Mata Uang Asia Mulai Bangkit, Rupiah Belum Tersalip

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 October 2018 14:59
Mata Uang Asia Mulai Bangkit, Rupiah Belum Tersalip
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat. Mata uang Asia lainnya juga mulai kembali menguat, tetapi rupiah masih menjadi yang terbaik. 

Pada Rabu (17/10/2018), US$ 1 di pasar spot dihargai Rp 15.165. Kini rupiah menguat 0,2% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar spot, rupiah menguat 0,3%. Selepas itu, apresiasi rupiah terus tergerus meski tidak sampai merasakan zona merah. Bahkan kala mata uang Asia kompak melemah di hadapan dolar AS, rupiah masih perkasa.


Kini mata uang Benua Kuning mulai bangkit tetapi rupiah belum tersalip. Rupiah masih menjadi yang terbaik di Asia.
 

Salah satu mata uang yang keluar dari zona merah adalag ringgit Malaysia. Penyebabnya adalah ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang melonjak tajam. 

Survei yang dilakukan Reuters menyebutkan, ekspor CPO Negeri Jiran pada September adalah 1,65 juta ton. Angka ini melesat 50% dibandingkan bulan sebelumnya. 

Artinya, Malaysia akan menikmati aliran valas yang besar. Sokongan valas dari ekspor CPO bisa membantu penguatan mata uang ringgit. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 14:29 WIB: 

 

Dolar AS sejatinya masih menguat, tetapi dengan laju yang sedikit lebih lambat. Pada pukul 14:34 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,11%. 

Sepertinya dolar AS hanya sedang terimbas aksi ambil untung. Sudah hampir seharian ini Dollar Index menguat tanpa henti (sekarang pun masih menguat) sehingga sebagian investor tentu gatal ingin merealisasikan cuan. Aksi ambil untung terjadi, dan penguatan Dollar Index melambat. 

Namun investor belum bisa berpaling dari dolar AS. Permintaan terhadap mata uang ini masih meningkat seiring menebalnya keyakinan pelaku pasar bahwa The Federal Reserve/The Fed akan mempertahankan kebijakan kenaikan suku bunga secara gradual. 

Malam ini waktu Indonesia, The Fed akan merilis notulensi rapat (minutes of meeting) edisi September 2018. Investor akan menaruh notulensi ini di bawah kaca pembesar, mencari petunjuk yang lebih jelas mengenai arah kebijakan moneter ke depan. 

Dengan berbagai data ekonomi AS yang terus positif, maka The Fed sangat mungkin untuk terus bersikap hawkish. Kenaikan suku bunga acuan secara bertahap menjadi kebijakan yang akan terus dipertahankan. 

Oleh karena itu, sentimen positif masih memayungi greenback. Mata uang ini akan terus menjadi buruan utama selama The Fed mash dalam mode pengetatan moneter. 

Namun dengan penguatan yang semakin tegas, sepertinya rupiah bisa selamat hari ini. Kecuali kemudian ada aksi ambil untung yang signifikan, tampaknya rupiah bisa finis di jalur hijau. 

Sejauh ini, arus modal masih deras masuk ke Indonesia. Di pasar saham, investor asing membukukan beli bersih Rp 312,69 miliar pada pukul 14:45 WIB yang membantu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,71%. 

Di pasar obligasi, masuknya arus modal terlihat dari penurunan imbal hasil (yield) obligasi negara. Penurunan yield menandakan harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan. Yield obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun signifikan 11,1 basis poin (bps) ke 8,743%.  

Kemungkinan besar Bank Indonesia (BI) juga berperan besar menopang keperkasaan rupiah. Nanang Hendarsah, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, mengungkapkan bank sentral berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah. Selama ini BI melakukan stabilisasi di dua pasar yaitu valas dan obligasi pemerintah.

"BI sudah di market. Mekanisme pasar di pasar valas berjalan semakin baik," kata Nanang.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular