
2 Bulan Deflasi Berturut-Turut, Bagaimana Kondisi Ekonomi RI?
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
01 October 2018 17:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam dua bulan terakhir, Indonesia mengalami deflasi berturut-turut. Data terbaru yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2018, Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,18% atau terendah sejak April 2016.
Angka ini lebih tinggi dari konsensus tim CNBC Indonesia yang memperkirakan deflasi di kisaran 0,02% Month-to-Month (MtM) dan periode bulan Agustus sebesar 0,05% "Inflasi September menunjukkan adanya penurunan. Hasil pemantauan di 82 kota terjadi deflasi 0,18% di September 2018," kata Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS, Senin (1/10/2018).
Sementara dari inflasi inti sebagai pembentuk tingkat inflasi, juga mengalami penurunan ke level 2,82% Year-on-Year (YoY) dari sebelumnya 2,90% YoY Akibat penurunan ini, mengakibatkan tingkat inflasi tahunan berada di kisaran 3,055% YoY atau lebih rendah dari periode sebelumnya sebesar 3,20% YoY. Ini merupakan tingkat inflasi terendah sejak Agustus 2016 atau 2 tahun terakhir.
Penurunan inflasi utamanya memicu dua penilaian. Pertama, inflasi yang menurun mengindikasikan pemerintah berhasil mengontrol harga-harga bahan makanan di lapangan. Kedua, penurunan inflasi menjadi pertanda melemahnya daya beli/konsumsi masyarakat. Penurunan daya beli memang disebabkan turunnya inflasi inti sebagai pembentuk dari tingkat inflasi.
Saat inflasi inti turun bisa jadi persepsi jika permintaan masyarakat terhadap suatu barang bergerak lesu. Padahal, tingkat konsumsi berkontribusi terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 50% lebih. Terlebih di kuartal III ini, ancaman perlambatan ekonomi terbuka lebar.
Seperti yang diketahui, perhitungan PDB Indonesia mayoritas ditunjang oleh komponen konsumsi dan investasi. Dari sisi investasi misalnya kemungkinan realisasi investasi menurun cukup besar.
Data Badan Kebijakan Penanaman Modal (BKPM) per triwulan II-2018, investasi asing anjlok hingga 12,9% ke posisi Rp 95,7 triliun. Penurunan ini seiring dengan pelemahan rupiah yang terjadi pada periode tersebut. Masalahnya, pelemahan rupiah masih berlanjut hingga kuartal III ini. Maka, potensi investasi asing mengalami perlambatan cukup besar.
Jika ini terjadi, maka akan berpengaruh terhadap realisasi pertumbuhan PDB. Di pihak lain, jika konsumsi pada kuartal III juga ikut turun menurun, bisa dipastikan pertumbuhan ekonomi di periode tersebut akan lebih lambat dari periode kuartal II yang sebesar 5,27%
(NEXT)
Angka ini lebih tinggi dari konsensus tim CNBC Indonesia yang memperkirakan deflasi di kisaran 0,02% Month-to-Month (MtM) dan periode bulan Agustus sebesar 0,05% "Inflasi September menunjukkan adanya penurunan. Hasil pemantauan di 82 kota terjadi deflasi 0,18% di September 2018," kata Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS, Senin (1/10/2018).
Sementara dari inflasi inti sebagai pembentuk tingkat inflasi, juga mengalami penurunan ke level 2,82% Year-on-Year (YoY) dari sebelumnya 2,90% YoY Akibat penurunan ini, mengakibatkan tingkat inflasi tahunan berada di kisaran 3,055% YoY atau lebih rendah dari periode sebelumnya sebesar 3,20% YoY. Ini merupakan tingkat inflasi terendah sejak Agustus 2016 atau 2 tahun terakhir.
![]() |
Penurunan inflasi utamanya memicu dua penilaian. Pertama, inflasi yang menurun mengindikasikan pemerintah berhasil mengontrol harga-harga bahan makanan di lapangan. Kedua, penurunan inflasi menjadi pertanda melemahnya daya beli/konsumsi masyarakat. Penurunan daya beli memang disebabkan turunnya inflasi inti sebagai pembentuk dari tingkat inflasi.
Saat inflasi inti turun bisa jadi persepsi jika permintaan masyarakat terhadap suatu barang bergerak lesu. Padahal, tingkat konsumsi berkontribusi terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 50% lebih. Terlebih di kuartal III ini, ancaman perlambatan ekonomi terbuka lebar.
Seperti yang diketahui, perhitungan PDB Indonesia mayoritas ditunjang oleh komponen konsumsi dan investasi. Dari sisi investasi misalnya kemungkinan realisasi investasi menurun cukup besar.
Data Badan Kebijakan Penanaman Modal (BKPM) per triwulan II-2018, investasi asing anjlok hingga 12,9% ke posisi Rp 95,7 triliun. Penurunan ini seiring dengan pelemahan rupiah yang terjadi pada periode tersebut. Masalahnya, pelemahan rupiah masih berlanjut hingga kuartal III ini. Maka, potensi investasi asing mengalami perlambatan cukup besar.
Jika ini terjadi, maka akan berpengaruh terhadap realisasi pertumbuhan PDB. Di pihak lain, jika konsumsi pada kuartal III juga ikut turun menurun, bisa dipastikan pertumbuhan ekonomi di periode tersebut akan lebih lambat dari periode kuartal II yang sebesar 5,27%
(NEXT)
Next Page
Ada Arah Menuju Resesi?
Pages
Most Popular