Rupiah Tertolong Angin Surga dari China

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 October 2018 17:18
Ini Penyebab Rupiah Berbalik Arah
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Rupiah dan kawan-kawan di Asia cukup hebat karena mampu menguat kala dolar AS juga menguat. Pada pukul 16:52 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang dunia) menguat 0,09%. 

Dolar AS mendapat suntikan tenaga dari dalam dan luar negeri. Di dalam negeri, Indeks Manufaktur The Fed Philadelphia edisi Oktober 2018 menanjak ke angka 22,2, melampaui ekspektasi pasar sebesar 19,7.                                                                                                                  

Kemudian, jumlah warga yang mengajukan klaim pengangguran di AS turun 5.000 orang ke 210.000 pada pekan lalu, lebih rendah dari konsensus Reuters sebesar 212.000. Data pekan lalu tidak jauh dari level terendah sejak November 1969 yang dicapai pada pertengahan September, yakni sebesar 202.000. 

Kedua data di atas memberikan sinyal bahwa pasar tenaga kerja dan perekonomian AS memang masih berada di posisi yang solid. Artinya, cukup alasan bagi The Federal Reserve/The Fed untuk kembali menaikkan suku bunga acuan pada Desember. 

Kenaikan suku bunga acuan akan ikut menaikkan imbalan investasi di AS sehingga meningkatkan permintaan greenback. Peningkatan permintaan akan membuat dolar AS kian perkasa. 

Sementara dari eksternal, perkembangan global sedang kurang kondusif. Perdebatan soal anggaran negara di Italia semakin panas setelah Uni Eropa menyebut kebijakan fiskal Negeri Pizza tahun depan merupakan pelanggaran yang serius. 

Selain itu, hubungan AS-Arab Saudi juga menegang karena kasus hilangnya kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi di kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul (Turki). Presiden AS Donald Trump mulai percaya bahwa Khashoggi dibunuh di tempat itu. Trump pun tidak menerapkan sanksi tegas jika pembunuhan itu terbukti. 

Namun sentimen ini sepertinya tidak mempan di Asia. Pasalnya, ada angin segar yang berhembus lebih kuat dari China. 

Betul bahwa pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu melambat dari 6,6% pada kuartal II-2018 menjadi 6,5% pada kuartal III-2018. Laju pertumbuhan pada Juli-September 2018 itu adalah yang paling lambat sejak kuartal I-2009. 

Namun pemerintah China tidak tinggal diam. China Securities Regulatory Commission (CSRC) mengumumkan akan memberikan stimulus untuk menggairahkan pasar modal di sana. Liu Shiyu, Ketua CSRC, mengatakan akan mendorong lembaga pengelola dana (equity fund) untuk membeli lebih banyak saham di bursa. Kemudian, Liu pun menyatakan pihaknya akan mempermudah proses merger dan akuisisi. 

Sedangkan regulator perbankan dan asuransi China juga memberi insentif berupa kelonggaran berinvestasi bagi produk wealth management perbankan untuk langsung membeli saham. Ini akan menambah jumlah investor di pasar saham China. 

Angin surga dari China ini membuat investor global mulai melirik pasar keuangan Asia. Meski dolar AS masih perkasa, tetapi Asia juga menawarkan sesuatu yang menarik. 

Akibatnya arus modal mulai masuk ke pasar keuangan Benua Kuning, termasuk Indonesia. Di pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,14% pada penutupan perdagangan hari ini. Masih merah, tetapi jauh lebih baik dibandingkan koreksi 0,6% saat pembukaan. Aliran dana yang mulai masuk ini sedikit banyak membantu rupiah sehingga mampu berbalik menguat. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular