
Rupiah ke Rp 14.900 & Minyak Dunia US$ 80, APBN Bisa Jebol?
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
25 September 2018 13:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan pergerakan harga minyak jadi beban bagi fiskal negara. Hal ini bukan tanpa sebab, karena asumsi yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap dua indikator ini telah melenceng jauh. Pada APBN 2018, pemerintah menentukan asumsi kurs sebesar Rp 13.400/US$, sementara Indonesia Crude Price (ICP) sebesar US$ 48/barel.
Jika kita melihat kondisi hari ini (25/9/2018), posisi nilai tukar rupiah menembus posisi Rp 14.910/US$ dan harga minyak jenis Brent berada di posisi US$81,38/barel. Sementara rata-rata nilai tukar sejak awal tahun sebesar Rp 14.028/US$ dan harga minyak sebesar US$72,58/barel. Untuk nilai tukar, asumsi pemerintah telah melenceng hingga Rp 628/US$ dan harga minyak hingga US$ 24/barel.
Berdasarkan gambaran ini, jelas ancaman fiskal pemerintah semakin nyata. Berdasarkan konferensi pers APBN Kita edisi September minggu lalu, diketahui defisit anggaran pemerintah hingga Agustus 2018 mencapai Rp 150,7 triliun atau 1,02% dari PDB.
Defisit ini memang lebih kecil dibandingkan Agustus 2017 yang sebesar Rp 224,9 triliun. Sementara secara keseluruhan di tahun 2017, defisit anggaran mencapai Rp 345,84 triliun. Memang defisit yang dialami Indonesia saat ini lebih kecil, namun dengan kondisi pelemahan rupiah serta kenaikan harga minyak global menyebabkan defisit fiskal bengkak mendekati posisi di tahun 2017.
Guna mencegah defisit yang lebih besar, apa yang harus dilakukan pemerintah?
(NEXT)
Jika kita melihat kondisi hari ini (25/9/2018), posisi nilai tukar rupiah menembus posisi Rp 14.910/US$ dan harga minyak jenis Brent berada di posisi US$81,38/barel. Sementara rata-rata nilai tukar sejak awal tahun sebesar Rp 14.028/US$ dan harga minyak sebesar US$72,58/barel. Untuk nilai tukar, asumsi pemerintah telah melenceng hingga Rp 628/US$ dan harga minyak hingga US$ 24/barel.
Berdasarkan gambaran ini, jelas ancaman fiskal pemerintah semakin nyata. Berdasarkan konferensi pers APBN Kita edisi September minggu lalu, diketahui defisit anggaran pemerintah hingga Agustus 2018 mencapai Rp 150,7 triliun atau 1,02% dari PDB.
Defisit ini memang lebih kecil dibandingkan Agustus 2017 yang sebesar Rp 224,9 triliun. Sementara secara keseluruhan di tahun 2017, defisit anggaran mencapai Rp 345,84 triliun. Memang defisit yang dialami Indonesia saat ini lebih kecil, namun dengan kondisi pelemahan rupiah serta kenaikan harga minyak global menyebabkan defisit fiskal bengkak mendekati posisi di tahun 2017.
Guna mencegah defisit yang lebih besar, apa yang harus dilakukan pemerintah?
(NEXT)
Salah satu penyedot terbesar APBN adalah kegiatan impor. Seperti yang diketahui, neraca perdagangan Indonesia per Agustus 2018 kembali mengalami defisit hingga US$ 1,02 miliar. Defisit ini melengkapi tren yang dialami Indonesia sejak awal tahun. Terhitung hanya di bulan Maret dan Juli, Indonesia mengalami surplus perdagangan
Salah satu penyebab tingginya angka impor di bulan Agustus, permintaan terhadap minyak dan gas (migas). Pada periode ini, impor migas mencapai US$ 3,05 miliar. Secara keseluruhan dari Januari hingga Agustus 2018, neraca migas defisit hingga US$ 8,35 miliar. Nilai ini meningkat US$ 2,5 miliar dibandingkan periode yang sama di 2017 sebesar US$ 5,39 miliar.
Pelemahan rupiah dan kenaikan harga minyak, jelas membebani fiskal terutama dari sisi pemberian subsidi. Berdasarkan rilis APBN kita per September, realisasi subsidi minyak telah mencapai Rp 46,3 triliun atau 98,9% dari target yang ditetapkan APBN 2018.
Jelas ancaman subsidi jebol semakin nyata. Berbagai pihak telah menyarankan agar pemerintah menaikkan harga BBM guna mencegah jebolnya subdisi. Namun pemerintah tetap bersikukuh untuk tidak menerapkan kebijakan ini, terlebih saat ini bertepatan dengan tahun politis.
Apa ada cara lain yang bisa dilakukan pemerintah guna mencegah defisit anggaran membengkak? Mungkin mengurangi belanja pegawai bisa jadi pilihan.
Sepanjang Januari hingga Agustus 2018, belanja pegawai telah mencapai Rp 441,79 trilun. Pos ini merupakan yang terbesar dibandingkan pos-pos lain seperti belanja modal, barang hingga sosial. Sementara di APBN 2018, pemerintah mengalokasi belanja pegawai hingga Rp 847,44 triliun. Ini merupakan alokasi belanja terbesar di pos anggaran Pemerintah !
Hal ini tentu perlu dipertimbangkan kembali, bagaimana pemerintah lebih bijak mengalokasikan anggaran belanja pegawai guna menyelamatkan jebolnya subsidi. Di tengah tekanan kurs rupiah dan harga minyak serta ditambah pemerintah tidak ingin menaikkan harga BBM, mau tidak mau pengalokasian anggaran menjadi jalannya.
Jika tidak, defisit di tahun 2018 akan membengkak dan berimplikasi terhadap tidak sehatnya anggaran pemerintah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
TIM RISET CNBC INDONESIA
(alf/dru) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular