
Rupiah Melemah, Yield Obligasi Pemerintah Naik
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
26 September 2018 10:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah terkoreksi tipis pada perdagangan hari ini, di tengah aksi tunggu pelaku pasar terhadap finalisasi penetapan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) nanti malam. Koreksi pasar obligasi pemerintah seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah.
Merujuk data Reuters, koreksi harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri yang paling terkoreksi adalah seri acuan 15 tahun yang mengalami penurunan 0,9 basis poin (bps) menjadi 8,43%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri lain yang juga terkoreksi adalah seri 5 tahun dan 10 tahun yang masing-masing mengalami penurunan yield 0,1 bps menjadi 8,23% dan 8,22%.
Seri acuan lain yaitu seri 20 tahun masih menguat dan membuat yield-nya turun 0,3 bps menjadi 8,68%. Koreksi tipis di pasar efek utang pemerintah saat ini mencerminkan pelaku pasar masih menunggu (wait & see) menjelang pertemuan bank sentral AS yaitu Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan menentukan kebijakan suku bunga.
Prediksi kemungkinan suku bunga AS akan naik 25 bps menjadi 2%-2,25% adalah 95%, berdasarkan survei CME Group. Di sisi lain hanya ada potensi kenaikan suku bunga SA sebesar 5% dalam survei tersebut dan tidak ada yang memprediksi suku bunga akan ditahan pada posisi yang sama pada 1,75%-2%.
Di dalam negeri, survei CNBC Indonesia menyatakan mayoritas pelaku pasar masih memprediksi Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga 25 bps menjadi 5,5%.
Yield Obligasi Negara Acuan 26 Sep 2018
Sumber: Reuters
Merujuk data Reuters, koreksi harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Seri yang paling terkoreksi adalah seri acuan 15 tahun yang mengalami penurunan 0,9 basis poin (bps) menjadi 8,43%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri lain yang juga terkoreksi adalah seri 5 tahun dan 10 tahun yang masing-masing mengalami penurunan yield 0,1 bps menjadi 8,23% dan 8,22%.
Seri acuan lain yaitu seri 20 tahun masih menguat dan membuat yield-nya turun 0,3 bps menjadi 8,68%. Koreksi tipis di pasar efek utang pemerintah saat ini mencerminkan pelaku pasar masih menunggu (wait & see) menjelang pertemuan bank sentral AS yaitu Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan menentukan kebijakan suku bunga.
Prediksi kemungkinan suku bunga AS akan naik 25 bps menjadi 2%-2,25% adalah 95%, berdasarkan survei CME Group. Di sisi lain hanya ada potensi kenaikan suku bunga SA sebesar 5% dalam survei tersebut dan tidak ada yang memprediksi suku bunga akan ditahan pada posisi yang sama pada 1,75%-2%.
Di dalam negeri, survei CNBC Indonesia menyatakan mayoritas pelaku pasar masih memprediksi Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga 25 bps menjadi 5,5%.
Yield Obligasi Negara Acuan 26 Sep 2018
Seri | Benchmark | Yield 25 Sep 2018 (%) | Yield 26 Sep 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0063 | 5 tahun | 8.229 | 8.23 | 0.10 |
FR0064 | 10 tahun | 8.227 | 8.228 | 0.10 |
FR0065 | 15 tahun | 8.424 | 8.433 | 0.90 |
FR0075 | 20 tahun | 8.688 | 8.685 | -0.30 |
Avg movement | 0.20 |
Next Page
Spread SBN dengan UST Masih Lebar
Pages
Most Popular