BI Naikkan Bunga Acuan Tapi Rupiah Terlemah di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 September 2018 17:15
Kenaikan Bunga Acuan Tak Mampu Topang Rupiah
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Meski kurang bergigi di Asia, sesungguhnya dolar AS masih cukup perkasa. Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,32% pada pukul 14:46 WIB. 

Keperkasaan dolar AS datang dari kenaikan suku bunga acuan. Dini hari tadi waktu Indonesia, The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 2-2,25%.  

Akibat kenaikan ini, arus modal kembali merapat ke Negeri Paman Sam. Investor berharap akan ada kenaikan imbalan investasi (terutama yang berpendapatan tetap) karena suku bunga acuan naik. 

Namun di Asia sepertinya pamor dolar AS meredup. Sepertinya investor di Benua Kuning sudah tidak terkejut dengan keputusan The Fed. Sudah agak lama pelaku pasar memperkirakan ada kenaikan Federal Funds Rate pada September, bahkan terjadi lagi pada Desember. 

Kebijakan The Fed yang sudah terkalkulasi alias priced-in ini membuat penguatan dolar AS di Asia tertahan. Arus modal masih bersedia masuk ke pasar keuangan Benua Kuning sehingga memperkuat sebagian besar mata uang. 

Namun di Indonesia itu tidak berlaku. Rupiah masih saja melemah, bahkan menjadi yang terdalam di Asia. 

Padahal BI sudah memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan 25 bps ke 5,75%. Langkah ini sudah sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia. 


Akan tetapi, pelaku pasar masih enggan masuk ke pasar keuangan Indonesia meski ada iming-iming potensi kenaikan imbalan investasi. Di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih Rp 73,73 miliar. 

Jelang akhir kuartal III, sepertinya kekhawatiran terhadap transaksi berjalan (current account) menebal. Ada kemungkinan transaksi berjalan kuartal III-2018 kembali mencatat defisit yang dalam seperti kuartal sebelumnya yaitu 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). 

Artinya, ke depan rupiah masih berisiko melemah karena minimnya sokongan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Apalagi devisa dari portofolio keuangan (hot money) juga seret karena banyak tersedot ke AS. 

Dengan prospek rupiah yang agak mendung, investor tentu ragu untuk memegang rupiah dan instrumen berbasis mata uang ini. Akibatnya, rupiah yang sudah melemah justru semakin tertekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular