Dolar AS Tembus Rp 15.100, Rupiah Masih Terlemah Sejak 1998
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 October 2018 08:39

Dolar AS memang tidak tertandingi. Pada pukul 08:24 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,32%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini sudah melompat 1,24%.
Sentimen positif terus bertiup ke arah dolar AS. Hari ini, angin sejuk datang dari rilis sejumlah data ekonomi yang hasilnya ciamik.
Berdasarkan survei ADP, perekonomian AS menciptakan 230.000 lapangan kerja sepanjang September. Ini adalah angka tertinggi sejak Februari.
Kemudian survei Institute of Supply Management (ISM) menyebutkan indeks aktivitas non-manufaktur pada September sebesar 61,6 atau naik 3,1 poin dibandingkan bulan sebelumnya. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak Agustus 1997.
Data-data ini semakin mempertegas klaim The Federal Reserve/The Fed bahwa ekonomi Negeri Paman Sam kini sedang dalam masa-masa indah. Angka pengangguran rendah, tetapi di saat yang sama inflasi juga terkendali.
Dalam sebuah seminar di Boston, Gubernur The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa prospek ekonomi AS sangat positif. Kondisi ini disebutnya cukup langka sepanjang sejarah Negeri Paman Sam.
Kelangkaan itu adalah angka pengangguran rendah, di bawah 4%, tetapi inflasi juga relatif terkendali. Peningkatan permintaan karena kenaikan pendapatan masyarakat tidak menyebabkan tekanan inflasi yang berlebihan, inflasi masih sehat.
"Ini kondisi yang unik dalam sejarah AS modern. Namun ini adalah bukti bahwa kita semua masih dalam masa-masa yang luar biasa. Kondisi yang baik bagi rumah tangga dan pebisnis juga tidak perlu cemas terhadap inflasi yang tinggi," papar Powell, dikutip dari Reuters.
Positifnya kinerja ekonomi Negeri Adidaya akan menyebabkan The Fed semakin yakin untuk menaikkan suku bunga acuan. Ini dilakukan agar perekonomian AS tidak bergerak liar, kebablasan, dan overheating. "Kenaikan suku bunga secara bertahap berarti menyeimbangkan risiko," ujar Powell.
Tidak haya Powell, pejabat lainnya pun mengonfirmasi bahwa kenaikan suku bunga sulit dihindari. "Masih layak bagi kami untuk menaikkan suku bunga secara gradual," kata Loretta Mester, Presiden The Fed Cleveland, dikutip dari Reuters.
"Kami bisa menaikkan suku bunga acuan sampai ke tingkat yang agak restriktif kemudian menahannya. Jalur kenaikan suku bunga sangat jelas," kata Charles Evans, Presiden The Fed Chicago, seperti dikutip dari Reuters.
Menurut CME Fedwatch, kemungkinan The Fed untuk menaikkan suku bunga 25 basis poin pada rapat 19 Desember mencapai 78,1%. Bahkan mulai ada peluang The Fed menaikkan suku bunga sampai 50 bps walau kecil di 3,7%.
Dengan bekal potensi kenaikan suku bunga acuan, dolar AS punya amunisi untuk kembali menyeruak. Sebab saat suku bunga acuan naik, imbalan investasi (terutama di instrumen berbasis pendapatan tetap) akan ikut terkerek. Tentu permintaan dolar AS akan naik dan mata uang ini semakin mahal alias menguat.
Oleh karena itu, rupiah masih harus berhati-hati, bahkan sangat hati-hati. Sebab dolar AS masih buas dan siap kembali menerkam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Sentimen positif terus bertiup ke arah dolar AS. Hari ini, angin sejuk datang dari rilis sejumlah data ekonomi yang hasilnya ciamik.
Berdasarkan survei ADP, perekonomian AS menciptakan 230.000 lapangan kerja sepanjang September. Ini adalah angka tertinggi sejak Februari.
Data-data ini semakin mempertegas klaim The Federal Reserve/The Fed bahwa ekonomi Negeri Paman Sam kini sedang dalam masa-masa indah. Angka pengangguran rendah, tetapi di saat yang sama inflasi juga terkendali.
Dalam sebuah seminar di Boston, Gubernur The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa prospek ekonomi AS sangat positif. Kondisi ini disebutnya cukup langka sepanjang sejarah Negeri Paman Sam.
Kelangkaan itu adalah angka pengangguran rendah, di bawah 4%, tetapi inflasi juga relatif terkendali. Peningkatan permintaan karena kenaikan pendapatan masyarakat tidak menyebabkan tekanan inflasi yang berlebihan, inflasi masih sehat.
"Ini kondisi yang unik dalam sejarah AS modern. Namun ini adalah bukti bahwa kita semua masih dalam masa-masa yang luar biasa. Kondisi yang baik bagi rumah tangga dan pebisnis juga tidak perlu cemas terhadap inflasi yang tinggi," papar Powell, dikutip dari Reuters.
Positifnya kinerja ekonomi Negeri Adidaya akan menyebabkan The Fed semakin yakin untuk menaikkan suku bunga acuan. Ini dilakukan agar perekonomian AS tidak bergerak liar, kebablasan, dan overheating. "Kenaikan suku bunga secara bertahap berarti menyeimbangkan risiko," ujar Powell.
Tidak haya Powell, pejabat lainnya pun mengonfirmasi bahwa kenaikan suku bunga sulit dihindari. "Masih layak bagi kami untuk menaikkan suku bunga secara gradual," kata Loretta Mester, Presiden The Fed Cleveland, dikutip dari Reuters.
"Kami bisa menaikkan suku bunga acuan sampai ke tingkat yang agak restriktif kemudian menahannya. Jalur kenaikan suku bunga sangat jelas," kata Charles Evans, Presiden The Fed Chicago, seperti dikutip dari Reuters.
Menurut CME Fedwatch, kemungkinan The Fed untuk menaikkan suku bunga 25 basis poin pada rapat 19 Desember mencapai 78,1%. Bahkan mulai ada peluang The Fed menaikkan suku bunga sampai 50 bps walau kecil di 3,7%.
Dengan bekal potensi kenaikan suku bunga acuan, dolar AS punya amunisi untuk kembali menyeruak. Sebab saat suku bunga acuan naik, imbalan investasi (terutama di instrumen berbasis pendapatan tetap) akan ikut terkerek. Tentu permintaan dolar AS akan naik dan mata uang ini semakin mahal alias menguat.
Oleh karena itu, rupiah masih harus berhati-hati, bahkan sangat hati-hati. Sebab dolar AS masih buas dan siap kembali menerkam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular