
Dolar AS Dekati Rp 15.000, IHSG Dibuka Naik Tipis
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 October 2018 09:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat tipis 0,04% ke level 5.947,25. IHSG lantas berhasil melawan pergerakan bursa saham utama kawasan Asia yang sebelumnya dibuka di zona merah: indeks Strait Times turun 0,21%, indeks Hang Seng turun 0,26%, dan indeks Kospi turun 0,03%.
Sementara itu, bursa saham China masih diliburkan seiring dengan perayaan National Day Golden Week.
Namun, penguatan IHSG yang begitu tipis perlu diwaspadai. IHSG bisa saja sewaktu-waktu berbalik ke zona merah. Terlebih, ada sentimen negatif yang menghantui.
Tercapainya kesepakatan antara AS dengan Kanada terkait kerangka baru dari North American Free Trade Agreement (NAFTA) membuat pelaku pasar optimis bahwa hal serupa juga dapat terjadi dengan China.
Namun, kini harapan itu seolah sirna. Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan bahwa diskusi dengan China di bidang perdagangan tidak berkembang. Kudlow bahkan berani menyebut bahwa kesepakatan dengan China tidak akan tercapai dalam waktu dekat.
"TIdak ada yang dekat (kesepakatan dagang) dengan China," papar Kudlow seperti dikutip dari CNBC International. "Saya rasa ada diskusi yang sedang berlangsung. Tidak, saya tak ingin mengatakan bahwa itu (kesepakatan dagang) sudah dekat."
Lebih lanjut, mantan anchor CNBC International itu menyebut bahwa Presiden AS Donald Trump tidak puas dengan perkembangan dari dialog dagang dengan China.
Saat ini, terlihat bahwa perekonomian AS dan China sama-sama sudah terdampak oleh perang dagang yang tengah terjadi. Pada hari minggu (30/9/2018), data Caixin Manufacturing PMI di China periode September diumumkan di level 50, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 50,5. Kemudian kemarin (1/10/2018), data ISM Manufacturing PMI di AS periode September diumumkan di level 59,8, lebih rendah dari ekspetasi yang sebesar 60,1.
Kemudian, sentimen negatif lainnya datang dari rupiah yang bergerak mendekati level psikologis Rp 15.000/dolar AS. Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah 0,52% di pasar spot ke level Rp 14.983/dolar AS. Price-in yang terus dilakukan pelaku pasar terkait dengan kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini oleh the Federal Reserve membuat dolar AS perkasa terhadap mata uang Garuda.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 1 Oktober 2018, kemungkinan bahwa the Federal Reserve akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini naik menjadi 80,1%, dari posisi per 28 September 2018 yang sebesar 74,4%.
Jika rupiah benar-benar menembus level psikologis Rp 15.000/dolar AS, investor asing bisa dipaksa angkat kaki dari bursa saham tanah air. Kini, investor asing masih melakukan beli bersih sebesar Rp 7,8 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(roy/roy) Next Article Perbankan Diproyeksi Tumbuh Stagnan
Sementara itu, bursa saham China masih diliburkan seiring dengan perayaan National Day Golden Week.
Namun, penguatan IHSG yang begitu tipis perlu diwaspadai. IHSG bisa saja sewaktu-waktu berbalik ke zona merah. Terlebih, ada sentimen negatif yang menghantui.
Namun, kini harapan itu seolah sirna. Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan bahwa diskusi dengan China di bidang perdagangan tidak berkembang. Kudlow bahkan berani menyebut bahwa kesepakatan dengan China tidak akan tercapai dalam waktu dekat.
"TIdak ada yang dekat (kesepakatan dagang) dengan China," papar Kudlow seperti dikutip dari CNBC International. "Saya rasa ada diskusi yang sedang berlangsung. Tidak, saya tak ingin mengatakan bahwa itu (kesepakatan dagang) sudah dekat."
Lebih lanjut, mantan anchor CNBC International itu menyebut bahwa Presiden AS Donald Trump tidak puas dengan perkembangan dari dialog dagang dengan China.
Saat ini, terlihat bahwa perekonomian AS dan China sama-sama sudah terdampak oleh perang dagang yang tengah terjadi. Pada hari minggu (30/9/2018), data Caixin Manufacturing PMI di China periode September diumumkan di level 50, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 50,5. Kemudian kemarin (1/10/2018), data ISM Manufacturing PMI di AS periode September diumumkan di level 59,8, lebih rendah dari ekspetasi yang sebesar 60,1.
Kemudian, sentimen negatif lainnya datang dari rupiah yang bergerak mendekati level psikologis Rp 15.000/dolar AS. Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah 0,52% di pasar spot ke level Rp 14.983/dolar AS. Price-in yang terus dilakukan pelaku pasar terkait dengan kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini oleh the Federal Reserve membuat dolar AS perkasa terhadap mata uang Garuda.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 1 Oktober 2018, kemungkinan bahwa the Federal Reserve akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini naik menjadi 80,1%, dari posisi per 28 September 2018 yang sebesar 74,4%.
Jika rupiah benar-benar menembus level psikologis Rp 15.000/dolar AS, investor asing bisa dipaksa angkat kaki dari bursa saham tanah air. Kini, investor asing masih melakukan beli bersih sebesar Rp 7,8 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(roy/roy) Next Article Perbankan Diproyeksi Tumbuh Stagnan
Most Popular