
Rupiah Perkasa, Rencana Pasar NDF Domestik BI Diapresiasi?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 September 2018 14:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih bertahan di jalur pendakian. Sentimen positif dari dalam negeri turut mendukung performa mata uang Tanah Air.
Pada Kamis (20/9/2018) pukul 13:44 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.845 di pasar spot. Rupiah masih menguat 0,17% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Apresiasi rupiah memang menipis dibandingkan kala pembukaan pasar yang mencapai 0,34%. Namun dengan apresiasi 0,17% rupiah masih bertahan menjadi mata uang dengan penguatan tertajam di Asia.
Sebenarnya rupee India menguat lebih tajam, tetapi pasar keuangan Negeri Bollywood hari ini tutup memperingati Hari Ashura (10 hari setelah Tahun Baru Hijriah). Oleh karena itu, rupiah layak menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Benua Kuning untuk saat ini.
Sementara mata uang Asia lainnya juga mayoritas menguat di hadapan greenback. Namun, penguatan mata uang lainnya melorot lebih dalam, bahkan sudah ada yang melemah.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 13:54 WIB:
Dolar AS mulai mengumpulkan kekuatan setelah tertekan dalam 3 hari perdagangan terakhir. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah tipis 0,01%. Pelemahan Dollar Index semakin terbatas, dini hari tadi indeks ini terkoreksi sampai kisaran 0,2%.
Meski masih dihempas sentimen negatif dari perang dagang AS vs China, greenback masih punya modal untuk menguat. Kemarin malam, ada rilis data di AS yaitu pembangunan ruah baru (housing starts) yang tumbuh 9,2% secara tahunan menjadi 1,282 juta unit. Melampaui konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yaitu tumbuh 5,8% ke 1,235 juta unit.
Kenaikan ini mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat masih cukup tinggi, bahkan di saat naiknya suku bunga kredit perumahan di AS menyusul kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve/The Fed. Artinya, data ini bisa semakin memuluskan bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga acuan pada rapat bulan ini.
Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis pada rapat 26 September mencapai 94,4%. Sementara kemungkinan kenaikan 50 basis poin adalah 5,6%. Tidak ada ruang bagi probabilitas The Fed menahan suku bunga acuan di 1,75-2%.
Sentimen ini membuat pelaku pasar perlahan kembali merapat ke dolar AS. Akibatnya, greenback mulai bangun dari tidur meski belum sepenuhnya bangkit.
Namun, rupiah masih bisa bertahan di jalur penguatan dan bahkan menjadi yang terbaik di Asia. Bisa jadi penyebabnya adalah sentimen dari dalam negeri.
CNBC Indonesia memberitakan bahwa Bank Indonesia (BI) berencana untuk membuka pasar Non-Deliverable Forwards (NDF) di dalam negeri alias Domestik NDF (DNDF). Selama ini pasar NDF hanya ada di pusat-pusat finansial besar seperti New York, London, Hong Kong, dan Singapura.
NDF adalah instrumen yang menjual mata uang dalam rentang waktu tertentu. Biasanya ada kontrak 1 pekan, 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun.
Namun karena diperdagangkan di luar negeri, terkadang NDF dinilai kurang mencerminkan kondisi domestik. Rupiah selalu cenderung melemah saat diperdangkan di pasar NDF.
Berikut kurs dolar AS di pasar NDF pada pukul 14:13 WIB:
Kurs di NDF kemudian mempengaruhi pembentukan harga di pasar spot domestik, atau setidaknya membawa sentimen. Jika tidak ada intervensi BI, maka bukan tidak mungkin rupiah di pasar spot bergerak searah dengan NDF yang sangat melemah.
Oleh karena itu, BI datang dengan ide untuk membentuk pasar NDF di dalam negeri. DNDF akan lebih menggambarkan situasi domestik, karena dibentuk di dalam negeri.
Hal ini menjadi sentimen positif bagi rupiah, karena tidak bisa mudah diombang-ambing oleh pasar NDF luar negeri. Potensi rupiah untuk lebih stabil menjadi terbuka.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Pada Kamis (20/9/2018) pukul 13:44 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.845 di pasar spot. Rupiah masih menguat 0,17% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Apresiasi rupiah memang menipis dibandingkan kala pembukaan pasar yang mencapai 0,34%. Namun dengan apresiasi 0,17% rupiah masih bertahan menjadi mata uang dengan penguatan tertajam di Asia.
Sementara mata uang Asia lainnya juga mayoritas menguat di hadapan greenback. Namun, penguatan mata uang lainnya melorot lebih dalam, bahkan sudah ada yang melemah.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 13:54 WIB:
Mata Uang | Kurs | Perubahan (%) |
USD/JPY | 112.17 | (0.11) |
USD/CNY | 6.85 | 0.05 |
USD/KRW | 1,120.35 | 0.21 |
USD/TWD | 30.78 | 0.12 |
USD/HKD | 7.84 | (0.01) |
USD/INR | 72.35 | (0.48) |
USD/MYR | 4.13 | (0.16) |
USD/SGD | 1.37 | (0.03) |
USD/THB | 32.38 | (0.06) |
USD/PHP | 54.06 | 0.32 |
Dolar AS mulai mengumpulkan kekuatan setelah tertekan dalam 3 hari perdagangan terakhir. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah tipis 0,01%. Pelemahan Dollar Index semakin terbatas, dini hari tadi indeks ini terkoreksi sampai kisaran 0,2%.
Meski masih dihempas sentimen negatif dari perang dagang AS vs China, greenback masih punya modal untuk menguat. Kemarin malam, ada rilis data di AS yaitu pembangunan ruah baru (housing starts) yang tumbuh 9,2% secara tahunan menjadi 1,282 juta unit. Melampaui konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yaitu tumbuh 5,8% ke 1,235 juta unit.
Kenaikan ini mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat masih cukup tinggi, bahkan di saat naiknya suku bunga kredit perumahan di AS menyusul kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve/The Fed. Artinya, data ini bisa semakin memuluskan bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga acuan pada rapat bulan ini.
Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis pada rapat 26 September mencapai 94,4%. Sementara kemungkinan kenaikan 50 basis poin adalah 5,6%. Tidak ada ruang bagi probabilitas The Fed menahan suku bunga acuan di 1,75-2%.
Sentimen ini membuat pelaku pasar perlahan kembali merapat ke dolar AS. Akibatnya, greenback mulai bangun dari tidur meski belum sepenuhnya bangkit.
Namun, rupiah masih bisa bertahan di jalur penguatan dan bahkan menjadi yang terbaik di Asia. Bisa jadi penyebabnya adalah sentimen dari dalam negeri.
CNBC Indonesia memberitakan bahwa Bank Indonesia (BI) berencana untuk membuka pasar Non-Deliverable Forwards (NDF) di dalam negeri alias Domestik NDF (DNDF). Selama ini pasar NDF hanya ada di pusat-pusat finansial besar seperti New York, London, Hong Kong, dan Singapura.
NDF adalah instrumen yang menjual mata uang dalam rentang waktu tertentu. Biasanya ada kontrak 1 pekan, 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun.
Namun karena diperdagangkan di luar negeri, terkadang NDF dinilai kurang mencerminkan kondisi domestik. Rupiah selalu cenderung melemah saat diperdangkan di pasar NDF.
Berikut kurs dolar AS di pasar NDF pada pukul 14:13 WIB:
Periode | Kurs |
1 Pekan | Rp 14.841 |
1 Bulan | Rp 14.913 |
2 Bulan | Rp 14.988 |
3 Bulan | Rp 15.068 |
6 Bulan | Rp 15.303 |
9 Bulan | Rp 15.528 |
1 Tahun | Rp 15.743 |
2 Tahun | Rp 16.509,5 |
Kurs di NDF kemudian mempengaruhi pembentukan harga di pasar spot domestik, atau setidaknya membawa sentimen. Jika tidak ada intervensi BI, maka bukan tidak mungkin rupiah di pasar spot bergerak searah dengan NDF yang sangat melemah.
Oleh karena itu, BI datang dengan ide untuk membentuk pasar NDF di dalam negeri. DNDF akan lebih menggambarkan situasi domestik, karena dibentuk di dalam negeri.
Hal ini menjadi sentimen positif bagi rupiah, karena tidak bisa mudah diombang-ambing oleh pasar NDF luar negeri. Potensi rupiah untuk lebih stabil menjadi terbuka.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Most Popular