Rupiah & The Fed Bawa IHSG Rontok 2,08%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 October 2018 15:01
Pada pukul 14:33 WIB, IHSG anjlok hingga 2,08% ke level 5.745,8.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kian tak terbendung. Pada pukul 14:33 WIB, IHSG anjlok hingga 2,08% ke level 5.745,8.

Pelemahan rupiah yang kian dalam membuat investor semakin gencar melepas saham-saham di tanah air. Per akhir sesi 1, rupiah melemah 0,73% di pasar spot ke level 15.180/dolar AS. Kini, pelemahan rupiah sudah menyentuh 0,76% di level Rp 15.185/dolar AS. Sedikit lagi, rupiah akan menyentuh level psikologis lainnya yakni Rp 15.200/dolar AS.

5 saham dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG adalah: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-3,85%), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (-10,63%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-2,5%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-1,15%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-4,83%).

Faktor eksternal dan domestik sama-sama memukul rupiah. Dari sisi eksternal, penguatan dolar AS dipicu oleh positifnya rilis data ekonomi di Negeri Paman Sam. Kemarin (3/10/2018), angka penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian periode September versi Automatic Data Processing (ADP) diumumkan sebesar 230.000, mengalahkan konsensus yang sebesar 185.000 saja. Kemudian, ISM Non-Manufacturing PMI periode September diumumkan di level 61,6, juga mengalahkan konsensus yang sebesar 58.

Positifnya data tersebut tak hanya mengonfirmasi bahwa perekonomian AS sedang melaju kencang, namun juga mengindikasikan bahwa perang dagang yang tengah bergejolak dengan China beum memberi dampak signifikan.

Pada akhirnya, persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini oleh the Federal Reserve terus bisa dipertahankan di level yang tinggi. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 3 Oktober 2018, kemungkinan bahwa the Federal Reserve akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini adalah sebesar 78,1%, jauh lebih tinggi dibandingkan posisi 1 bulan sebelumnya yang sebesar 70,1%.

Dari dalam negeri, investor dibuat makin panik pasca Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengonfirmasi bahwa CAD akan menyentuh level 3% dari PDB pada tahun ini.

"Lihat komposisi impor, ini bisa calculate kalau ekonomi growing fast maka permintaan untuk dua komponen impor (barang modal dan barang setengah jadi) akan meningkat. Ini yang terjadi dalam 3 kuartal di 2018," kata Sri Mulyani dalam sebuah seminar Economic Outlook yang diselenggarakan UOB di Hotel Raffles, Rabu (3/10/2018).

"Ini yang terjadi di 2018, growth continue strong, tapi impor makin tajam. CAD dalam. Sampai akhir tahun 3% dari PDB," imbuh Menkeu.

Investor asing pun sangat gencar melakukan aksi jual, terlihat dari nilai jual bersih yang mencapai Rp 675 miliar. Dilihat dari sektornya, saham-saham perbankan menjadi yang paling banyak dilepas investor asing: PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dilepas Rp 165 miiar, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dilepas Rp 148,2 miliar, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dilepas Rp 76,5 miliar, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dilepas Rp 58,8 miliar.

Pelemahan rupiah yang begitu signifikan hingga menembus level psikologis Rp 15.100/dolar AS memantik kekhawatiran mengenai naiknya rasio kredit bermasalah/non-performing loan (NPL).

Selain itu, pelemahan rupiah yang terus terjadi sangat mungkin memaksa Bank Indonesia (BI) untuk kembali menaikkan suku bunga acuan. Kenaikan suku bunga acuan lebih lanjut tentu akan kian mendorong bank-bank di tanah air untuk menaikkan suku bunga simpanan yang pada akhirnya akan berujung kepada kenaikan suku bunga pinjaman. Padahal, penyaluran kredit bisa dibilang baru saja mulai menggeliat.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Analis : Net Sell Asing Hanya Bersifat Sementara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular