
Terhimpit Banyak Sentimen, Pasar Obligasi Ditutup Stagnan
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
22 October 2018 19:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah ditutup terkoreksi tipis dan cenderung stagnan pada penutupan di awal pekan ini, seiring dengan pergerakan rupiah dan indeks saham.
Data Revinitif menunjukkan koreksi harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling terkoreksi adalah seri 10 tahun dengan kenaikan yield sebesar 1,4 basis poin (bps) menjadi 8,65%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri acuan lain yang juga terkoreksi adalah seri 15 tahun dengan kenaikan yield 1,3 bps menjadi 8,86%. Dua seri acuan lain masih berhasil menguat meskipun besarannya sangat kecil yaitu seri 5 tahun dan 20 tahun yang yield-nya turun 0,6 bps dan 1 bps menjadi 8,5% dan 9,02%.
Koreksi pasar SBN hari ini terjadi di tengah penguatan pasar saham Asia, pasar saham Eropa, dan menjelang lelang rutin obligasi pemerintah AS dan lelang rutin obligasi pemerintah Indonesia. Nanti malam, diagendakan lelang rutin tenor 13 tahun dan 26 tahun dengan target US$ 45 miliar dan US$ 39 miliar.
Di pasar domestik, lelang akan digelar dengan target indikatif Rp 10 triliun-Rp 20 triliun.
Umumnya, menuju lelang, pelaku pasar biasanya akan menekan harga sehingga mengangkat yield di pasar.
Selain itu, sentimen kenaikan minyak juga berpotensi menekan rupiah di pasaran, yang dipicu konflik AS-Arab Saudi serta produksi minyak dunia yang turun.
Yield Obligasi Negara Acuan 22 Oct 2018
Sumber: Revinitif
Koreksi tipis pasar obligasi pemerintah hari ini tidak tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat. Kenaikan indeks tersebut dibukukan 0,18 poin atau 0,08% menjadi 224,88.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih(spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 545 bps, melebar dari posisi akhir pekan lalu 541 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik lagi hingga 3,19% karena adanya arus jual. Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 850,02 triliun SBN, atau 37,02% dari total beredar Rp 2.296 triiliun.
Angka kepemilikannya masih negatif Rp 830 miliar dibanding posisi September Rp 850,85 triliun, tetapi sudah menipis dari posisi 18 Oktober -Rp 3,3 triliun dan persentasenya sudah naik dari posisi akhir September 36,89%. Koreksi di pasar surat utang hari ini juga tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik tipis 0,05% menjadi 5.850 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah menguat 0,03% menjadi Rp 15.180 di hadapan tiap dolar AS. Pelemahan dolar AS itu tidak seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang naik 0,4% menjadi 95,751.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(hps) Next Article Pemerintah Cari Utang Dolar Lagi, Uangnya Buat Buyback
Data Revinitif menunjukkan koreksi harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Seri acuan yang paling terkoreksi adalah seri 10 tahun dengan kenaikan yield sebesar 1,4 basis poin (bps) menjadi 8,65%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri acuan lain yang juga terkoreksi adalah seri 15 tahun dengan kenaikan yield 1,3 bps menjadi 8,86%. Dua seri acuan lain masih berhasil menguat meskipun besarannya sangat kecil yaitu seri 5 tahun dan 20 tahun yang yield-nya turun 0,6 bps dan 1 bps menjadi 8,5% dan 9,02%.
Koreksi pasar SBN hari ini terjadi di tengah penguatan pasar saham Asia, pasar saham Eropa, dan menjelang lelang rutin obligasi pemerintah AS dan lelang rutin obligasi pemerintah Indonesia. Nanti malam, diagendakan lelang rutin tenor 13 tahun dan 26 tahun dengan target US$ 45 miliar dan US$ 39 miliar.
Di pasar domestik, lelang akan digelar dengan target indikatif Rp 10 triliun-Rp 20 triliun.
Umumnya, menuju lelang, pelaku pasar biasanya akan menekan harga sehingga mengangkat yield di pasar.
Selain itu, sentimen kenaikan minyak juga berpotensi menekan rupiah di pasaran, yang dipicu konflik AS-Arab Saudi serta produksi minyak dunia yang turun.
Yield Obligasi Negara Acuan 22 Oct 2018
Seri | Benchmark | Yield 19 Okt 2018 (%) | Yield 22 Oct 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0063 | 5 tahun | 8.514 | 8.508 | -0.60 |
FR0064 | 10 tahun | 8.638 | 8.652 | 1.40 |
FR0065 | 15 tahun | 8.852 | 8.865 | 1.30 |
FR0075 | 20 tahun | 9.03 | 9.02 | -1.00 |
Avg movement | 0.27 |
Koreksi tipis pasar obligasi pemerintah hari ini tidak tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat. Kenaikan indeks tersebut dibukukan 0,18 poin atau 0,08% menjadi 224,88.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih(spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 545 bps, melebar dari posisi akhir pekan lalu 541 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik lagi hingga 3,19% karena adanya arus jual. Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 850,02 triliun SBN, atau 37,02% dari total beredar Rp 2.296 triiliun.
Angka kepemilikannya masih negatif Rp 830 miliar dibanding posisi September Rp 850,85 triliun, tetapi sudah menipis dari posisi 18 Oktober -Rp 3,3 triliun dan persentasenya sudah naik dari posisi akhir September 36,89%. Koreksi di pasar surat utang hari ini juga tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik tipis 0,05% menjadi 5.850 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah menguat 0,03% menjadi Rp 15.180 di hadapan tiap dolar AS. Pelemahan dolar AS itu tidak seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang naik 0,4% menjadi 95,751.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(hps) Next Article Pemerintah Cari Utang Dolar Lagi, Uangnya Buat Buyback
Most Popular