
Bos BEI Optimistis IHSG Kembali ke Level 6.000
Monica Wareza, CNBC Indonesia
17 October 2018 13:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) optimistis kinerja pasar saham berpotensi kembali bergerak positif yang didukung oleh data-data ekonomi yang mulai memaik, meskipun masih ada faktor eksternal yang menjadi penekan. Kondisi tersebut berpotensi mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 6.000 hingga akhir tahun.
Direktur Utama BEI Inarno Djayadi mengatakan dengan asumsi kondisi dalam negeri seperti saat ini masih ada peluang IHSG menguat. Kondisi tersebut dinilai dengan mengenyampingkan sentimen eksternal yang terus mengalami perubahan dan memengaruhi indeks dalam negeri.
"Banyak analis yang menyampaikan indeks bisa sampai ke 6.000, 6.100 bahkan 6.200 lagi cuma kalau kita konservatif mungkin bisa 6.000 bisa sampai ke sana dengan asumsi kondisi sekarang, jangan eksternal," kata Inarno di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (17/10).
Menurut dia, sentimen dari eksternal seperti agresifnya The Fed dan perang tarif yang terjadi antara Amerika dan China tak hanya memengaruhi kondisi pasar dalam negeri saja. Pasar saham global dinilai mengalami kondisi yang sama dengan Indonesia menanggapi sentimen tersebut.
"Sebetulnya itu (kenaikan suku bunga The Fed, suku bunga Bank Indonesia) adalah short term shock. Kalau misal kita kemarin mengikuti berita kemari di IMF meeting kan siapa yang tidak yakin dengan kondisi ekonomi Indonesia. Jadi memang ke depan kita bagus sekali," jelas dia.
Awal pekan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan hasil ekspor-impor serta neraca perdagangan periode September 2018. Ekspor September 2018 mencapai US$ 14,83 miliar atau tumbuh 1,7% (year on year). Sementara impor mencapai US$ 14,60 miliar atau tumbuh 14,18% (year on year). Hal ini menyebabkan surplus neraca perdagangan sebesar US$ 230 juta.
Pada September 2018, neraca perdagangan membalik tren defisit yang terjadi pada dua bulan sebelumnya. Pada Agustus 2018, neraca perdagangan tercatat defisit hingga US$ 0,94 miliar, turun dari bulan sebelumnya defisit US$ 2 miliar.
Perbaikan neraca perdagangan ini menjadi salah satu katalis yang menahan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Ini membuat investor lebih optimistis memandang pasar saham.
Selain itu, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga sudah menyepakati asumsi makro untuk 2019. Berikut perubahan asumsi ekonomi makro 2019 yang telah disepakati Banggar:
(hps/hps) Next Article Pasca Libur Lebaran, IHSG Anjlok
Direktur Utama BEI Inarno Djayadi mengatakan dengan asumsi kondisi dalam negeri seperti saat ini masih ada peluang IHSG menguat. Kondisi tersebut dinilai dengan mengenyampingkan sentimen eksternal yang terus mengalami perubahan dan memengaruhi indeks dalam negeri.
"Banyak analis yang menyampaikan indeks bisa sampai ke 6.000, 6.100 bahkan 6.200 lagi cuma kalau kita konservatif mungkin bisa 6.000 bisa sampai ke sana dengan asumsi kondisi sekarang, jangan eksternal," kata Inarno di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (17/10).
Menurut dia, sentimen dari eksternal seperti agresifnya The Fed dan perang tarif yang terjadi antara Amerika dan China tak hanya memengaruhi kondisi pasar dalam negeri saja. Pasar saham global dinilai mengalami kondisi yang sama dengan Indonesia menanggapi sentimen tersebut.
Awal pekan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan hasil ekspor-impor serta neraca perdagangan periode September 2018. Ekspor September 2018 mencapai US$ 14,83 miliar atau tumbuh 1,7% (year on year). Sementara impor mencapai US$ 14,60 miliar atau tumbuh 14,18% (year on year). Hal ini menyebabkan surplus neraca perdagangan sebesar US$ 230 juta.
Pada September 2018, neraca perdagangan membalik tren defisit yang terjadi pada dua bulan sebelumnya. Pada Agustus 2018, neraca perdagangan tercatat defisit hingga US$ 0,94 miliar, turun dari bulan sebelumnya defisit US$ 2 miliar.
Perbaikan neraca perdagangan ini menjadi salah satu katalis yang menahan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Ini membuat investor lebih optimistis memandang pasar saham.
Selain itu, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga sudah menyepakati asumsi makro untuk 2019. Berikut perubahan asumsi ekonomi makro 2019 yang telah disepakati Banggar:
- Pertumbuhan Ekonomi : 5,3%
- Inflasi : 3,5%
- Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan : 5,3%
- Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) : 15.000
- Harga Minyak Mentah (US$/Barel) : 70
- Lifting Minyak (Ribu Barel per Hari) : 775
- Lifting Gas (Ribu Barel Per Hari) : 1.250
- CostRecovery (miliar dolar) : 10,22
(hps/hps) Next Article Pasca Libur Lebaran, IHSG Anjlok
Most Popular