
Sri Mulyani Prediksi CAD di Atas 3%, Pasar Obligasi Nyungsep
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
03 October 2018 19:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini, pasar obligasi rupiah pemerintah tumbang setelah pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terhadap prediksi akhir tahun defisit neraca berjalan (CAD) yang tembus 3% PDB.
Data Reuters menunjukkan merosotnya harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus melambungkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Koreksi paling besar hari ini dialami oleh seri acuan 20 tahun, yang mengalami kenaikan yield sebesar 16 basis poin (bps) menjadi 8,72%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri acuan lain juga terkoreksi cukup dalam, yaitu seri 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun yang mengalami kenaikan yield 10 bps, 16 bps, dan 13 bps menjadi 8,04%, 8,25%, dan 8,72%.
Menkeu Sri Mulyani menyatakan pemerintah memprediksi tingkat CAD akan melewati batas psikologis 3% PDB pada akhir tahun akibat naiknya nilai impor.
Meskipun demikian, dia memastikan pemerintah akan menjaga CAD dan diupayakan tidak membengkak.
Hal ini dengan menggenjot ekspor dan menurunkan nilai impor.
Pernyataan tersebut seakan menggenjot transaksi jual pelaku pasar surat utang karena semakin menunjukkan ketidakmampuan pemerintah untuk menjaga tingkat CAD di bawah 3% PDB.
Aksi jual semakin meningkat hingga akhir sesi perdagangan sore sehingga memangkas harga dan sekaligus semakin melambungkan yield SBN di pasar.
Selain itu, sentimen Italia masih menjadi faktor yang membebani pasar investasi secara global karena masih menumbuhkan kekhawatiran investor.
Kekhawatiran itu akhirnya memicu investor asing tetap memilih instrumen investasi yang lebih aman dan menghindari instrumen investasi yang lebih berisiko seperti yang berasal dari negara berkembang seperti Indonesia.
Yield Obligasi Negara Acuan 3 Oct 2018
Sumber: Reuters
Koreksi pasar obligasi pemerintah yang signifikan hari ini juga tercermin pada harga obligasi wajarnya, yang tercemin oleh turunnya indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA).
Indek tersebut turun 0,85 poin (0,37%) menjadi 229,23 dari posisi kemarin 230,09.
Dengan pergerakan hari ini, selisih(spread) surat utang pemerintah AS (US Treasury) dengan SBN tenor 10 tahun mencapai 520 bps, melebar dibanding posisi tadi pagi 508 dan posisi kemarin 503.
Yield US Treasury 10 tahun mencapai 3,05%, yang mencerminkan adanya penguatan harga di pasar obligasi AS akibat investor mulai beralih ke obligasi sebagai aset yang lebih aman dibandingkan ke pasar saham.
Spread yang melebar, seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek karenainvestasi di pasar SBN rupiah saat ini menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya.
Porsi kepemilikan SBN oleh investor asing masih Rp 850,85 triliun, 36,89% dari total SBN Rp 2.306 triliun, berdasarkan data terakhir Kemenkeu per 28 September.
Posisi itu mencerminkan investor asing masih eksis di pasar rupiah domestik karena ada aliran dana positif asing senilai Rp 14,75 triliun sejak akhir 2017 hingga sekarang.
Koreksi hebat di pasar surat utang tersebut juga terjadi di pasar nilai tukar mata uang.
Dollar Index, yang menjadi acuan dolar AS terhadap mata uang dunia menguat hampir sepanjang hari, meskipun justru berbalik turun tipis pada akhir hari ini. Dollar Index turun 0,06% menjadi 95,447.
Hasilnya, rupiah pun masih melemah -0,2% menjadi Rp 15.070 per dolar AS. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,13% menjadi 5.867 pada penutupan tadi sore.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Data Reuters menunjukkan merosotnya harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus melambungkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Koreksi paling besar hari ini dialami oleh seri acuan 20 tahun, yang mengalami kenaikan yield sebesar 16 basis poin (bps) menjadi 8,72%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri acuan lain juga terkoreksi cukup dalam, yaitu seri 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun yang mengalami kenaikan yield 10 bps, 16 bps, dan 13 bps menjadi 8,04%, 8,25%, dan 8,72%.
Menkeu Sri Mulyani menyatakan pemerintah memprediksi tingkat CAD akan melewati batas psikologis 3% PDB pada akhir tahun akibat naiknya nilai impor.
Meskipun demikian, dia memastikan pemerintah akan menjaga CAD dan diupayakan tidak membengkak.
Hal ini dengan menggenjot ekspor dan menurunkan nilai impor.
Pernyataan tersebut seakan menggenjot transaksi jual pelaku pasar surat utang karena semakin menunjukkan ketidakmampuan pemerintah untuk menjaga tingkat CAD di bawah 3% PDB.
Aksi jual semakin meningkat hingga akhir sesi perdagangan sore sehingga memangkas harga dan sekaligus semakin melambungkan yield SBN di pasar.
Selain itu, sentimen Italia masih menjadi faktor yang membebani pasar investasi secara global karena masih menumbuhkan kekhawatiran investor.
Kekhawatiran itu akhirnya memicu investor asing tetap memilih instrumen investasi yang lebih aman dan menghindari instrumen investasi yang lebih berisiko seperti yang berasal dari negara berkembang seperti Indonesia.
Yield Obligasi Negara Acuan 3 Oct 2018
Seri | Benchmark | Yield 2 Okt 2018 (%) | Yield 3 Oct 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0063 | 5 tahun | 7.948 | 8.049 | 10.10 |
FR0064 | 10 tahun | 8.092 | 8.257 | 16.50 |
FR0065 | 15 tahun | 8.266 | 8.396 | 13.00 |
FR0075 | 20 tahun | 8.56 | 8.726 | 16.60 |
Avg movement | 14.05 |
Koreksi pasar obligasi pemerintah yang signifikan hari ini juga tercermin pada harga obligasi wajarnya, yang tercemin oleh turunnya indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA).
Indek tersebut turun 0,85 poin (0,37%) menjadi 229,23 dari posisi kemarin 230,09.
Dengan pergerakan hari ini, selisih(spread) surat utang pemerintah AS (US Treasury) dengan SBN tenor 10 tahun mencapai 520 bps, melebar dibanding posisi tadi pagi 508 dan posisi kemarin 503.
Yield US Treasury 10 tahun mencapai 3,05%, yang mencerminkan adanya penguatan harga di pasar obligasi AS akibat investor mulai beralih ke obligasi sebagai aset yang lebih aman dibandingkan ke pasar saham.
Spread yang melebar, seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek karenainvestasi di pasar SBN rupiah saat ini menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya.
Porsi kepemilikan SBN oleh investor asing masih Rp 850,85 triliun, 36,89% dari total SBN Rp 2.306 triliun, berdasarkan data terakhir Kemenkeu per 28 September.
Posisi itu mencerminkan investor asing masih eksis di pasar rupiah domestik karena ada aliran dana positif asing senilai Rp 14,75 triliun sejak akhir 2017 hingga sekarang.
Koreksi hebat di pasar surat utang tersebut juga terjadi di pasar nilai tukar mata uang.
Dollar Index, yang menjadi acuan dolar AS terhadap mata uang dunia menguat hampir sepanjang hari, meskipun justru berbalik turun tipis pada akhir hari ini. Dollar Index turun 0,06% menjadi 95,447.
Hasilnya, rupiah pun masih melemah -0,2% menjadi Rp 15.070 per dolar AS. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,13% menjadi 5.867 pada penutupan tadi sore.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Most Popular