
Saudi Siap Stabilkan Pasar, Harga Minyak Brent ke Zona Merah
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
23 October 2018 11:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Desember 2018 terkoreksi 0,28% ke level US$ 79,61/barel hingga pukul 11.22 WIB, pada perdagangan hari Selasa (23/10/2018). Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak November 2018 menguat 0,17% ke level US$ 69,29/barel.
Dengan pergerakan tersebut, harga minyak brent memutus penguatan selama dua hari berturut-turut sebelumnya. Pada penutupan perdagangan di awal pekan kemarin, harga brent dan light sweet kompak menguat tipis masing-masing sebesar 0,06% dan 0,07%.
Harga brent masih belum bisa melewati level psikologis US$ 80/barel, setelah sejak akhir September selalu setia di atas level tersebut. Harga minyak acuan di Eropa itu bahkan sempat menyentuh level US$86/barel pada awal Oktober ini.
Sentimen negatif yang membayangi harga brent hari ini datang dari Arab Saudi yang berjanji untuk memainkan "peran yang bertanggung jawab", meski ketegangan Washington-Riyadh masih ada di permukaan.
Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) - Arab Saudi merupakan buntut dari tewasnya kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi, di kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul (Turki).
Riyadh mengklaim bahwa Khashoggi meninggal dunia setelah terlibat perkelahian yang tidak seimbang, 1 lawan 15. Namun Trump tidak mempercayai alasan itu.
"Saya tidak puas dengan apa yang saya dengar. Saya tidak ingin kehilangan investasi di sana, tetapi kami akan mengusut kasus ini sampai tuntas," tegas Trump kepada wartawan di Gedung Putih, mengutip Reuters.
Investasi yang dimaksud Trump adalah penjualan senjata. Tahun lalu, Arab Saudi berkomitmen membeli senjata dari AS senilai US$ 110 miliar.
Media-media di Turki memberitakan bahwa aparat memiliki bukti rekaman audio kala Khasshogi disiksa di kantor konsulat. Bahkan ada dugaan Khasshogi dimutilasi di sana. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dikabarkan akan memberikan penjelasan dalam waktu dekat.
"Kami akan sangat berhati-hati agar tidak ada pihak-pihak yang mencoba menyembunyikan sesuatu. Kebenaran akan terungkap. Kita semua menghadapi situasi yang sudah direncanakan dan kemudian coba ditutupi. Ini adalah kasus pembunuhan yang rumit," tutur Omer Celik, Juru Bicara Partai AK yang dipimpin Erdogan.
Tidak hanya AS, negara-negara Eropa seperti Jerman, Prancis, Belanda, sampai Inggris juga mendesak Arab Saudi untuk segera menuntaskan kasus ini. Meski demikian, Negeri Padang Pasir berjanji tidak akan membalas tekanan ini dengan memblokade pasokan minyak kepada negara-negara Barat. Kebijakan embargo ini pernah dilakukan pada 1973 karena dukungan Barat kepada Israel dalam perang melawan Mesir.
"Tidak ada niat sampai ke sana. Arab Saudi adalah negara yang sangat bertanggung jawab. Sudah beberapa dekade ini kami menggunakan minyak sebagai instrumen ekonomi dan terpisah dari unsur politik," tegas Khalid al-Falih, Menteri Energi Arab Saudi, dikutip dari Reuters.
Sifat Saudi yang sejauh ini masih koperatif lantas meredakan kekhawatiran bahwa pasokan minyak global akan seret menyusul sanksi yang akan menimpa Saudi akibat kasus Khashoggi. Pelaku pasar tadinya memperkirakan bahwa Saudi akan memangkas produksi minyaknya dan membiarkan harga melambung, sebagai balasan atas sanksi yang diterimanya.
Padahal, seperti diketahui harga minyak saat ini sedang mendapatkan angin segar dari berlakunya sanksi Negeri Paman Sam pada Iran pada 4 November mendatang. Alhasil, saat pasokan diekspektasikan tidak jadi seret, harga minyak brent pun terkoreksi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(RHG/hps) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global
Dengan pergerakan tersebut, harga minyak brent memutus penguatan selama dua hari berturut-turut sebelumnya. Pada penutupan perdagangan di awal pekan kemarin, harga brent dan light sweet kompak menguat tipis masing-masing sebesar 0,06% dan 0,07%.
Harga brent masih belum bisa melewati level psikologis US$ 80/barel, setelah sejak akhir September selalu setia di atas level tersebut. Harga minyak acuan di Eropa itu bahkan sempat menyentuh level US$86/barel pada awal Oktober ini.
Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) - Arab Saudi merupakan buntut dari tewasnya kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi, di kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul (Turki).
Riyadh mengklaim bahwa Khashoggi meninggal dunia setelah terlibat perkelahian yang tidak seimbang, 1 lawan 15. Namun Trump tidak mempercayai alasan itu.
"Saya tidak puas dengan apa yang saya dengar. Saya tidak ingin kehilangan investasi di sana, tetapi kami akan mengusut kasus ini sampai tuntas," tegas Trump kepada wartawan di Gedung Putih, mengutip Reuters.
Investasi yang dimaksud Trump adalah penjualan senjata. Tahun lalu, Arab Saudi berkomitmen membeli senjata dari AS senilai US$ 110 miliar.
Media-media di Turki memberitakan bahwa aparat memiliki bukti rekaman audio kala Khasshogi disiksa di kantor konsulat. Bahkan ada dugaan Khasshogi dimutilasi di sana. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dikabarkan akan memberikan penjelasan dalam waktu dekat.
"Kami akan sangat berhati-hati agar tidak ada pihak-pihak yang mencoba menyembunyikan sesuatu. Kebenaran akan terungkap. Kita semua menghadapi situasi yang sudah direncanakan dan kemudian coba ditutupi. Ini adalah kasus pembunuhan yang rumit," tutur Omer Celik, Juru Bicara Partai AK yang dipimpin Erdogan.
Tidak hanya AS, negara-negara Eropa seperti Jerman, Prancis, Belanda, sampai Inggris juga mendesak Arab Saudi untuk segera menuntaskan kasus ini. Meski demikian, Negeri Padang Pasir berjanji tidak akan membalas tekanan ini dengan memblokade pasokan minyak kepada negara-negara Barat. Kebijakan embargo ini pernah dilakukan pada 1973 karena dukungan Barat kepada Israel dalam perang melawan Mesir.
"Tidak ada niat sampai ke sana. Arab Saudi adalah negara yang sangat bertanggung jawab. Sudah beberapa dekade ini kami menggunakan minyak sebagai instrumen ekonomi dan terpisah dari unsur politik," tegas Khalid al-Falih, Menteri Energi Arab Saudi, dikutip dari Reuters.
Sifat Saudi yang sejauh ini masih koperatif lantas meredakan kekhawatiran bahwa pasokan minyak global akan seret menyusul sanksi yang akan menimpa Saudi akibat kasus Khashoggi. Pelaku pasar tadinya memperkirakan bahwa Saudi akan memangkas produksi minyaknya dan membiarkan harga melambung, sebagai balasan atas sanksi yang diterimanya.
Padahal, seperti diketahui harga minyak saat ini sedang mendapatkan angin segar dari berlakunya sanksi Negeri Paman Sam pada Iran pada 4 November mendatang. Alhasil, saat pasokan diekspektasikan tidak jadi seret, harga minyak brent pun terkoreksi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(RHG/hps) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular