
Investasi Hulu Migas Terus Anjlok di Era Jokowi, Ada Apa?
Raditya Hanung & Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
08 October 2018 18:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Investasi di sektor hulu migas masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) memegang tampuk kepemimpinan, nilai investasinya terus merosot.
Berdasarkan laporan tahunan 2017 yang dipublikasikan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), investasi di sektor hulu migas "hanya" mencapai US$10,07 miliar, atau menurun sekitar 9% dari realisasi di 2016. Jumlah itu juga hanya mencapai 88% dari target Revisi Rencana Kerja dan Anggaran tahun 2017.
Apabila ditelusuri secara historis, penurunan investasi sudah jadi penyakit menahun sejak memasuki tahun 2015. Di tahun pertama pemerintahan Jokowi tersebut, nilai investasi sektor hulu migas anjlok 23,19% dibandingkan capaian tahun 2014.
Penurunan itu terus berlanjut hingga tahun 2017 nilainya menjadi tinggal US$10,07 miliar. Performa itu berbanding terbalik dari nilai investasi yang terus menanjak pada periode 2010-2014.
Yang paling mengkhawirkan adalah penurunan tajam di investasi untuk kegiatan eksplorasi. Sebagai informasi, investasi untuk eksplorasi amat penting untuk pengembangan sektor hulu migas di masa depan, sekaligus memastikan ketersediaan energi untuk generasi mendatang.
Pada tahun lalu, investasi untuk kegiatan eksplorasi (plus administrasi) menurun hingga 86% ke angka US$200 juta saja, apabila dibandingkan capaian tahun 2013 yang mencapai US$1,39 miliar.
Lantas, apa yang menyebabkan penurunan investasi migas yang begitu dalam (khususnya untuk aktivitas eksplorasi) di masa pemerintahan Jokowi?
Faktor utama yang memengaruhi adalah penurunan harga minyak dunia yang signifikan sejak pertengahan 2014, bahkan hingga menyentuh level US$30/barel pada awal tahun 2016 lalu. Akibat harganya yang rendah, investor pun cenderung ogah-ogahan untuk berinvestasi di sektor migas.
Pada tahun 2017, sebenarnya harga sang emas hitam mulai pulih hingga menyentuh rata-rata tahunan sebesar US$54,78/barel. Namun, nampaknya nilai itu masih dianggap cukup rendah sehingga belum mampu menarik minat investor.
Terlebih, tantangan lainnya berasal dari prospek cadangan migas RI yang kini banyak terendap di wilayah timur Indonesia, khususnya di perairan laut dalam. Hal ini berarti secara teknis akan lebih sulit menemukan cadangan migas baru, sekaligus tingginya biaya yang dibutuhkan.
(NEXT)
Berdasarkan laporan tahunan 2017 yang dipublikasikan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), investasi di sektor hulu migas "hanya" mencapai US$10,07 miliar, atau menurun sekitar 9% dari realisasi di 2016. Jumlah itu juga hanya mencapai 88% dari target Revisi Rencana Kerja dan Anggaran tahun 2017.
Penurunan itu terus berlanjut hingga tahun 2017 nilainya menjadi tinggal US$10,07 miliar. Performa itu berbanding terbalik dari nilai investasi yang terus menanjak pada periode 2010-2014.
Yang paling mengkhawirkan adalah penurunan tajam di investasi untuk kegiatan eksplorasi. Sebagai informasi, investasi untuk eksplorasi amat penting untuk pengembangan sektor hulu migas di masa depan, sekaligus memastikan ketersediaan energi untuk generasi mendatang.
Pada tahun lalu, investasi untuk kegiatan eksplorasi (plus administrasi) menurun hingga 86% ke angka US$200 juta saja, apabila dibandingkan capaian tahun 2013 yang mencapai US$1,39 miliar.
Lantas, apa yang menyebabkan penurunan investasi migas yang begitu dalam (khususnya untuk aktivitas eksplorasi) di masa pemerintahan Jokowi?
Faktor utama yang memengaruhi adalah penurunan harga minyak dunia yang signifikan sejak pertengahan 2014, bahkan hingga menyentuh level US$30/barel pada awal tahun 2016 lalu. Akibat harganya yang rendah, investor pun cenderung ogah-ogahan untuk berinvestasi di sektor migas.
Pada tahun 2017, sebenarnya harga sang emas hitam mulai pulih hingga menyentuh rata-rata tahunan sebesar US$54,78/barel. Namun, nampaknya nilai itu masih dianggap cukup rendah sehingga belum mampu menarik minat investor.
Terlebih, tantangan lainnya berasal dari prospek cadangan migas RI yang kini banyak terendap di wilayah timur Indonesia, khususnya di perairan laut dalam. Hal ini berarti secara teknis akan lebih sulit menemukan cadangan migas baru, sekaligus tingginya biaya yang dibutuhkan.
(NEXT)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular