
Ini 3 Alasan Harga Minyak Dunia Anjlok 4% Kemarin
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
24 October 2018 11:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia tenggelam amat dalam pada perdagangan kemarin. Pada penutupan perdagangan hari Selasa (24/10/2018), harga brent dan light sweet kompak amblas di kisaran 4%.
Harga brent kini semakin jauh dari level psikologis US$ 80/barel, setelah sejak akhir September selalu setia di atas level tersebut. Harga minyak yang menjadi acuan di Eropa ini bahkan sudah jatuh ke level terendahnya dalam 2 bulan, atau sejak akhir Agustus lalu.
Tekanan besar bagi harga sang emas hitam kemarin datang dari pelemahan bursa saham global, meningkatnya cadangan minyak mentah Amerika Serikat (AS), dan Arab Saudi yang menyatakan akan memasok lebih banyak minyak mentah jika dibutuhkan.
Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas satu per satu sentimen negatif yang menjatuhkan harga minyak kemarin. Pertama, cadangan minyak mentah di Negeri Paman Sam meningkat 9,9 juta barel pada pekan lalu, menurut data dari American Petroleum Institute (API). Capaian itu jauh lebih besar dari ekspektasi pasar sebesar 3,7 juta barel.
Kedua, bursa saham Wall Street kompak ditutup di jalur merah pada perdagangan kemarin. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,5%, S&P 500 minus 0,55%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,32%.
Sebelumnya, bursa Asia juga "kebakaran". Indeks Nikkei 225 ditutup anjlok 2,67%, Shanghai Composite amblas 2,26%, Hang Seng ambrol 3,08%, Strait Times jatuh 1,52%, dan Kospi terpangkas 2,57%.
Berbagai macam sentimen negatif memang masih membayangi pergerakan bursa saham dunia, pe mulai tensi AS-Arab Saudi, perang dagang AS-China, hingga drama fiskal Italia vs Uni Eropa.
Koreksi berjamaah bursa saham dunia lantas menjadi persepsi yang dapat mengancam keyakinan bisnis dan investasi secara global. Akibatnya, permintaan energi dunia pun diekspektasikan melambat. Akhirnya, harga minyak pun tak bisa lepas dari koreksi.
Ketiga, Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih menyatakan bahwa pasar minyak dunia sedang berada dalam "tempat yang baik" dan berharap bahwa para produsen minyak akan menandatangani kesepakatan untuk mengawasi dan menstabilisasi pasar pada Desember mendatang.
"Kita akan memutuskan jika terjadi disrupsi pasokan, terutama terkait dengan munculnya sanksi Iran," ucap Falih pada konferensi di Riyadh. "Lalu, kita akan melanjutkan dengan kerangka pemikiran kita sekarang, yang mana untuk memenuhi permintaan yang ada, untuk memastikan pelanggan tetap puas," tambah Falih.
Sebagai tambahan, Falih menyatakan bahwa dia tidak akan menghapuskan kemungkinan bahwa Saudi akan memproduksi minyak mentah dalam rentang 1-2 juta barel/hari lebih banyak dari level saat ini.
Hal ini lantas meredakan kekhawatiran bahwa pasokan minyak global akan seret menyusul sanksi yang akan menimpa Saudi akibat kasus tewasnya kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi, di kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul (Turki).
BACA: Saudi Siap Stabilkan Pasar, Harga Minyak Brent ke Zona Merah
Pelaku pasar tadinya memperkirakan bahwa Saudi akan memangkas produksi minyaknya dan membiarkan harga melambung, sebagai balasan atas sanksi yang akan diterimanya atas dugaan pembunuhan terencana Khashoggi.
Namun, kini seretnya pasokan nampaknya tidak akan jadi kenyataan. Akibatnya, harga minyak mentah dunia (khususnya Brent) pun jatuh semakin dalam lagi.
Meski demikian, hari ini harga minyak mampu kembali ke zona hijau. Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Desember 2018 naik 0,46% ke level US$ 76,79/barel hingga pukul 10.30 WIB hari ini. Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak Desemeber 2018 juga menguat 0,32% ke level US$ 66,64/barel.
Selain didukung faktor technical rebound, pelaku pasar juga nampaknya masih mewaspadai seretnya pasokan jelang berlakunya sanksi AS terhadap Iran pada 4 November mendatang."Kita masih melihat Brent akan mencapai US$85/barel di akhir tahun," ujar bank AS Morgan Stanley.
Hal ini lantas menjadi bahan bakar bagi harga sang emas hitam, untuk pulih dari kejatuhan kemarin.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global
Harga brent kini semakin jauh dari level psikologis US$ 80/barel, setelah sejak akhir September selalu setia di atas level tersebut. Harga minyak yang menjadi acuan di Eropa ini bahkan sudah jatuh ke level terendahnya dalam 2 bulan, atau sejak akhir Agustus lalu.
Tekanan besar bagi harga sang emas hitam kemarin datang dari pelemahan bursa saham global, meningkatnya cadangan minyak mentah Amerika Serikat (AS), dan Arab Saudi yang menyatakan akan memasok lebih banyak minyak mentah jika dibutuhkan.
Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas satu per satu sentimen negatif yang menjatuhkan harga minyak kemarin. Pertama, cadangan minyak mentah di Negeri Paman Sam meningkat 9,9 juta barel pada pekan lalu, menurut data dari American Petroleum Institute (API). Capaian itu jauh lebih besar dari ekspektasi pasar sebesar 3,7 juta barel.
Kedua, bursa saham Wall Street kompak ditutup di jalur merah pada perdagangan kemarin. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,5%, S&P 500 minus 0,55%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,32%.
Sebelumnya, bursa Asia juga "kebakaran". Indeks Nikkei 225 ditutup anjlok 2,67%, Shanghai Composite amblas 2,26%, Hang Seng ambrol 3,08%, Strait Times jatuh 1,52%, dan Kospi terpangkas 2,57%.
Berbagai macam sentimen negatif memang masih membayangi pergerakan bursa saham dunia, pe mulai tensi AS-Arab Saudi, perang dagang AS-China, hingga drama fiskal Italia vs Uni Eropa.
Koreksi berjamaah bursa saham dunia lantas menjadi persepsi yang dapat mengancam keyakinan bisnis dan investasi secara global. Akibatnya, permintaan energi dunia pun diekspektasikan melambat. Akhirnya, harga minyak pun tak bisa lepas dari koreksi.
Ketiga, Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih menyatakan bahwa pasar minyak dunia sedang berada dalam "tempat yang baik" dan berharap bahwa para produsen minyak akan menandatangani kesepakatan untuk mengawasi dan menstabilisasi pasar pada Desember mendatang.
"Kita akan memutuskan jika terjadi disrupsi pasokan, terutama terkait dengan munculnya sanksi Iran," ucap Falih pada konferensi di Riyadh. "Lalu, kita akan melanjutkan dengan kerangka pemikiran kita sekarang, yang mana untuk memenuhi permintaan yang ada, untuk memastikan pelanggan tetap puas," tambah Falih.
Sebagai tambahan, Falih menyatakan bahwa dia tidak akan menghapuskan kemungkinan bahwa Saudi akan memproduksi minyak mentah dalam rentang 1-2 juta barel/hari lebih banyak dari level saat ini.
Hal ini lantas meredakan kekhawatiran bahwa pasokan minyak global akan seret menyusul sanksi yang akan menimpa Saudi akibat kasus tewasnya kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi, di kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul (Turki).
BACA: Saudi Siap Stabilkan Pasar, Harga Minyak Brent ke Zona Merah
Pelaku pasar tadinya memperkirakan bahwa Saudi akan memangkas produksi minyaknya dan membiarkan harga melambung, sebagai balasan atas sanksi yang akan diterimanya atas dugaan pembunuhan terencana Khashoggi.
Namun, kini seretnya pasokan nampaknya tidak akan jadi kenyataan. Akibatnya, harga minyak mentah dunia (khususnya Brent) pun jatuh semakin dalam lagi.
Meski demikian, hari ini harga minyak mampu kembali ke zona hijau. Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Desember 2018 naik 0,46% ke level US$ 76,79/barel hingga pukul 10.30 WIB hari ini. Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak Desemeber 2018 juga menguat 0,32% ke level US$ 66,64/barel.
Selain didukung faktor technical rebound, pelaku pasar juga nampaknya masih mewaspadai seretnya pasokan jelang berlakunya sanksi AS terhadap Iran pada 4 November mendatang."Kita masih melihat Brent akan mencapai US$85/barel di akhir tahun," ujar bank AS Morgan Stanley.
Hal ini lantas menjadi bahan bakar bagi harga sang emas hitam, untuk pulih dari kejatuhan kemarin.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular