
Yield Obligasi AS Merangkak Naik, Wall Street Kebakaran
Roy Franedya, CNBC Indonesia
11 October 2018 06:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Aksi jual melanda bursa saham Amerika Serikat (AS) Wall Street yang membuat indeks terkapar di zona merah pada penutupan bursa, Rabu (10/102018).
Mengutip Reuters, Dow Jones Industrial Average anjlok 2,2% (831,83 poin) menjadi 25.598,74. S&P 500 anjlok 3,29% (94,66 poin) menjadi 2,785.68 dan Nasdaq Composite 4,08% (315,97 poin) menjadi 7.422,05.
Bagi indeks S&P 500 koreksi ini merupakan yang terdalam sejak Februari 2018. Sedangkan bagi indeks Nasdaq menjadi koreksi harian terbesar sejak 24 Juni 2016.
Aksi jual saham yang terjadi Wall Street karena kenaikan yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun yang menjadi patokan menjadi 3,1921%. Yield untuk obligasi pemerintah bertenor 3 tahun baru-baru ini diperdagangkan di kisaran 3%. Kenaikan yield ini membuat persaingan return saham.
Kenaikan yield obligasi pemerintah AS didukung oleh data ekonomi AS yang baik yang telah memperkuat ekspektasi kenaikan suku bunga acuan sebanyak dua kali dalam 12 bulan ke depan oleh Federal Reserve.
Saham dan obligasi secara tradisional berjalan bertolak belakang, tetapi selama 10 tahun terakhir obligasi memiliki satu lengan terikat di belakang mereka sehingga pergerakan yield lambat, kata Jack Ablin, kepala investasi dan mitra pendiri di Cresset Wealth Advisors di Chicago.
"Obligasi jangka pendek semakin menjadi tempat menarik untuk hang out (bersantai)," katanya. "Status anak yatim piatu yang dinikmati pasar modal selama 10 tahun terakhir menghilang dan akhirnya mendapatkan beberapa persaingan dari pasar obligasi."
"S&P 500 terlihat sangat lemah dan negatif dan itu membuat investor takut," kata Michael Matousek, head treader di Investor Global AS. "Dengan pasar turun orang-orang meningkatkan alokasi mereka terhadap emas."
Indeks dolar turun 0,17%, dengan euro naik 0,25% menjadi $1,1518. Yen Jepang menguat 0,53 versus greenback di 112,36.
Harga minyak turun lebih dari 2% karena saham AS jatuh, meskipun pedagang energi khawatir tentang menyusutnya pasokan dari Iran karena sanksi AS dan terus mengawasi Badai Michael, yang menutup hampir 40 persen output Teluk Meksiko-AS.
(roy/roy) Next Article Gagal Pertahankan Reli Pekan Lalu, Wall Street Dibuka Melemah
Mengutip Reuters, Dow Jones Industrial Average anjlok 2,2% (831,83 poin) menjadi 25.598,74. S&P 500 anjlok 3,29% (94,66 poin) menjadi 2,785.68 dan Nasdaq Composite 4,08% (315,97 poin) menjadi 7.422,05.
Bagi indeks S&P 500 koreksi ini merupakan yang terdalam sejak Februari 2018. Sedangkan bagi indeks Nasdaq menjadi koreksi harian terbesar sejak 24 Juni 2016.
Saham dan obligasi secara tradisional berjalan bertolak belakang, tetapi selama 10 tahun terakhir obligasi memiliki satu lengan terikat di belakang mereka sehingga pergerakan yield lambat, kata Jack Ablin, kepala investasi dan mitra pendiri di Cresset Wealth Advisors di Chicago.
"Obligasi jangka pendek semakin menjadi tempat menarik untuk hang out (bersantai)," katanya. "Status anak yatim piatu yang dinikmati pasar modal selama 10 tahun terakhir menghilang dan akhirnya mendapatkan beberapa persaingan dari pasar obligasi."
"S&P 500 terlihat sangat lemah dan negatif dan itu membuat investor takut," kata Michael Matousek, head treader di Investor Global AS. "Dengan pasar turun orang-orang meningkatkan alokasi mereka terhadap emas."
Indeks dolar turun 0,17%, dengan euro naik 0,25% menjadi $1,1518. Yen Jepang menguat 0,53 versus greenback di 112,36.
Harga minyak turun lebih dari 2% karena saham AS jatuh, meskipun pedagang energi khawatir tentang menyusutnya pasokan dari Iran karena sanksi AS dan terus mengawasi Badai Michael, yang menutup hampir 40 persen output Teluk Meksiko-AS.
(roy/roy) Next Article Gagal Pertahankan Reli Pekan Lalu, Wall Street Dibuka Melemah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular