
Rupiah Menang Kali Ini, Bagaimana Pekan Depan?
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
21 September 2018 15:13

Jakarta, CNBC Indonesia- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam dua hari terakhir, menunjukkan tren penguatan. Dinamika perang dagang yang mulai mengendur, ditambah tindakan inisitatif sejumlah masyarakat yang menukarkan dolar AS menjadi sebagian obat kuat bagi rupiah.
Pada Jumat (21/9/2018) Pukul 14:17 WIB, US$ 1 dibanderol sebesar Rp 14.795 di pasar spot. Rupiah menguat 0,30% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin. Ini merupakan posisi terkuat sejak awal september 2018.
Tensi perang dagang antara AS dan China yang naik beberapa waktu lalu, sempat mengkhawatirkan sejumlah negara berkembang termasuk Indonesia. Keputusan Presiden AS Donald Trump mengenakan bea masuk tambahan, membuat pihak Beijing berang. Trump mengenakan tarif sebesar 10% atau senilai US$ 200 miliar bagi produk impor dari Negeri Tirai Bambu.
Langkah tersebut pun dibalas oleh China. Mereka berencana untuk mengenakan bea masuk senilai US$ 60 miliar bagi produk AS, dimulai pada tanggal yang sama. Aksi balas ini sontak mengkhawatirkan pasar. Akibatnya, mereka berbondong-bondong meninggalkan pasar keuangan negara Emerging Market. Namun, ketakukan tersebut mulai mengendur.
Pasalnya, kebijakan tarif yang dikenakan AS lebih kecil dari perkiraan sebelumnya yaitu 20%. Keputusan tersebut memunculkan spekulasi jika AS sebenarnya masih ingin merundingkan masalah perdagangan dengan China. Terlebih pada pekan lalu, pihak White House telah mengirimkan undangan perundingan.
Setidaknya dalam dua hari ini, belum lagi ada statement dari masing-masing pihak sehingga mengendurkan ketegangan yang ada. Hal ini mendorong investor kembali berani masuk ke pasar keuangan. Dalam dua hari terakhir, aliran modal asing ke Indonesia begitu deras. Di pasar saham misalnya, sejak kemarin hingga pukul 14:34 WIB, aksi beli bersih oleh investor asing telah mencapai Rp 678,48 miliar.
Obligasi negara pun ikut dilirik. Pergerakan yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun bergerak turun dalam dua hari terakhir. Terhitung yield turun sekitar 70 basis poin (bps), dari sebelumnya di 8,250% ke 8,189%. Penurunan yield mencerminkan permintaan meningkat, sehingga mendorong harganya naik dan yield turun.
(NEXT)
Pada Jumat (21/9/2018) Pukul 14:17 WIB, US$ 1 dibanderol sebesar Rp 14.795 di pasar spot. Rupiah menguat 0,30% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin. Ini merupakan posisi terkuat sejak awal september 2018.
Langkah tersebut pun dibalas oleh China. Mereka berencana untuk mengenakan bea masuk senilai US$ 60 miliar bagi produk AS, dimulai pada tanggal yang sama. Aksi balas ini sontak mengkhawatirkan pasar. Akibatnya, mereka berbondong-bondong meninggalkan pasar keuangan negara Emerging Market. Namun, ketakukan tersebut mulai mengendur.
Pasalnya, kebijakan tarif yang dikenakan AS lebih kecil dari perkiraan sebelumnya yaitu 20%. Keputusan tersebut memunculkan spekulasi jika AS sebenarnya masih ingin merundingkan masalah perdagangan dengan China. Terlebih pada pekan lalu, pihak White House telah mengirimkan undangan perundingan.
Setidaknya dalam dua hari ini, belum lagi ada statement dari masing-masing pihak sehingga mengendurkan ketegangan yang ada. Hal ini mendorong investor kembali berani masuk ke pasar keuangan. Dalam dua hari terakhir, aliran modal asing ke Indonesia begitu deras. Di pasar saham misalnya, sejak kemarin hingga pukul 14:34 WIB, aksi beli bersih oleh investor asing telah mencapai Rp 678,48 miliar.
Obligasi negara pun ikut dilirik. Pergerakan yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun bergerak turun dalam dua hari terakhir. Terhitung yield turun sekitar 70 basis poin (bps), dari sebelumnya di 8,250% ke 8,189%. Penurunan yield mencerminkan permintaan meningkat, sehingga mendorong harganya naik dan yield turun.
(NEXT)
Pages
Most Popular