Rupiah Menguat di Kurs Acuan, Impas di Pasar Spot
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 October 2018 10:21

Dolar AS mengawal hari dengan pelemahan, seiring dengan penurunan imbal hasil (yield) obligasi. Pemerintah AS baru saja melelang beberapa seri obligasi jangka pendek. Arus modal yang masuk dalam lelang tersebut menaikkan harga obligasi sehingga yield terdorong turun.
Namun greenback mulai bangkit seiring pernyataan John Williams, Presiden The Fed Now York. Dalam pidatonya di Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia di Bali, Williams menyebutkan bahwa perekonomian AS terus menguat. Angka pengangguran Negeri Paman Sam terus turun hingga ke 3,7% pada September 2018, terendah sejak 1969. Inflasi juga sudah mencapai target di kisaran 2%.
Ke depan, Williams memperkirakan ekonomi AS akan terus kuat. Angka pengangguran akan semakin turun dan inflasi akan sedikit di atas 2%.
"Pertumbuhan ekonomi AS akan sekitar 3% pada tahun ini dan 2,5% pada 2019. Saya memperkirakan angka pengangguran akan turun ke 3,5% pada tahun depan, terendah dalam hampir 50 tahun. inflasi juga akan naik sedikit ke atas 2%," papar Williams.
Oleh karena itu, lanjut Williams, The Fed akan tetap pada mode menaikkan suku bunga acuan secara gradual. Menurutnya, posisi (stance) kebijakan suku bunga di AS sudah mengarah ke netral. Artinya suku bunga bukan lagi instrumen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Ke depan, saya tetap memperkirakan kenaikan suku bunga secara bertahap akan dilakukan. Ini akan mengarahkan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih berkelanjutan," sebutnya.
Pernyataan Williams cukup menjadi sinyal bahwa penguatan dolar AS masih akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Sebab jika The Fed masih terus menaikkan suku bunga, maka imbalan investasi di AS (terutama untuk instrumen berpendapatan tetap) bakal tetap menanjak. AS masih akan menjadi tempat investasi yang menarik, arus modal berkumpul di sana, dan dolar AS punya modal besar untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Namun greenback mulai bangkit seiring pernyataan John Williams, Presiden The Fed Now York. Dalam pidatonya di Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia di Bali, Williams menyebutkan bahwa perekonomian AS terus menguat. Angka pengangguran Negeri Paman Sam terus turun hingga ke 3,7% pada September 2018, terendah sejak 1969. Inflasi juga sudah mencapai target di kisaran 2%.
Ke depan, Williams memperkirakan ekonomi AS akan terus kuat. Angka pengangguran akan semakin turun dan inflasi akan sedikit di atas 2%.
Oleh karena itu, lanjut Williams, The Fed akan tetap pada mode menaikkan suku bunga acuan secara gradual. Menurutnya, posisi (stance) kebijakan suku bunga di AS sudah mengarah ke netral. Artinya suku bunga bukan lagi instrumen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Ke depan, saya tetap memperkirakan kenaikan suku bunga secara bertahap akan dilakukan. Ini akan mengarahkan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih berkelanjutan," sebutnya.
Pernyataan Williams cukup menjadi sinyal bahwa penguatan dolar AS masih akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Sebab jika The Fed masih terus menaikkan suku bunga, maka imbalan investasi di AS (terutama untuk instrumen berpendapatan tetap) bakal tetap menanjak. AS masih akan menjadi tempat investasi yang menarik, arus modal berkumpul di sana, dan dolar AS punya modal besar untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular