Rupiah Menguat 3 Hari Beruntun di Kurs Acuan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 September 2018 10:32
Rupiah Menguat 3 Hari Beruntun di Kurs Acuan
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs acuan kembali menguat. Apresiasi rupiah di kurs acuan sudah terjadi selama 3 hari beruntun. 

Pada Jumat (21/9/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.824. Rupiah menguat 0,1% dibandingkan perdagangan hari sebelumnya. 

Penguatan hari ini menjadi yang ketiga secara beruntun. Dalam 2 hari perdagangan sebelumnya, rupiah menguat masing-masing 0,08% dan 0,38%. 

 

Sedangkan di pasar spot, rupiah masih menguat meski semakin menipis. Pada pukul 10:10 WIB, US$ 1 diperdagangkan di Rp 14.825 di mana rupiah menguat 0,1%. 

Kala pembukaan pasar, rupiah menguat 0,2%. Sesaat setelah pembukaan, penguatan rupiah sempat meninggi. Namun itu tidak berlangsung lama, karena kemudian apresiasi rupiah malah berkurang. 


Di pasar spot Asia, dolar AS masih cenderung melemah. Rupee India menjadi mata uang dengan kinerja terbaik, disusul oleh dolar Hong Kong dan ringgit Malaysia. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:13 WIB: 



Dolar AS memang masih tertekan. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah tipis 0,01%. Ini perlu diwaspadai, karena koreksi dolar AS semakin berkurang dan bisa berbalik menguat kapan saja. 

Mata uang Negeri Paman Sam terbeban oleh isu perang dagang AS vs China. Sebab, kini investor menilai perang dagang tersebut dampaknya tidak semenakutkan yang dikira. 

Awal pekan ini, Presiden AS Donald Trump mengumumkan bakal menerapkan bea masuk 10% baru bagi US$ 200 miliar importasi dari China, berlaku mulai 24 September. China juga membalas dengan bea masuk 10% bagi impor produk-produk AS senilai US$ 60 miliar, juga berlaku 24 September. 

Meski masih 'berbalas pantun', tetapi tarif yang dikenakan masing-masing negara lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. AS awalnya diperkirakan menerapkan bea masuk 25%, sementara China 20%.  

Oleh karena itu, pelaku pasar membaca bahwa bea masuk ini hanya gertakan jelang pertemuan AS-China. Pekan lalu, Washington dan Beijing mengonfirmasi akan mengadakan perundingan dagang dalam waktu dekat. 

Selain itu, isu perang dagang berbalik menjadi bumerang bagi dolar AS. Meski Trump selalu mengumandangkan slogan America First, tetapi Negeri Adidaya masih membutuhkan barang impor karena belum bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri. 

Apabila impor dari China semakin mahal karena pengenaan bea masuk, maka hasilnya adalah ekonomi biaya tinggi. Inflasi akan terakselerasi, sementara pertumbuhan industri dan investasi akan terancam. Akibatnya, prospek pertumbuhan ekonomi AS menjadi penuh tanda tanya. 

Sentimen ini yang membuat dolar AS sulit menguat beberapa hari terakhir. Rupiah dan berbagai mata uang Asia mampu memanfaatkan situasi ini dengan membukukan penguatan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular