Rupiah Bangkit, Jadi Terbaik Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 September 2018 08:27
Rupiah Bangkit, Jadi Terbaik Kedua di Asia
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan pagi ini. Setelah kemarin gagal, sepertinya rupiah mulai mampu memanfaatkan situasi dolar AS yang sedang tertekan. 

Pada  Kamis (20/9/2018), US$ 1 dihargai Rp 14.820 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,34% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.  

Seiring perjalanan pasar, rupiah masih menguat. Pada pukul 08:12 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.822 di mana rupiah menguat 0,32%. 

Kemarin, rupiah ditutup melemah 0,13%. Rupiah menjadi mata uang dengan depresiasi terdalam di Asia, karena mata uang lainnya mayoritas menguat. 


Namun hari ini, rupiah mampu bergerak searah dengan mata uang utama Benua Kuning. Dengan apresiasi 0,32%, bahkan rupiah mampu menjadi mata uang dengan penguatan tertinggi kedua di Asia. Rupiah hanya kalah dari rupee India. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 08:10 WIB: 

 

Rupiah dkk di Asia mampu memanfaatkan tekanan yang dialami dolar AS. Pada pukul 08:13 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan kurs dolar AS secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) melemah tipis 0,02%. 

Greenback kini justru tertekan akibat perang dagang AS vs China. Beberapa waktu lalu, perang dagang adalah salah satu obat kuat bagi mata uang Negeri Paman Sam. Investor yang khawatir terhadap risiko perang dagang berpaling ke aset aman (safe haven) seperti dolar AS.

Akan tetapi sekarang tidak lagi. Penerapan bea masuk terhadap produk-produk China berpotensi untuk merepotkan AS sendiri.  

Sebab, industri dan konsumen AS masih membutuhkan barang-barang made in China baik itu bahan baku, barang modal, atau barang konsumsi. Saat dikenakan bea masuk, maka biaya importasi akan naik dan menjadi beban bagi dunia usaha dan masyarakat secara luas.  

Saat ini saja optimisme pelaku usaha di AS sudah berkurang karena memanasnya perang dagang dengan China. Angka Purchasing Managers Index di AS versi Markit pada Agustus berada di 54,7. Pelaku usaha masih optimistis karena nilainya di atas 50, tetapi pencapaian Agustus turun cukup jauh dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 55,7.   

Faktor ini menjadi pemberat langkah dolar AS. Diliputi persepsi suramnya prospek ekonomi AS, greenback dan aset-aset berbasis mata uang ini terimbas aksi jual. Akhirnya nilai tukar dolar AS melemah secara luas, termasuk di Asia. 


Namun, pelemahan Dollar Index yang berada dalam rentang tipis menyimpan kekuatan untuk bangkit. Pasalnya, dolar AS juga punya senjata untuk menguat. 

Hal yang bisa menjadi stimulus bagi dolar AS adalah rapat The Federal Reserve/The Fed yang semakin dekat yaitu 26 September. Apalagi dalam rapat ini kemungkinan besar akan terjadi kenaikan suku bunga acuan. 

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 25 basis poin pada rapat tersebut mencapai 94,4%. Agak turun dibandingkan sebelumnya yang sempat di kisaran 98-99%, tetapi masih sangat besar. Hampir pasti. 

Kenaikan suku bunga acuan akan membuat berinvestasi di dolar AS dan instrumen berbasis mata uang ini (terutama yang berpendapatan tetap) menjadi kian manis. Pelaku pasar tentu akan berkerumun di sekitar dolar AS saat terjadi kenaikan suku bunga, sehingga nilai mata uang ini naik atau semakin mahal. 

Selain itu, investor juga perlu mewaspadai imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang terus naik. Sejak akhir pekan lalu, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun naik 7,23 basis poin, cukup signifikan. 

Kenaikan yield obligasi dalam satu titik akan menjadi faktor bullish bagi dolar AS. Sebab, yield yang tinggi akan memancing investor untuk kembali mengoleksi obligasi pemerintah AS dengan harapan mendapat cuan yang lebih. Arus modal yang mengalir ke Negeri Paman Sam tentu akan membuat dolar AS kembali perkasa. 

Untuk saat ini, rupiah dan mata uang Asia bisa menikmati kedigdayaan di hadapan greenback. Meski begitu, kewaspadaan tetap harus dijaga karena dolar AS bisa bangkit kapan saja.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular