Jika BI Naikkan Suku Bunga Acuan, Rupiah Bakal Nyungsep?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 October 2018 13:56
Rupiah bisa kian terkapar jika BI menaikkan suku bunga acuan pada hari ini.
Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
Jakarta, CNBC Indonesia - Tak lama lagi, Bank Indonesia (BI) akan merilis tingkat suku bunga acuan terbaru selepas mengadakan pertemuan selama 2 hari lamanya. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan bank sentral masih akan mempertahankan 7-Day Reverse Repo Rate di level 5,75%.

Sikap BI yang diproyeksikan tak akan mengerek suku bunga acuan membuat rupiah tertekan. Pada perdagangan hari ini, indeks dolar AS bergerak dalam rentang yang tipis, baik menguat maupun melemah. Namun, rupiah terus saja melemah. Hingga siang hari, rupiah melemah 0,13% di pasar spot ke level Rp 15.200/dolar AS.

Sebagai informasi, sepanjang tahun ini, BI sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 150 bps guna merespon pelemahan rupiah yang datang sebagai akibat dari normalisasi kebijakan oleh the Federal Reserve.



Masalahnya, dalam kondisi saat ini, meredam pelemahan rupiah tak semudah membalikkan telapak tangan. Katakanlah BI memberikan kejutan dengan mengerek suku bunga acuan pada pertemuan kali ini. Jika ini yang terjadi, bukan tak mungkin rupiah malah akan lebih terpuruk.

Sebelumnya, BI sempat memberikan kejutan ketika menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps pada Juni 2018, lebih tinggi dari konsensus yang hanya memperkirakan kenaikan sebesar 25 bps.

Asing Bisa Kian Gencar Jualan

Jika suku bunga acuan dinaikkan, kinerja perbankan di tanah air bisa mendapatkan tekanan lebih lanjut. Sebelumnya dalam riset kami yang berjudul 'Marjin Bunga Bersih Perbankan Tertekan, Gara-Gara BI?', kami menyimpulkan bahwa kenaikan suku bunga acuan yang terbilang agresif sepanjang tahun ini telah menekan net interest margin/NIM perbankan tanah air.

Padahal, NIM merupakan 'nyawa' dari operasional sebuah bank. Dengan NIM yang lebih besar, sebuah bank bisa mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi kala menyalurkan kredit dalam besaran yang sama.

Ketatnya persaingan dalam menyalurkan kredit membuat perbankan terpaksa memangkas suku bunga kredit ditengah tren kenaikan suku bunga deposito yang merupakan dampak dari kenaikan suku bunga acuan.

Sepanjang tahun 2018, indeks saham sektor jasa keuangan sudah melesat sebesar 41%. Kenaikan yang begitu pesat ini membuat positifnya rilis kinerja keuangan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) tak direspon positif oleh pasar. Selain karena kenaikan harga yang sudah sangat pesat (38,2% sepanjang 2017), investor mungkin khawatir melihat fakta bahwa sepanjang 9 bulan pertama tahun 2018, NIM dari BMRI turun sebesar 10 bps menjadi 5,76%, dari yang sebelumnya 5,86% pada 9 bulan pertama tahun 2017.

Jika BI kekeh memberikan kejutan pada hari ini, investor asing bisa kian gencar melepas saham-saham perbankan. Pada akhirnya, rupiah bisa makin terkapar.

Hingga akhir sesi 1, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) telah dijual bersih oleh investor asing senilai Rp 253,5 miliar, terbesar dibandingkan jual bersih pada saham-saham penghuni IHSG lainnya. Sementara itu, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang NIM-nya terpangkas 20bps sepanjang 9 bulan pertama tahun 2018 dijual bersih senilai Rp 40,7 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/dru) Next Article Rupiah Sulit Menuju Level 13.500. Jadi BI Harus Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular