Rupiah Terlemah Sepanjang Masa di Kurs Acuan
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 October 2018 10:43

Dolar AS yang menguat lebih dari sepekan kini memasuki masa rehat. Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah tipis 0,01% pada pukul 10:15 WIB. Koreksi ini dapat dimaklumi, karena meski sekarang melemah Dollar Index masih menguat 0,26% dalam sepekan terakhir.
Aksi ambil untung sepertinya mulai menjangkiti greenback. Investor keluar sejenak dari dolar AS untuk merealisasikan laba yang sudah didapat.
Namun pelemahan dolar AS yang sangat terbatas membuktikan bahwa pelaku pasar masih belum rela jauh-jauh dari mata uang Negeri Paman Sam. Pasalnya pada 9 dan 10 Oktober waktu setempat, pemerintah AS akan menggelar lelang obligasi.
Saat ini obligasi AS sedang menjadi instrumen yang sangat seksi. Imbal hasil (yield) obligasi yang terus akan menjadi patokan dalam lelang berikutnya. Investor tentu memperkirakan akan ada kupon yang lebih tinggi yang diberikan dalam lelang.
Oleh karena itu, sepertinya permintaan dalam lelang obligasi pemerintah AS akan semarak. Permintaan dolar AS akan kembali meningkat karena butuh mata uang ini untuk membeli obligasi. Kenaikan permintaan terhadap greenback tentu akan menaikkan nilai tukarnya.
Meski dolar AS menginjak pedal rem, tetapi depresiasi rupiah terus melaju. Faktor domestik tentu bisa menjadi penyebabnya.
Akhir pekan lalu, Bank Indonesia (BI) merilis data cadangan devisa September sebesar US$ 114,85 miliar. Turun US$ 3,08 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Sejak awal tahun, cadangan devisa Indonesia sudah melorot US$ 17,13 miliar.
Cadangan devisa memang masih memadai dan di atas kecukupan internasional. Namun apabila terus berkurang, maka akan menimbulkan persepsi bahwa Indonesia semakin rentan menghadapi gejolak eksternal.
Selain itu, investor juga mencemaskan prospek transaksi berjalan (current account) Indonesia. Pada kuartal III-2018, kemungkinan transaksi berjalan masih akan defisit cukup lebar.
Pasalnya, neraca perdagangan pada Juli-Agustus defisit miliaran dolar AS dan berpeluang terulang pada September. Bahana Sekuritas memperkirakan neraca perdagangan September defisit US$ 1,2 miliar karena tingginya harga minyak.
"Kombinasi dari harga minyak yang tinggi plus pelemahan rupiah berarti neraca perdagangan Indonesia pada September sepertinya defisit setidaknya US$ 1,2 miliar," kata Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahan Sekuritas.
Neraca perdagangan yang defisit akan membebani transaksi berjalan yang menggambarkan ekspor-impor barang dan jasa. Tanpa pasokan devisa yang memadai, rupiah akan sulit menguat. Ini membuat investor cenderung menghindar, karena enggan memegang aset yang nilainya berisiko turun pada masa mendatang.
Akibatnya, rupiah masih tertekan meski dolar AS sedang berhenti menguat. Rupiah masih sulit melepaskan diri dari jeratan zona merah, karena beratnya beban sentimen domestik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Aksi ambil untung sepertinya mulai menjangkiti greenback. Investor keluar sejenak dari dolar AS untuk merealisasikan laba yang sudah didapat.
Namun pelemahan dolar AS yang sangat terbatas membuktikan bahwa pelaku pasar masih belum rela jauh-jauh dari mata uang Negeri Paman Sam. Pasalnya pada 9 dan 10 Oktober waktu setempat, pemerintah AS akan menggelar lelang obligasi.
Oleh karena itu, sepertinya permintaan dalam lelang obligasi pemerintah AS akan semarak. Permintaan dolar AS akan kembali meningkat karena butuh mata uang ini untuk membeli obligasi. Kenaikan permintaan terhadap greenback tentu akan menaikkan nilai tukarnya.
Meski dolar AS menginjak pedal rem, tetapi depresiasi rupiah terus melaju. Faktor domestik tentu bisa menjadi penyebabnya.
Akhir pekan lalu, Bank Indonesia (BI) merilis data cadangan devisa September sebesar US$ 114,85 miliar. Turun US$ 3,08 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Sejak awal tahun, cadangan devisa Indonesia sudah melorot US$ 17,13 miliar.
Cadangan devisa memang masih memadai dan di atas kecukupan internasional. Namun apabila terus berkurang, maka akan menimbulkan persepsi bahwa Indonesia semakin rentan menghadapi gejolak eksternal.
Selain itu, investor juga mencemaskan prospek transaksi berjalan (current account) Indonesia. Pada kuartal III-2018, kemungkinan transaksi berjalan masih akan defisit cukup lebar.
Pasalnya, neraca perdagangan pada Juli-Agustus defisit miliaran dolar AS dan berpeluang terulang pada September. Bahana Sekuritas memperkirakan neraca perdagangan September defisit US$ 1,2 miliar karena tingginya harga minyak.
"Kombinasi dari harga minyak yang tinggi plus pelemahan rupiah berarti neraca perdagangan Indonesia pada September sepertinya defisit setidaknya US$ 1,2 miliar," kata Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahan Sekuritas.
Neraca perdagangan yang defisit akan membebani transaksi berjalan yang menggambarkan ekspor-impor barang dan jasa. Tanpa pasokan devisa yang memadai, rupiah akan sulit menguat. Ini membuat investor cenderung menghindar, karena enggan memegang aset yang nilainya berisiko turun pada masa mendatang.
Akibatnya, rupiah masih tertekan meski dolar AS sedang berhenti menguat. Rupiah masih sulit melepaskan diri dari jeratan zona merah, karena beratnya beban sentimen domestik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular