
Terlemah Sejak Krismon & Terlemah di ASEAN, Rupiah Kenapa?
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
04 October 2018 15:16

Masalah defisit merupakan hal klasik yang sudah dipahami oleh pemerintah. Tinggal cara-cara serta kebijakan apa yang ingin ditempuh untuk mengatasinya.
Sejauh ini kebijakan yang telah dilakukan yaitu pembatasan impor hingga penerapan B20. Namun, kebijakan nampaknya tidak memberikan efek cepat dalam mengatasi defisit yang ada.
Dari sisi impor misalnya, Menkeu menyatakan pembatasan impor belum ampuh sebab permintaanya masih tinggi utamanya barang modal dan setengah jadi.
"Lihat komposisi impor, ini bisa calculate kalau ekonomi growing fast maka permintaan untuk dua komponen impor akan meningkat. Ini yang terjadi dalam 3 kuartal di 2018," kata Sri Mulyani dalam sebuah seminar Economic Outlook yang diselenggarakan UOB di Hotel Raffles, Rabu (3/10/2018).
Sementara dari sisi penerapan B20 mengalami permasalahan di lapangan. Wakil Ketua Umum III Gapki Bidang Perdagangan dan Keberlanjutan Togar Sitanggang mengatakan, sejak awal Gapki sudah mengingatkan implementasi perluasan B20 untuk non-PSO sulit terealisasi dengan cepat.
"Pemerintah harus berikan waktu lebih untuk penyesuaian. Masalah waktu pengantaran cukup atau tidak itu relatif, satu hari pun kadang bisa cukup. Tapi itu semua kan tergantung dengan situasi dan kondisi logistik," ujar Togar di sela Eurocham Seminar on Sustainable Palm Oil di Jakarta, Kamis (27/9/2018).
Hambatan realisasi di lapangan menyebabkan penggunaan bahan bakar bercampur kelapa sawit tersebut jadi terhambat. Hal ini berpengaruh terhadap niatan pemerintah untuk mengurangi defisit neraca migas.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2018, Defisit migas Indonesia di tahun ini membengkak hampir dua kali lipat dibandingkan periode 2017
TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages
Most Popular