Dolar AS Tembus Rp 15.200, Rupiah Loyo di Spot dan Kurs Acuan
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 October 2018 10:38

Dolar AS memang masih perkasa. Pada pukul 10:15 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,06%.
Dolar AS mendapatkan tambahan momentum penguatan dari rilis data ekonomi di China. Biro Statistik Nasional China mencatat pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu pada kuartal III-2018 sebesar 6,5% year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6,6%.
Pencapaian pertumbuhan kuartal III juga di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan 6,6%. Pertumbuhan ekonomi 6,5% tersebut menjadi yang paling lambat sejak kuartal I-2009.
Data lain menyebutkan output produksi China tumbuh 5,8% YoY pada September. Ini merupakan laju paling lemah sejak Februari 2016.
Sepertinya China sudah merasakan dampak dari perang dagang dengan AS. Walau neraca perdagangan dengan AS masih surplus, tetapi kemungkinan itu lebih karena produsen di China menggenjot ekspor ke Negeri Paman Sam sebelum perang dagang menjadi lebih panas lagi. Istilahnya kejar tayang lah.
Sementara ekonomi AS sejauh ini tetap kuat. Angka pengangguran terus turun ke titik terendah sejak 1969 dan inflasi terakselerasi sedikit di atas 2% yang merupakan target The Federal Reserve/The Fed yang menandakan ada geliat permintaan.
Perkembangan ini menyebabkan investor semakin memburu dolar AS. Sebab dengan prospek ekonomi AS yang cerah, peluang The Fed untuk terus menaikkan suku bunga acuan semakin besar.
Kenaikan suku bunga acuan akan membuat berinvestasi di AS akan semakin menarik karena imbalannya akan ikut terangkat. Ini tentu membuat permintaan dolar AS meningkat sehingga nilainya menguat.
Selain itu, pasar juga dibuat bermain aman karena kondisi global yang sedang agak rawan. Dinamika kebijakan fiskal Italia dan hubungan AS-Arab Saudi yang berpotensi menegang membuat investor agak enggan mengambil risiko dan memilih menempatkan dana di aset aman seperti dolar AS. Lagi-lagi kian ada alasan untuk memburu mata uang ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Dolar AS mendapatkan tambahan momentum penguatan dari rilis data ekonomi di China. Biro Statistik Nasional China mencatat pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu pada kuartal III-2018 sebesar 6,5% year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6,6%.
Pencapaian pertumbuhan kuartal III juga di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan 6,6%. Pertumbuhan ekonomi 6,5% tersebut menjadi yang paling lambat sejak kuartal I-2009.
Sepertinya China sudah merasakan dampak dari perang dagang dengan AS. Walau neraca perdagangan dengan AS masih surplus, tetapi kemungkinan itu lebih karena produsen di China menggenjot ekspor ke Negeri Paman Sam sebelum perang dagang menjadi lebih panas lagi. Istilahnya kejar tayang lah.
Sementara ekonomi AS sejauh ini tetap kuat. Angka pengangguran terus turun ke titik terendah sejak 1969 dan inflasi terakselerasi sedikit di atas 2% yang merupakan target The Federal Reserve/The Fed yang menandakan ada geliat permintaan.
Perkembangan ini menyebabkan investor semakin memburu dolar AS. Sebab dengan prospek ekonomi AS yang cerah, peluang The Fed untuk terus menaikkan suku bunga acuan semakin besar.
Kenaikan suku bunga acuan akan membuat berinvestasi di AS akan semakin menarik karena imbalannya akan ikut terangkat. Ini tentu membuat permintaan dolar AS meningkat sehingga nilainya menguat.
Selain itu, pasar juga dibuat bermain aman karena kondisi global yang sedang agak rawan. Dinamika kebijakan fiskal Italia dan hubungan AS-Arab Saudi yang berpotensi menegang membuat investor agak enggan mengambil risiko dan memilih menempatkan dana di aset aman seperti dolar AS. Lagi-lagi kian ada alasan untuk memburu mata uang ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular