
Sambut IMF-WB Meeting, BI Luncurkan Buku Potensi Ekonomi RI
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
04 October 2018 13:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) pada hari ini, Kamis (4/10/2018) secara resmi meluncurkan buku bertajuk 'Realizing Indonesia Economic Potential' jelang penyelenggaraan pertemuan tahunan IMF-World Bank 2018.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menjelaskan secara rinci poin poin penting yang ada dalam buku yang ditulis oleh kontributor dari sejumlah negara termasuk Chatib Basri dan Suahasil Nazara.
"Ini dalam rangka menyambut pertemuan IMF - World Bank. Jadi bagaimana caranya potensi ekonomi Indonesia bisa terealisir," kata Mirza di kompleks bank sentral, Kamis (4/10/2018).
Dalam buku tersebut, menceritakan keberhasilan Indonesia melewati krisis yang pernah dialami pada periode 1997 - 1998. Bagaimana bauran kebijakan pemerintah maupun BI mampu meredam krisis.
"Terkait dengan pukulan moneter dulu di bawah koordinasi pemerintah, sekarang sejak independensi kebijakan moneter sekarang independen demi stabilitas," jelasnya.
Meski demikian, masih ada satu pekerjaan rumah yang harus dilakukan yaitu mengatasi masalah defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Persoalan tersebut, sampai saat ini belum bisa diselesaikan.
"Pada 2000 - 2010 [CAD] kita pernah surplus karena harga kelapa sawit tinggi, nikel tinggi sekali, timah tinggi sekali. Komoditi tinggi," ungkapnya.
"Tapi sekarang, sejak 2011 kita alami lagi seperti dulu. Ini yang buat kenapa supply valuta asing selalu kurang. Ini harus ditutup dari PMA yang utamanya dari orientasi ekspor," tegasnya.
Selama ini, hanya aliran modal portofolio yang mampu membiayai defisit transaksi berjalan. Namun, situasi global yang tak menentu membuat Indonesia kesulitan mendapatkan arus modal asing.
"Kenapa? Karena suku bunga masih naik terus. Selama masih naik terus, ekonomi AS jaya sendirian. Makanya portofolionya kembali ke AS," katanya.
"Tahun ini CAD bisa di atas US$ 25 miliar. Kalau tidak mau defisit, kita butuh US$ 25 miliar. Ini tantangan," jelasnya.
Namun, BI pun tak tinggal diam. Sejauh ini, bank sentral telah mengerek bunga acuan hingga 150 basis poin (bps) untuk menarik minat investor asing menanamkan modalnya di pasar keuangan domestik.
"Kita harus tunjukan kepada financial market bahwa kita tetap kompetitif dan kendalikan defisit impor barang dan jasa. [...] kapan volatility di emerging market selesai? Mudah-mudahan semester I tahun depan," katanya.
(dru) Next Article Dolar Rp16.200 BI Rate Naik Jadi 6,25%, Ini Alasannya!
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menjelaskan secara rinci poin poin penting yang ada dalam buku yang ditulis oleh kontributor dari sejumlah negara termasuk Chatib Basri dan Suahasil Nazara.
"Ini dalam rangka menyambut pertemuan IMF - World Bank. Jadi bagaimana caranya potensi ekonomi Indonesia bisa terealisir," kata Mirza di kompleks bank sentral, Kamis (4/10/2018).
"Terkait dengan pukulan moneter dulu di bawah koordinasi pemerintah, sekarang sejak independensi kebijakan moneter sekarang independen demi stabilitas," jelasnya.
Meski demikian, masih ada satu pekerjaan rumah yang harus dilakukan yaitu mengatasi masalah defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Persoalan tersebut, sampai saat ini belum bisa diselesaikan.
"Pada 2000 - 2010 [CAD] kita pernah surplus karena harga kelapa sawit tinggi, nikel tinggi sekali, timah tinggi sekali. Komoditi tinggi," ungkapnya.
"Tapi sekarang, sejak 2011 kita alami lagi seperti dulu. Ini yang buat kenapa supply valuta asing selalu kurang. Ini harus ditutup dari PMA yang utamanya dari orientasi ekspor," tegasnya.
Selama ini, hanya aliran modal portofolio yang mampu membiayai defisit transaksi berjalan. Namun, situasi global yang tak menentu membuat Indonesia kesulitan mendapatkan arus modal asing.
"Kenapa? Karena suku bunga masih naik terus. Selama masih naik terus, ekonomi AS jaya sendirian. Makanya portofolionya kembali ke AS," katanya.
"Tahun ini CAD bisa di atas US$ 25 miliar. Kalau tidak mau defisit, kita butuh US$ 25 miliar. Ini tantangan," jelasnya.
Namun, BI pun tak tinggal diam. Sejauh ini, bank sentral telah mengerek bunga acuan hingga 150 basis poin (bps) untuk menarik minat investor asing menanamkan modalnya di pasar keuangan domestik.
"Kita harus tunjukan kepada financial market bahwa kita tetap kompetitif dan kendalikan defisit impor barang dan jasa. [...] kapan volatility di emerging market selesai? Mudah-mudahan semester I tahun depan," katanya.
(dru) Next Article Dolar Rp16.200 BI Rate Naik Jadi 6,25%, Ini Alasannya!
Most Popular