. Kenaikan ini disebabkan biaya yang lebih tinggi untuk impor bahan baku seperti baja yang terkait dengan kebijakan bea masuk," sebut laporan The Fed.
Di China sendiri, sinyal perlambatan ekonomi menjadi semakin jelas pasca perekonomian Negeri Panda diumumkan tumbuh sebesar 6,5% YoY pada kuartal-III 2018, lebih rendah dari ekspektasi yang sebesar 6,6% YoY. Capaian ini merupakan yang terendah sejak 2009 silam.
Pada hari ini, pelaku pasar akan mencermati data perdagangan internasional Hong Kong yang akan diumumkan pada pukul 15:30 WIB. Sementara di China, tidak ada data ekonomi yang dijadwalkan untuk dirilis.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Ada Transaksi Jumbo Rp 3,79 T di Saham Nobu Bank
Ketakutan atas perlambatan ekonomi di AS yang pada akhirnya akan menjalar ke negara-negara lain membuat instrumen berisiko seperti saham dilepas investor. Kemarin (24/10/2018), penjualan rumah baru periode September diumumkan sejumlah 553.000 unit, jauh di bawah konsensus yang sebesar 627.000 unit. Angka ini merupakan yang terendah dalam 2 tahun terakhir.
Kemudian, sinyal perlambatan ekonomi AS juga datang dari publikasi Beige Book oleh The Federal Reserve yang menyebut bahwa dunia usaha mulai menaikkan harga akibat perang dagang dengan China. Tingginya bea masuk untuk importasi bahan baku dan barang modal asal China membuat dunia usaha semakin tidak bisa menahan untuk tidak menaikkan harga.
"Pabrik-pabrik melaporkan kenaikan harga barang jadi sudah tidak terhindarkan. Kenaikan ini disebabkan biaya yang lebih tinggi untuk impor bahan baku seperti baja yang terkait dengan kebijakan bea masuk," sebut laporan The Fed.
Di China sendiri, sinyal perlambatan ekonomi menjadi semakin jelas pasca perekonomian Negeri Panda diumumkan tumbuh sebesar 6,5% YoY pada kuartal-III 2018, lebih rendah dari ekspektasi yang sebesar 6,6% YoY. Capaian ini merupakan yang terendah sejak 2009 silam.
Pada hari ini, pelaku pasar akan mencermati data perdagangan internasional Hong Kong yang akan diumumkan pada pukul 15:30 WIB. Sementara di China, tidak ada data ekonomi yang dijadwalkan untuk dirilis.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Ada Transaksi Jumbo Rp 3,79 T di Saham Nobu Bank
Most Popular