
Sampai Kapan Rupiah Akan Terus Melemah? Ini Jawaban BI
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
19 September 2018 13:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang tahun ini, nilai tukarĀ rupiah terombang-ambing di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Pada perdagangan kemarin, nilai tukar rupiah telah melemah 9,5% sepanjang tahun (year-to-date/ytd) di level Rp 14.855 per dolar AS.
Direktur Eksekutif Departemen Internasional BI Doddy Zulverdi menjawab sampai kapan pelemahan rupiah akan terus terjadi, dengan catatan pengaruh eksternal berupa penguatan dolar AS memang merupakan penyebab utama.
"Depresiasi adalah sesuatu yang akan terus terjadi sepanjang transaksi berjalan defisit, karena berarti kita selalu butuh dolar untuk biayai defisit itu," kata Doddy dalam sebuah diskusi mengenai rupiah di Gedung DPR, Rabu (19/9/2018).
"Kita akan selalu berada di posisi nett beli dolar daripada nett supply, kalau transaksi berjalan kita surplus, kita yang akan hasilkan dolar AS," sambungnya.
Maka dari itu, Doddy mengatakan BI bersama pemerintah terus berusaha agar bagaimana transaksi berjalan bisa bergerak ke arah positif. Misal, dalam jangka pendek dengan penghambatan impor yang tersambung dengan bagaimana mendorong pengembangan industri dalam negeri.
"Selama belum bisa perbaiki transaksi berjalan menjadi surplus, risiko (depresiasi) pasti ada. Tapi isunya, seberapa cepat depresiasi itu terjadi, kalau 3-4% sesuai angka inflasi itu normal. yang harus kita jangan sampai secepat Turki dan Argentina," papar Doddy.
Dalam kesempatan sama, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan hal senada, di mana kebutuhan akan dolar AS terus ada selama transaksi berjalan defisit. Maka dari itu, dibutuhkan komitmen pemerintah untuk mendorong investasi.
"Ini lagu lama, tapi memang kita harus dorong sektor manufaktur dan investasi pada sektor sekunder. Bagaimana menghilirisasi," ujarnya.
Salah satu hal yang dia nilai perlu dilakukan pemerintah adalah memberi insentif. Lalu, membatasi kontribusi e-commerce atau impor, yang juga berperan besar.
"E-commerce juga besar, karena banyak bahan jadi dari sana. Banyak e-commerce yang memberi free ongkos kirim seperti Alipay karena di sana semacam Pos Indonesia-nya diberi insentif berupa subsidi," tutur Josua.
(dru) Next Article Bos BI: Rupiah Ada Kecenderungan Menguat!
Direktur Eksekutif Departemen Internasional BI Doddy Zulverdi menjawab sampai kapan pelemahan rupiah akan terus terjadi, dengan catatan pengaruh eksternal berupa penguatan dolar AS memang merupakan penyebab utama.
"Depresiasi adalah sesuatu yang akan terus terjadi sepanjang transaksi berjalan defisit, karena berarti kita selalu butuh dolar untuk biayai defisit itu," kata Doddy dalam sebuah diskusi mengenai rupiah di Gedung DPR, Rabu (19/9/2018).
![]() |
Maka dari itu, Doddy mengatakan BI bersama pemerintah terus berusaha agar bagaimana transaksi berjalan bisa bergerak ke arah positif. Misal, dalam jangka pendek dengan penghambatan impor yang tersambung dengan bagaimana mendorong pengembangan industri dalam negeri.
"Selama belum bisa perbaiki transaksi berjalan menjadi surplus, risiko (depresiasi) pasti ada. Tapi isunya, seberapa cepat depresiasi itu terjadi, kalau 3-4% sesuai angka inflasi itu normal. yang harus kita jangan sampai secepat Turki dan Argentina," papar Doddy.
Dalam kesempatan sama, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan hal senada, di mana kebutuhan akan dolar AS terus ada selama transaksi berjalan defisit. Maka dari itu, dibutuhkan komitmen pemerintah untuk mendorong investasi.
"Ini lagu lama, tapi memang kita harus dorong sektor manufaktur dan investasi pada sektor sekunder. Bagaimana menghilirisasi," ujarnya.
Salah satu hal yang dia nilai perlu dilakukan pemerintah adalah memberi insentif. Lalu, membatasi kontribusi e-commerce atau impor, yang juga berperan besar.
"E-commerce juga besar, karena banyak bahan jadi dari sana. Banyak e-commerce yang memberi free ongkos kirim seperti Alipay karena di sana semacam Pos Indonesia-nya diberi insentif berupa subsidi," tutur Josua.
(dru) Next Article Bos BI: Rupiah Ada Kecenderungan Menguat!
Most Popular