
Pelemahan Rupiah Buat IHSG Tak Berdaya
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 September 2018 16:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,14% hingga akhir perdagangan ke level 5.874,3. Pergerakan IHSG berbanding terbalik dengan indeks Nikkei dan Strait Times yang diperdagangkan menguat, masing-masing sebesar 0,29% dan 0,54%. Sementara itu, perdagangan di bursa saham Korea Selatan dan Hong Kong pada hari ini diliburkan.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 5,41 triliun dengan volume sebanyak 8,75 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 312.873 kali.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG turun adalah: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-2,28%), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (-4,22%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-1,85%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-2,82%), dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk/TKIM (-3,57%).
Dari sisi eksternal, sentimen positif bagi bursa saham Benua Kuning datang dari tercapainya kesepakatan dagang antara AS dengan Korea Selatan. Pasca melakukan pertemuan bilateral kemarin sore (24/9/2018), Presiden AS Donald Trump dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in melakukan penandatanganan perjanjian dagang antar kedua negara yang disebut Trump sebagai sebuah kesepakatan yang sangat besar. Lebih lanjut, Trump menyebut perjanjian tersebut sebagai sesuatu yang adil dan saling menguntungkan. Perjanjian ini akan mengurangi defisit dagang AS dengan Korea Selatan dan memperbesar peluang ekspor produk-produk AS ke Negeri Ginseng seperti mobil, obat-obatan, dan produk agrikultur.
"Saya rasa petani kami akan sangat senang, dulu sangatlah terbatas dalam hal apa yang bisa mereka lakukan dan apa yang mereka bisa kirimkan dan sekarang ini adalah pasar terbuka dan mereka akan mengirimkan lebih banyak produk pertanian. (Ini) membuat saya merasa sangat senang, saya cinta petani kami," kata Trump yang kemudian menambahkan bahwa perjanjian dagang antar kedua negara akan memberi kesempatan bagi pabrikan mobil asal AS untuk mengekspor hingga 2 kali lipat ke Korea Selatan, seperti dikutip dari CNN.
Sayangnya, sentimen ini tak mampu dimanfaatkan IHSG untuk menguat lantaran rupiah yang terkapar. Hingga sore hari, rupiah melemah sebesar 0,37% di pasar spot ke level Rp 14.915/dolar AS. Pelaku pasar nampak memilih untuk bermain aman dengan memeluk dolar AS sembari menantikan keputusan dari bank sentral AS alias the Federal Reserve.
Pada 27 September dini hari waktu Indonesia nanti, the Fed akan mengumumkan tingkat suku bunga acuan terbarunya. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 25 September 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25bps pada pertemuan kali ini adalah sebesar 93,8%.
Bersamaan dengan pengumuman tingkat suku bunga acuan terbarunya, the Fed akan merilis dot plot versi terbaru. Sebagai catatan, dot plot merupakan sebuah survei dari anggota-anggota FOMC (Federal Open Market Committee) selaku pengambil keputusan terkait proyeksi mereka atas tingkat suku bunga acuan pada akhir tahun. Melalui dot plot versi terbaru, akan diketahui apakah semakin banyak anggota FOMC yang melihat kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini.
Lebih lanjut, data ekonomi AS yang belum lama ini dirilis memang mendukung normalisasi sebanyak 4 kali. Pada hari Jumat lalu (21/9/2018), Flash Manufacturing PMI periode September diumumkan di level 55,6, mengalahkan konsensus yang sebesar 55,1.
Dari dalam negeri, rupiah tertekan lantaran pelaku pasar merespon negatif mandeknya implementasi kebijakan bauran 20% minyak sawit di dalam bahan bakar solar alias B20. Kebijakan ini merupakan salah satu amunisi pemerintah untuk meredam pelemahan rupiah.
Kini, implementasi kebijakan B20 ternyata terbukti belum menyeluruh, seiring dengan kendala pada pasokan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang merupakan salah satu bahan pembuat biodiesel.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan bahwa dari 112 terminal BBM yang dimiliki perusahaan migas pelat merah ini, baru 69 yang sudah menerima penyaluran FAME. Sebagian besar daerah yang belum tersalurkan FAME berada di kawasan timur seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, dan Sulawesi.
Jika implementasi B20 belum menyeluruh, impor minyak akan sulit direm sehingga defisit neraca berjalan akan juga sulit untuk diredam.
Sisi positifnya, terlepas dari pelemahan rupiah, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 19,5 miliar. Padahal, pada akhir sesi 1, nilainya adalah jual bersih Rp 39,15 miliar. 5 besar saham yang paling banyak diburu investor asing adalah: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 68,5 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 35,4 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 13,6 miliar), PT BFI Finance Indonesia Tbk/BFIN (Rp 12,8 miliar), dan PT Matahari Department Store Tbk/LPPF (Rp 12,5 miliar).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pergerakan IHSG dan Rupiah Jelang Akhir Pekan
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 5,41 triliun dengan volume sebanyak 8,75 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 312.873 kali.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG turun adalah: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-2,28%), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (-4,22%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-1,85%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-2,82%), dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk/TKIM (-3,57%).
"Saya rasa petani kami akan sangat senang, dulu sangatlah terbatas dalam hal apa yang bisa mereka lakukan dan apa yang mereka bisa kirimkan dan sekarang ini adalah pasar terbuka dan mereka akan mengirimkan lebih banyak produk pertanian. (Ini) membuat saya merasa sangat senang, saya cinta petani kami," kata Trump yang kemudian menambahkan bahwa perjanjian dagang antar kedua negara akan memberi kesempatan bagi pabrikan mobil asal AS untuk mengekspor hingga 2 kali lipat ke Korea Selatan, seperti dikutip dari CNN.
Sayangnya, sentimen ini tak mampu dimanfaatkan IHSG untuk menguat lantaran rupiah yang terkapar. Hingga sore hari, rupiah melemah sebesar 0,37% di pasar spot ke level Rp 14.915/dolar AS. Pelaku pasar nampak memilih untuk bermain aman dengan memeluk dolar AS sembari menantikan keputusan dari bank sentral AS alias the Federal Reserve.
Pada 27 September dini hari waktu Indonesia nanti, the Fed akan mengumumkan tingkat suku bunga acuan terbarunya. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 25 September 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25bps pada pertemuan kali ini adalah sebesar 93,8%.
Bersamaan dengan pengumuman tingkat suku bunga acuan terbarunya, the Fed akan merilis dot plot versi terbaru. Sebagai catatan, dot plot merupakan sebuah survei dari anggota-anggota FOMC (Federal Open Market Committee) selaku pengambil keputusan terkait proyeksi mereka atas tingkat suku bunga acuan pada akhir tahun. Melalui dot plot versi terbaru, akan diketahui apakah semakin banyak anggota FOMC yang melihat kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini.
Lebih lanjut, data ekonomi AS yang belum lama ini dirilis memang mendukung normalisasi sebanyak 4 kali. Pada hari Jumat lalu (21/9/2018), Flash Manufacturing PMI periode September diumumkan di level 55,6, mengalahkan konsensus yang sebesar 55,1.
Dari dalam negeri, rupiah tertekan lantaran pelaku pasar merespon negatif mandeknya implementasi kebijakan bauran 20% minyak sawit di dalam bahan bakar solar alias B20. Kebijakan ini merupakan salah satu amunisi pemerintah untuk meredam pelemahan rupiah.
Kini, implementasi kebijakan B20 ternyata terbukti belum menyeluruh, seiring dengan kendala pada pasokan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang merupakan salah satu bahan pembuat biodiesel.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan bahwa dari 112 terminal BBM yang dimiliki perusahaan migas pelat merah ini, baru 69 yang sudah menerima penyaluran FAME. Sebagian besar daerah yang belum tersalurkan FAME berada di kawasan timur seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, dan Sulawesi.
Jika implementasi B20 belum menyeluruh, impor minyak akan sulit direm sehingga defisit neraca berjalan akan juga sulit untuk diredam.
Sisi positifnya, terlepas dari pelemahan rupiah, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 19,5 miliar. Padahal, pada akhir sesi 1, nilainya adalah jual bersih Rp 39,15 miliar. 5 besar saham yang paling banyak diburu investor asing adalah: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 68,5 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 35,4 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 13,6 miliar), PT BFI Finance Indonesia Tbk/BFIN (Rp 12,8 miliar), dan PT Matahari Department Store Tbk/LPPF (Rp 12,5 miliar).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pergerakan IHSG dan Rupiah Jelang Akhir Pekan
Most Popular