Bank Indonesia Imbangi The Fed, IHSG Melesat Nyaris 1%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 September 2018 16:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah tipis 0,03%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,95% ke level 5.929,22. Pergerakan IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,99%, indeks Strait Times turun 0,06%, indeks Shanghai turun 0,54%, dan indeks Hang Seng turun 0,36%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 8,27 triliun dengan volume sebanyak 11,64 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 349.083 kali.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG naik di antaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+2,33%), PT Gudang Garam Tbk /GGRM (+3,09%), PT Telekomunikasi Indonesia /TLKM (+1,13%), PT United Tractors Tbk /UNTR (+3,37%), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa/INTP (+5%).
Investor di bursa saham Benua Kuning merespon negatif hasil dari pertemuan bank sentral AS alias the Federal Reserve. Pada dini hari tadi, The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 2-2,5%. The Fed pun sudah melihat kebijakan suku bunga tidak lagi bersifat akomodatif, tetapi cenderung ketat.
Lebih lanjut, normalisasi pada tahun ini tetap diperkirakan belum selesai, melainkan masih ada 1 kali lagi yakni pada bulan Desember. Berdasarkan dot plot versi terbaru, jumlah anggota FOMC yang memperkirakan kenaikan suku bunga acuan pada akhir tahun naik menjadi 12 orang, dari yang hanya 8 orang pada bulan Juni lalu.
Memang, agresifnya The Fed dalam menormalisasi suku bunga acuan mencerminkan kuatnya laju perekonomian Negeri Paman Sam. Namun, normalisasi yang kelewat agresif dikhawatirkan bisa 'mematikan' perekonomian AS. Terlebih, risiko perang dagang masih kental terasa.
Berbicara di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Presiden AS Donald Trump pada hari Selasa (25/9/2018) membela perseteruan dagang yang dialami pemerintahannya. Ia menegaskan di hadapan para pemimpin dunia bahwa AS akan bertindak berdasarkan kepentingan nasionalnya bila merasa dicurangi.
"Kami tidak lagi menoleransi tindakan kejam seperti itu. Kami tidak akan mengizinkan para pekerja kami menjadi korban, perusahaan kami dicurangi, dan kesejahteraan kami dijarah dan dialihkan," kata Trump dalam pidatonya di markas PBB di New York, CNBC International melaporkan.
Peryataan Trump ini memberi indikasi bahwa dalam waktu dekat, pihaknya tak akan melunak dalam menghadapi perang dagang dengan China.
Tak hanya dengan China, perang dagang antara AS dengan tetangganya yakni Kanada juga kian panas. Kemarin (26/9/2018), Trump mengatakan bahwa dia telah menolak undangan dari pihak Kanada untuk melakukan dialog empat mata dengan Perdana Menteri Justin Trudeau. Trump mengatakan bahwa penolakannya didasari oleh sikap Trudeau yang tak mau mengalah dalam negosiasi terkait dengan perubahan North American Free Trade Agreement (NAFTA).
Sebelumnya pada hari Selasa, U.S. Trade Representative Robert Lighthizer mengatakan bahwa AS siap untuk menanadatangani kesepakatan NAFTA yang baru tanpa Kanada. AS berencana menandatangani kesepakatan baru NAFTA sebelum Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto meninggalkan posisinya pada 30 September mendatang.
Dari dalam negeri, sentimen negatif berupa hasil pertemuan the Fed berhasil diredam oleh keputusan Bank Indonesia (BI) yang mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps ke level 5,75%. Keputusan ini sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia. Lantas, sepanjang tahun ini suku bunga acuan sudah dikerek naik sebesar 150bps.
"Hasil RDG BI pada 26-27 September 2018 memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day RR sebesar 25 bps menjadi 5,75%," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo.
Normalisasi oleh BI membuat investor yakin bahwa kedepannya volatilitas rupiah bisa diredam. Akibatnya, aksi beli di pasar saham pun dilakukan.
Namun, ke depannya investor patut waspada dalam menyikapi kenaikan suku bunga acuan BI. Kenaikan suku bunga acuan lebih lanjut tentu akan kian mendorong bank-bank di tanah air untuk menaikkan suku bunga simpanan yang pada akhirnya akan berujung kepada kenaikan suku bunga pinjaman. Padahal, penyaluran kredit bisa dibilang baru saja mulai menggeliat.
Mengutip Reuters, penyaluran kredit bank komersial di Indonesia hanya tumbuh di kisaran satu-digit pada 4 bulan pertama tahun ini. Barulah pada periode Mei-Agustus, pertumbuhannya mencapai level dua-digit. Per Agustus 2018, pertumbuhannya adalah sebesar 12,12% YoY.
Kenaikan suku bunga pinjaman sangat mungkin membuat konsumen dan pelaku usaha menahan diri untuk menarik kredit. Khusus bagi pelaku usaha, kondisi perekonomian global memang sedang kurang kondusif untuk melakukan ekspansi. Pada akhirnya, ada kekhawatiran profitabilitas dari perbankan tak akan maksimal.
Jika saham-saham perbankan terkena aksi jual, maka IHSG bisa ikut diseret ke zona merah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/wed) Next Article IHSG Menguat Terbatas, Pasar Menanti Sentimen Suku Bunga
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 8,27 triliun dengan volume sebanyak 11,64 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 349.083 kali.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG naik di antaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+2,33%), PT Gudang Garam Tbk /GGRM (+3,09%), PT Telekomunikasi Indonesia /TLKM (+1,13%), PT United Tractors Tbk /UNTR (+3,37%), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa/INTP (+5%).
Lebih lanjut, normalisasi pada tahun ini tetap diperkirakan belum selesai, melainkan masih ada 1 kali lagi yakni pada bulan Desember. Berdasarkan dot plot versi terbaru, jumlah anggota FOMC yang memperkirakan kenaikan suku bunga acuan pada akhir tahun naik menjadi 12 orang, dari yang hanya 8 orang pada bulan Juni lalu.
Memang, agresifnya The Fed dalam menormalisasi suku bunga acuan mencerminkan kuatnya laju perekonomian Negeri Paman Sam. Namun, normalisasi yang kelewat agresif dikhawatirkan bisa 'mematikan' perekonomian AS. Terlebih, risiko perang dagang masih kental terasa.
Berbicara di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Presiden AS Donald Trump pada hari Selasa (25/9/2018) membela perseteruan dagang yang dialami pemerintahannya. Ia menegaskan di hadapan para pemimpin dunia bahwa AS akan bertindak berdasarkan kepentingan nasionalnya bila merasa dicurangi.
"Kami tidak lagi menoleransi tindakan kejam seperti itu. Kami tidak akan mengizinkan para pekerja kami menjadi korban, perusahaan kami dicurangi, dan kesejahteraan kami dijarah dan dialihkan," kata Trump dalam pidatonya di markas PBB di New York, CNBC International melaporkan.
Peryataan Trump ini memberi indikasi bahwa dalam waktu dekat, pihaknya tak akan melunak dalam menghadapi perang dagang dengan China.
Tak hanya dengan China, perang dagang antara AS dengan tetangganya yakni Kanada juga kian panas. Kemarin (26/9/2018), Trump mengatakan bahwa dia telah menolak undangan dari pihak Kanada untuk melakukan dialog empat mata dengan Perdana Menteri Justin Trudeau. Trump mengatakan bahwa penolakannya didasari oleh sikap Trudeau yang tak mau mengalah dalam negosiasi terkait dengan perubahan North American Free Trade Agreement (NAFTA).
Sebelumnya pada hari Selasa, U.S. Trade Representative Robert Lighthizer mengatakan bahwa AS siap untuk menanadatangani kesepakatan NAFTA yang baru tanpa Kanada. AS berencana menandatangani kesepakatan baru NAFTA sebelum Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto meninggalkan posisinya pada 30 September mendatang.
Dari dalam negeri, sentimen negatif berupa hasil pertemuan the Fed berhasil diredam oleh keputusan Bank Indonesia (BI) yang mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps ke level 5,75%. Keputusan ini sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia. Lantas, sepanjang tahun ini suku bunga acuan sudah dikerek naik sebesar 150bps.
"Hasil RDG BI pada 26-27 September 2018 memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day RR sebesar 25 bps menjadi 5,75%," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo.
Normalisasi oleh BI membuat investor yakin bahwa kedepannya volatilitas rupiah bisa diredam. Akibatnya, aksi beli di pasar saham pun dilakukan.
Namun, ke depannya investor patut waspada dalam menyikapi kenaikan suku bunga acuan BI. Kenaikan suku bunga acuan lebih lanjut tentu akan kian mendorong bank-bank di tanah air untuk menaikkan suku bunga simpanan yang pada akhirnya akan berujung kepada kenaikan suku bunga pinjaman. Padahal, penyaluran kredit bisa dibilang baru saja mulai menggeliat.
Mengutip Reuters, penyaluran kredit bank komersial di Indonesia hanya tumbuh di kisaran satu-digit pada 4 bulan pertama tahun ini. Barulah pada periode Mei-Agustus, pertumbuhannya mencapai level dua-digit. Per Agustus 2018, pertumbuhannya adalah sebesar 12,12% YoY.
Kenaikan suku bunga pinjaman sangat mungkin membuat konsumen dan pelaku usaha menahan diri untuk menarik kredit. Khusus bagi pelaku usaha, kondisi perekonomian global memang sedang kurang kondusif untuk melakukan ekspansi. Pada akhirnya, ada kekhawatiran profitabilitas dari perbankan tak akan maksimal.
Jika saham-saham perbankan terkena aksi jual, maka IHSG bisa ikut diseret ke zona merah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/wed) Next Article IHSG Menguat Terbatas, Pasar Menanti Sentimen Suku Bunga
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular