Rupiah Terlemah Sepanjang Masa dan Terlemah di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 October 2018 09:25

Pasar valas dan pasar saham memang sedang ditinggalkan pelaku pasar. Kini, pasar obligasi yang sedang menjadi idola.
Tengah malam tadi waktu Indonesia, pemerintah AS melelang dua seri obligasi yaitu tenor 3 dan 10 tahun. Untuk tenor 3 tahun, jumlah yang dimenangkan adalah US$ 36 miliar. Sedangkan untuk tenor 10 tahun, pemerintah AS menyerap US$ 23 miliar.
Imbal hasil (yield) rata-rata tertimbang untuk tenor 3 tahun adalah 2,989%, tertinggi sejak Mei 2007. Sementara yield rata-rata tertimbang untuk tenor 10 tahun adalah 3,225%, tertinggi sejak Mei 2011. Siapa yang tidak tertarik?
Setelah lelang selesai, investor yang belum kebagian berburu obligasi di pasar sekunder karena tertarik dengan yield yang tinggi. Derasnya arus modal ke pasar obligasi malah kemudian menaikkan harga dan menarik yield ke bawah. Pada pukul 09:12 WIB, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 3,1535% atau turun 7,15 basis poin (bps) dibandingkan kemarin.
Arus modal yang terkonsentrasi ke pasar obligasi membuat pasar lainnya mengalami kekeringan. Bahkan tadi malam pun Wall Street mengalami koreksi parah. 'Kebakaran' di Wall Street menjalar sampai Asia. Pada pukul 09:07 WIB, indeks Nikkei 225 jeblok 3,64%, Hang Seng anjlok 3%, Shanghai Composite amblas 2,43%, Kospi anjlok 2,86%, Straits Times terpangkas 2,35%, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambrol 2,03%.
Namun ada pula faktor domestik yang membuat rupiah berada di posisi terlemah sepanjang sejarah dan terlemah di Asia. Sepertinya pasar kecewa karena pemerintah membatalkan keputusan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium.
Sedianya kemarin pemerintah menaikkan harga premium 6,98%. Namun 1 jam setelah diumumkan, keputusan itu dibatalkan dengan alasan menunggu kesiapan PT Pertamina.
Pelaku pasar telah cukup lama menyuarakan kenaikan harga BBM. Sebab kebijakan ini diharapkan mampu menekan konsumsi sehingga impornya berkurang. Impor migas memang menjadi beban berat dalam transaksi berjalan yang terus mengalami defisit sehingga membuat rupiah sulit menguat.
Saat rupiah sulit menguat, tentu investor cenderung menghindar. Sebab siapa yang mau memegang aset dengan prospek yang suram?
Dibatalkannya kenaikan harga BBM membuat pelaku pasar berekspektasi tekanan terhadap rupiah bisa terus terjadi. Oleh karena itu, rupiah kini sedang menjalani masa 'hukuman'.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Tengah malam tadi waktu Indonesia, pemerintah AS melelang dua seri obligasi yaitu tenor 3 dan 10 tahun. Untuk tenor 3 tahun, jumlah yang dimenangkan adalah US$ 36 miliar. Sedangkan untuk tenor 10 tahun, pemerintah AS menyerap US$ 23 miliar.
Imbal hasil (yield) rata-rata tertimbang untuk tenor 3 tahun adalah 2,989%, tertinggi sejak Mei 2007. Sementara yield rata-rata tertimbang untuk tenor 10 tahun adalah 3,225%, tertinggi sejak Mei 2011. Siapa yang tidak tertarik?
Arus modal yang terkonsentrasi ke pasar obligasi membuat pasar lainnya mengalami kekeringan. Bahkan tadi malam pun Wall Street mengalami koreksi parah. 'Kebakaran' di Wall Street menjalar sampai Asia. Pada pukul 09:07 WIB, indeks Nikkei 225 jeblok 3,64%, Hang Seng anjlok 3%, Shanghai Composite amblas 2,43%, Kospi anjlok 2,86%, Straits Times terpangkas 2,35%, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambrol 2,03%.
Namun ada pula faktor domestik yang membuat rupiah berada di posisi terlemah sepanjang sejarah dan terlemah di Asia. Sepertinya pasar kecewa karena pemerintah membatalkan keputusan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium.
Sedianya kemarin pemerintah menaikkan harga premium 6,98%. Namun 1 jam setelah diumumkan, keputusan itu dibatalkan dengan alasan menunggu kesiapan PT Pertamina.
Pelaku pasar telah cukup lama menyuarakan kenaikan harga BBM. Sebab kebijakan ini diharapkan mampu menekan konsumsi sehingga impornya berkurang. Impor migas memang menjadi beban berat dalam transaksi berjalan yang terus mengalami defisit sehingga membuat rupiah sulit menguat.
Saat rupiah sulit menguat, tentu investor cenderung menghindar. Sebab siapa yang mau memegang aset dengan prospek yang suram?
Dibatalkannya kenaikan harga BBM membuat pelaku pasar berekspektasi tekanan terhadap rupiah bisa terus terjadi. Oleh karena itu, rupiah kini sedang menjalani masa 'hukuman'.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular