Kemarin Terpeleset, Kini Harga Minyak Terbang Lagi

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
05 October 2018 09:33
Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Desember 2018 naik 0,53% ke level US$85,03/barel hingga pukul 09.04 WIB hari ini.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga minyak jenis brent kontrak pengiriman Desember 2018 naik 0,53% ke level US$85,03/barel hingga pukul 09.04 WIB, pada perdagangan hari Jumat (5/10/2018). Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak November 2018 menguat 0,70% ke level US$74,85/barel.

Dengan pergerakan tersebut, harga minyak berhasil rebound pasca kemarin melemah cukup dalam. Pada penutupan perdagangan hari Kamis (4/10/2018), harga brent yang menjadi acuan di Eropa terkoreksi hingga 1,98%. Harga light sweet yang jadi acuan di Amerika Serikat (AS) malah jatuh nyaris 3%.

Koreksi harga sang emas hitam nampaknya hanya bertahan sehari. Pagi ini, harga komoditas energi utama dunia ini sudah menemukan kekuatannya kembali. Lagi-lagi sanksi AS terhadap Iran yang akan menyasar sektor perminyakan pada 4 November mendatang, masih menjadi sentimen utama yang menopang harga. 


Reli harga yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir nampaknya menggoda investor untuk mencairkan laba. Harga minyak pun terhempas ambil untung kemarin. Namun ambil untung tentu ada pemicunya. Kebetulan memang ada hal yang cocok untuk dijadikan alasan melepas komoditas ini.

Mengutip Reuters, laporan Genscape menyebutkan cadangan minyak AS di Cushing, Oklahoma, selama periode 28 September - 6 Oktober, naik sekitar 1,7 juta barel. Pasokan minyak akan bertambah, sehingga wajar jika harga bergerak ke bawah.

Selain itu, ada kabar bahwa Rusia dan Arab Saudi mencapai kesepakatan pribadi pada bulan September untuk meningkatkan produksi minyak, demi meredam kenaikan harga. Kedua negara menyampaikan hal itu pada AS sebelum pertemuan di Aljazair dengan produsen lainnya, kata empat sumber yang familiar dengan rencana tersebut.

Menteri Energi Saudi Khalid al-Falih bahkan sudah menyatakan bahwa negaranya telah menaikkan produksi ke angka 10,7 juta barel/hari pada Oktober, dan bahkan akan memasok minyak lebih banyak pada November. Rekor tertinggi produksi Negeri Padang Pasir ada di angka 10,72 juta barel/hari pada November 2016 lalu.

Namun, pelaku pasar nampaknya tetap berekspektasi pasokan minyak masih akan seret menyusul sanksi AS terhadap Teheran pada bulan depan. Pasalnya, investor masih belum yakin Saudi punya kapasitas yang cukup untuk menutup kejatuhan pasokan dari Negeri Persia. 

Pihak Iran sendiri yakin bahwa Rusia dan Saudi tidak akan mampu memproduksi cukup banyak minyak untuk menutupi jatuhnya ekspor minyak dari negaranya.

"Jika Iran terkena sanksi , harga akan naik, dan Rusia dan Arab Saudi tidak dapat melakukan apapun untuk memasok minyak tambahan ke pasar," ujar Gubernur OPEC dari Iran Hossein Kazempour Ardebili, seperti dikutip dari Reuters.

Persepsi masih seretnya pasokan tersebut lantas mampu kembali menopang harga minyak pada hari ini.
 
Sebagai informasi, pada puncaknya di 2018, Iran mengekspor 2,71 juta barel/hari, atau hampir 3% dari konsumsi harian minyak mentah global. Namun, mengutip data Refinitiv Eikon, ekspor Iran di September kini hanya tinggal 1,9 juta barel/hari, atau level terendahnya sejak pertengahan 2016.

(TIM RISET CNBC INDONESIA)

(RHG/RHG) Next Article Gara-gara Stok Minyak AS, Harga 'Emas Hitam' Galau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular