Dolar AS Tembus Rp 14.900, Koreksi IHSG Kian Dalam 0,41%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 September 2018 11:31
Pelemahan IHSG kian dalam seiring berjalannya waktu.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah 0,12%, pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kian dalam seiring berjalannya waktu. Kini, IHSG melemah sebesar 0,41% ke level 5.857,96. Beberapa saat sebelumnya, IHSG menyentuh titik terendahnya pada hari ini di level 5.850,75.

Nilai tukar rupiah yang kian terpuruk membuat investor kian gencar melepas saham-saham di tanah air. Kini, rupiah melemah hingga 0,34% di pasar spot ke level Rp 14.910/dolar AS. Pada menit-menit awal perdagangan, pelemahan rupiah hanya sebesar 0,2%. Pelaku pasar nampak memilih untuk bermain aman dengan memeluk dolar AS sembari menantikan keputusan dari bank sentral AS alias the Federal Reserve.

Pada 27 September dini hari waktu Indonesia nanti, the Fed akan mengumumkan tingkat suku bunga acuan terbarunya. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 23 September 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25bps pada pertemuan kali ini adalah sebesar 92%.

Bersamaan dengan pengumuman tingkat suku bunga acuan terbarunya, the Fed akan merilis dot plot versi terbaru. Sebagai catatan, dot plot merupakan sebuah survei dari anggota-anggota FOMC (Federal Open Market Committee) selaku pengambil keputusan terkait proyeksi mereka atas tingkat suku bunga acuan pada akhir tahun. Melalui dot plot versi terbaru, akan diketahui apakah semakin banyak anggota FOMC yang melihat kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini.

Lebih lanjut, data ekonomi AS yang belum lama ini dirilis memang mendukung normalisasi sebanyak 4 kali. Pada hari Jumat lalu (21/9/2018), Flash Manufacturing PMI periode September diumumkan di level 55,6, mengalahkan konsensus yang sebesar 55,1.

Dari dalam negeri, rupiah tertekan lantaran pelaku pasar merespon negatif mandeknya implementasi kebijakan bauran 20% minyak sawit di dalam bahan bakar solar alias B20. Kebijakan ini merupakan salah satu amunisi pemerintah untuk meredam pelemahan rupiah.

Kini, implementasi kebijakan B20 ternyata terbukti belum menyeluruh, seiring dengan kendala pada pasokan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang merupakan salah satu bahan pembuat biodiesel.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan bahwa dari 112 terminal BBM yang dimiliki perusahaan migas pelat merah ini, baru 69 yang sudah menerima penyaluran FAME. Sebagian besar daerah yang belum tersalurkan FAME berada di kawasan timur seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, dan Sulawesi.

Jika implementasi B20 belum menyeluruh, impor minyak akan sulit direm sehingga defisit neraca berjalan akan juga sulit untuk diredam.

Investor Asing Ikut Jualan
Aksi jual di pasar saham tanah air juga dilakukan oleh investor asing. Sempat membukukan beli bersih sekitar Rp 30 miliar pada awal perdagangan, kini investor asing tercatat membukukan jual bersih senilai Rp 5,97 miliar. Penyebabnya apalagi kalau bukan rupiah yang kian terpuruk.

5 besar saham yang paling banyak dilepas investor asing adalah: PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk/TKIM (Rp 21,9 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 18,7 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 14,5 miliar), PT Japfa Tbk/JPFA (Rp 11 miliar), dan PT Waskita Karya Tbk/WSKT (Rp 8,7 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pergerakan IHSG dan Rupiah Jelang Akhir Pekan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular