Rupiah Hari Ini: Terlemah Sejak 5 September, Terparah di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 September 2018 16:41
Rupiah Hari Ini: Terlemah Sejak 5 September, Terparah di Asia
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah pada perdagangan hari ini. Bahkan depresiasi rupiah menjadi yang terdalam di Asia. 

Pada Selasa (25/9/2018), US$ 1 dihargai Rp 14.915 saat penutupan pasar spot. Rupiah melemah 0,37% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. Ini merupakan posisi terlemah rupiah sejak 5 September.

Mengawali hari ini, rupiah sudah melemah 0,06%. Seiring perjalanan pasar, pelemahan rupiah semakin dalam. Bahkan dolar AS berhasil merangsek dan kembali ke level Rp 14.900.

Posisi terkuat rupiah hari ini ada di Rp 14.865/US$ yaitu kala pembukaan pasar spot. Sementara terlemahnya adalah Rp 14.915/US$, yang terjadi saat penutupan pasar. 

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah pada perdagangan hari ini: 

 

Rupiah senasib dengan mata uang Asia yang juga melemah terhadap dolar AS. Namun dengan pelemahan 0,37%, rupiah jadi mata uang dengan depresiasi paling dalam di Benua Kuning. 

Awalnya 'gelar' tersebut dipegang oleh rupee India. Namun sentimen positif dalam negeri berhasil mengangkat rupee, meski belum bisa menyentuh zona hijau. 

Mengutip Reuters, seorang pejabat Kementerian Keuangan India menyatakan Bank Sentral India (RBI) bisa membeli obligasi melalui operasi pasar terbuka untuk stabilisasi nilai tukar rupee.  

Tidak hanya itu, RBI juga dinilai punya ruang untuk menurunkan Cash Reserve Ratio (CRR) atau yang dikenal di Indonesia sebagai Giro Wajib Minimum (GWM). Penurunan CRR bisa membuat likuiditas bank lebih longgar sehingga menjadi stimulus bagi penyaluran kredit dan pertumbuhan ekonomi. Saat ini, CRR India adalah 4%. 

Kabar ini ampuh untuk mengurangi derita rupee yang sempat melemah di kisaran 0,6%. Meski masih melemah, tetapi depresiasi rupee sudah jauh berkurang.

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:16 WIB: 

 

Sejak kemarin, dolar AS memang sulit tertandingi. Jika kemarin greenback mendapat doping dari perang dagang AS vs China, maka hari ini obat kuatnya adalah kenaikan suku bunga acuan. 

Rapat The Federal Reserve/The Fed sudah di depan mata yaitu 26 September. Pelaku pasar memperkirakan The Fed menaikkan suku bunga acuan setidaknya 25 basis poin (bps). 

Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan untuk kenaikan suku bunga 25 bps menjadi 2-2,25% mencapai 93,8%. Sedangkan probabilitas kenaikan 50 bps menjadi 2,25-2,5% adalah 6,2%. Sudah tidak ada peluang untuk menahan suku bunga di 1,75-2%. 

Kenaikan suku bunga acuan akan membuat pasar keuangan AS semakin seksi, terutama di instrumen berpendapatan tetap. Imbalan investasi akan naik sehingga menanamkan modal di Negeri Adidaya kian menggiurkan. Akibatnya, arus modal pun berkerumun di sekitar dolar AS dan nilainya semakin mahal atau menguat. 

Dari dalam negeri, belum ada sentimen yang bisa mendukung rupiah. Investor sepertinya masih wait and see jelang pengumuman suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI). 

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memang memperkirakan BI akan menaikkan 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 5,75%. Namun suara pasar belum bulat, karena ada yang memperkirakan suku bunga ditahan di 5,5%. 


Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, menilai sebenarnya minim alasan BI harus menaikkan suku bunga. Perkembangan pasar keuangan dan ekonomi domestik masih baik, dan belum perlu pengetatan moneter lebih lanjut. 

"Bank sentral sudah ahead the curve. Dengan menahan suku bunga, Gubernur Perry Warjiyo akan mengirimkan sinyal yang kuat bahwa fundamental ekonomi Indonesia kuat. Tekanan jual yang dialami aset-aset keuangan Indonesia tidak bisa diselesaikan hanya dengan menaikkan suku bunga," tegas Satria. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular