
Bursa Asia Kemarin Bak Laut Merah, Kini Jadi Padang Rumput
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 October 2018 08:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Asia yang kemarin bagai lautan merah kini seperti padang rumput. Warna hijau menghiasi papan perdagangan, pertanda bursa saham sedang menguat.
Pada Selasa (16/10/2018) pukul 08:44 WIB, indeks Nikkei 225 menguat 0,28%, Hang Seng naik 0,55%, Shanghai Composite maju 0,02%, Kospi bertambah 0,17%, dan Straits Times plus 0,07%. Pemandangan ini begitu kontras dengan kondisi penutupan perdagangan kemarin di mana Nikkei 225 anjlok 1,84%, Hang Seng terpangkas 1,65%, Shanghai Composite amblas 1,15%, Kospi melemah 0,87%, dan Straits Times terkoreksi 0,76%.
Sejauh ini bursa saham Benua Kuning belum tertular virus koreksi Wall Street. Pada dini hari tadi waktu AS, Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,35%, S&P 500 melemah 0,59%, dan Nasdaq Composite jatuh 1,24%.
Bursa saham Asia justru mampu memanfaatkan dolar Amerika Serikat (AS) yang sedang melemah. Pada pukul 08:51 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) masih terkoreksi 0,03%.
Penyebab pelemahan dolar AS adalah rilis data ekonomi AS yang kurang ciamik. Kementerian Perdagangan AS melaporkan penjualan ritel pada September mencatatkan pertumbuhan 0,1% month-to-month (MtM), meleset dari konsensus Reuters yang mengestimasikan kenaikan sebesar 0,6% MtM. Adapun secara year-on-year (YoY), pertumbuhan penjualan ritel mencapai 4,7% pada September, melambat cukup drastis dari 6,6% pada Agustus.
Data ini memunculkan persepsi bahwa laju permintaan di AS ternyata belum terlalu kencang, masih ada potensi perlambatan. Artinya, ada kemungkinan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi Negeri Adidaya tidak secepat yang diharapkan.
Oleh karena itu, muncul persepsi The Federal Reserve/The Fed tidak terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga (walau kemungkinannya amat sangat kecil). Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan 25 bps pada rapat The Fed 19 Desember adalah 78,1%. Sebelumnya, probabilitas kenaikan ini mencapai kisaran 80%.
Didorong peluang kenaikan suku bunga yang mengecil, dolar AS pun mundur teratur. Investor lebih memilih masuk ke instrumen yang memberikan keuntungan optimal, dan itu bisa didapat dari instrumen berisiko di Asia.
Arus modal yang mengalir deras masuk ke Benua Kuning membuat bursa saham utama menghijau. Semoga hal yang sama juga bisa terjadi saat bursa saham Indonesia dibuka pada pukul 09:00 WIB nanti.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!
Pada Selasa (16/10/2018) pukul 08:44 WIB, indeks Nikkei 225 menguat 0,28%, Hang Seng naik 0,55%, Shanghai Composite maju 0,02%, Kospi bertambah 0,17%, dan Straits Times plus 0,07%. Pemandangan ini begitu kontras dengan kondisi penutupan perdagangan kemarin di mana Nikkei 225 anjlok 1,84%, Hang Seng terpangkas 1,65%, Shanghai Composite amblas 1,15%, Kospi melemah 0,87%, dan Straits Times terkoreksi 0,76%.
Sejauh ini bursa saham Benua Kuning belum tertular virus koreksi Wall Street. Pada dini hari tadi waktu AS, Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,35%, S&P 500 melemah 0,59%, dan Nasdaq Composite jatuh 1,24%.
Penyebab pelemahan dolar AS adalah rilis data ekonomi AS yang kurang ciamik. Kementerian Perdagangan AS melaporkan penjualan ritel pada September mencatatkan pertumbuhan 0,1% month-to-month (MtM), meleset dari konsensus Reuters yang mengestimasikan kenaikan sebesar 0,6% MtM. Adapun secara year-on-year (YoY), pertumbuhan penjualan ritel mencapai 4,7% pada September, melambat cukup drastis dari 6,6% pada Agustus.
Data ini memunculkan persepsi bahwa laju permintaan di AS ternyata belum terlalu kencang, masih ada potensi perlambatan. Artinya, ada kemungkinan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi Negeri Adidaya tidak secepat yang diharapkan.
Oleh karena itu, muncul persepsi The Federal Reserve/The Fed tidak terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga (walau kemungkinannya amat sangat kecil). Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan 25 bps pada rapat The Fed 19 Desember adalah 78,1%. Sebelumnya, probabilitas kenaikan ini mencapai kisaran 80%.
Didorong peluang kenaikan suku bunga yang mengecil, dolar AS pun mundur teratur. Investor lebih memilih masuk ke instrumen yang memberikan keuntungan optimal, dan itu bisa didapat dari instrumen berisiko di Asia.
Arus modal yang mengalir deras masuk ke Benua Kuning membuat bursa saham utama menghijau. Semoga hal yang sama juga bisa terjadi saat bursa saham Indonesia dibuka pada pukul 09:00 WIB nanti.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular