
Rizal Ramli Sebut Rupiah di Rp 15.000/US$ Baru Permulaan
Arys Aditya, CNBC Indonesia
26 September 2018 16:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan juga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli, mengungkapkan pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang mencapai Rp 15.000/US$ baru awalnya saja. Ke depan, pelemahan masih akan terjadi.
"Rupiah masih awalnya saja. Ini belum, baru awalnya saja Rp 15.000/US$. Sederhana ini, karena langkah Menteri-menteri ekonomi behind the curve," kata Rizal dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (26/9/2018).
Selain tingginya gejolak global seperti pembalikkan arus modal ke AS, langkah yang diambil pemerintah tak bisa mengantisipasi pelemahan rupiah. "Hanya BI yang ahead the curve, yang lain behind the curve," tuturnya.
"Contohnya kebijakan terbaru, tarif pajak naik 2,5%-7% untuk 1.147 komoditi. Itu kebanyakan komoditi ecek-ecek seperti lipstik, sabun," tuturnya.
"[Nilai] Impornya cuma US$ 5 miliar. Ini menyentuh pengusaha menengah. Ngga berani top 10 impor indonesia itu dilakukan pengurangan."
Rizal mencontohkan, harusnya pemerintah bisa mengurangi impor baja. Selama ini baja terus diimpor dari China dan ini menyebabkan produksi baja dalam negeri tak laku.
"Kurangi impor baja. Pabrik baja kita itu Krakatau Steel merugi, kalah sama banjir impor dari China ada kelebihan kapasitas. Mereka dumping juga. Harusnya juga dumping China ini tuntut di pengadilan," papar Rizal.
"Kalau itu dilakukan impor berkurang. Kemudian plastik juga ini sangat tinggi, vehicle dan peralatan mobil, tumbuhnya juga lumayan tinggi," ungkapnya lebih jauh.
Dengan cara tersebut, maka Rizal menyebut impor pasti terkendala dan defisit transaksi berjalan (CAD/Current Account Deficit) akan membaik. "Jadi jangan doyannya yang perintil. Di belakang curve," tegasnya.
(wed) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
"Rupiah masih awalnya saja. Ini belum, baru awalnya saja Rp 15.000/US$. Sederhana ini, karena langkah Menteri-menteri ekonomi behind the curve," kata Rizal dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (26/9/2018).
Selain tingginya gejolak global seperti pembalikkan arus modal ke AS, langkah yang diambil pemerintah tak bisa mengantisipasi pelemahan rupiah. "Hanya BI yang ahead the curve, yang lain behind the curve," tuturnya.
"[Nilai] Impornya cuma US$ 5 miliar. Ini menyentuh pengusaha menengah. Ngga berani top 10 impor indonesia itu dilakukan pengurangan."
Rizal mencontohkan, harusnya pemerintah bisa mengurangi impor baja. Selama ini baja terus diimpor dari China dan ini menyebabkan produksi baja dalam negeri tak laku.
"Kurangi impor baja. Pabrik baja kita itu Krakatau Steel merugi, kalah sama banjir impor dari China ada kelebihan kapasitas. Mereka dumping juga. Harusnya juga dumping China ini tuntut di pengadilan," papar Rizal.
"Kalau itu dilakukan impor berkurang. Kemudian plastik juga ini sangat tinggi, vehicle dan peralatan mobil, tumbuhnya juga lumayan tinggi," ungkapnya lebih jauh.
Dengan cara tersebut, maka Rizal menyebut impor pasti terkendala dan defisit transaksi berjalan (CAD/Current Account Deficit) akan membaik. "Jadi jangan doyannya yang perintil. Di belakang curve," tegasnya.
(wed) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Most Popular