Di Kurs Acuan, Rupiah Terlemah Sepanjang Sejarah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 October 2018 11:10
Di Kurs Acuan, Rupiah Terlemah Sepanjang Sejarah
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah di kurs acuan. Rupiah menyentuh posisi terlemahnya, dan untuk kali pertama dolar AS menyentuh kisaran Rp 15.000 sejak kurs acuan diperkenalkan pada 2013. 

Pada Rabu (3/10/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 15.088. Rupiah melemah 0,67% dibandingkan perdagangan hari sebelumnya.

Ini adalah kali pertama dolar AS menembus level Rp 15.000 di kurs acuan. Tidak hanya itu, rupiah juga di posisi terlemah sejak Jisdor diperkenalkan pada 20 Mei 2013. 

 

Sementara di kurs acuan, rupiah pun bernasib serupa. Pada pukul 10:38 WIB, US$ 1 dihargai Rp 15.077 di mana rupiah melemah 0,25%. 

Kala pembukaan pasar, rupiah melemah tipis 0,03%. Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin menjadi. 

Rupiah kini di posisi terlemah sepanjang 2018. Lebih jauh lagi, rupiah juga berada di titik terlemah sejak Juli 1998 atau 20 tahun yang lalu. Mungkin saat itu sebagian pembaca tulisan ini bahkan belum lahir. 

Sedangkan di Asia, keperkasaan dolar AS mulai terusik. Beberapa mata uang utama Asia bisa berbalik menguat di hadapan greenback. 

Dengan depresiasi 0,25%, rupiah jadi mata uang dengan pelemahan terdalam kedua di Benua Kuning. Sejauh ini rupiah hanya lebih baik ketimbang rupee India. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 10:42 WIB: 




Setelah reli lebih dari sepekan, akhirnya dolar AS menginjak pedal rem. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,21%. 

Mungkin ini adalah koreksi yang wajar karena indeks ini sudah menguat tajam. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index melesat 1,18% dan selama 6 bulan ke belakang sudah meroket 5,73%. Wajar apabila investor melepas dolar AS sesaat untuk merealisasikan cuan. 

Namun investor tetap perlu waspada karena sejatinya dolar AS masih punya amunisi untuk kembali menguat. Pasalnya, komentar positif kembali keluar dari mulut Jerome Powell, Gubernur The Federal Reserve/The Fed. 

Dalam sebuah seminar di Boston, Powell menyatakan bahwa prospek ekonomi AS sangat positif. Kondisi ini disebutnya cukup langka sepanjang sejarah Negeri Paman Sam. 

Kelangkaan itu adalah angka pengangguran rendah, di bawah 4%, tetapi inflasi juga relatif terkendali. Peningkatan permintaan karena kenaikan pendapatan masyarakat tidak menyebabkan tekanan inflasi yang berlebihan, inflasi masih sehat. 

"Ini kondisi yang unik dalam sejarah AS modern. Namun ini adalah bukti bahwa kita semua masih dalam masa-masa yang luar biasa. Kondisi yang baik bagi rumah tangga dan pebisnis juga tidak perlu cemas terhadap inflasi yang tinggi," papar Powell, dikutip dari Reuters. 

Untuk menjaga situasi tetap terkendali, lanjut Powell, The Fed akan meneruskan kebijakan kenaikan suku bunga acuan secara gradual. "Kenaikan suku bunga secara bertahap berarti menyeimbangkan risiko," ujarnya. 

Oleh karena itu, pelaku pasar kian yakin The Fed bakal menaikkan suku bunga acuan pada akhir tahun ini. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) pada rapat 19 Desember mencapai 78,1%. 

Dengan bekal potensi kenaikan suku bunga acuan, dolar AS masih punya amunisi untuk kembali menyeruak. Sebab saat suku bunga acuan naik, imbalan investasi (terutama di instrumen berbasis pendapatan tetap) akan ikut terkerek. Tentu permintaan dolar AS akan naik dan mata uang ini semakin mahal alias menguat.  

TIM RISET CNBC INDONESIA

 
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular