Dolar AS Masih Labil, Rupiah Menguat di Kurs Acuan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 September 2018 10:37
Dolar AS Masih Labil, Rupiah Menguat di Kurs Acuan
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs acuan menguat tipis. Namun di pasar spot, rupiah masih melemah di hadapan greenback. 

Pada Rabu (19/9/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.896. Rupiah menguat tipis 0,08% dibandingkan perdagangan hari sebelumnya. 

Penguatan hari ini mampu memutus tren depresiasi rupiah di kurs acuan yang terjadi dalam 3 hari perdagangan. Sejak akhir pekan lalu, rupiah melemah masing-masing 0,28%, 0,16%, dan 0,33%. 



Sedangkan di pasar spot, nasib rupiah lebih apes. Pada pukul 10:24 WIB, US$ 1 diperdagangkan Rp 14.885 di mana rupiah melemah 0,34%.

Rupiah masih jadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia. Namun seperti halnya mata uang utama Asia, depresiasi rupiah mulai menipis. Saat ini, beberapa mata uang Benua Kuning sudah bisa menguat sehingga ada harapan bagi rupiah.


Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang Asia pada pukul 10:11 WIB: 

 

Dolar AS kembali ke zona merah. Pada pukul 10:14 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama) melemah 0,01%. 

Hari ini sepertinya dolar AS bergerak seperti kemarin, bolak-balik di antara zona merah dan hijau. Pasalnya, sentimen negatif dan positif sama-sama kuat menarik mata uang Negeri Paman Sam. 


Sentimen negatif bagi greenback adalah perang dagang AS vs China, yang biasanya malah menjadi jamu kini malah menjadi racun. Sebab bagaimanapun juga, AS masih membutuhkan produk impor dari China (terutama bahan baku dan barang modal) untuk menggerakkan industri dalam negeri mereka.

Bila impor bahan baku dan barang modal menjadi mahal karena kenaikan bea masuk, maka beban dunia usaha akan bertambah. Saat kenaikan biaya ini dibebankan ke konsumen, yang terjadi adalah kenaikan harga alias inflasi.  

Namun jika sulit dibebankan ke konsumen, maka dunia usaha akan menanggung kerugian. Apabila kerugian ini menumpuk, maka hasilnya adalah perlambatan industri, investasi, dan pertumbuhan ekonomi. 

Sedangkan sentimen positif bagi dolar AS adalah kebijakan moneter Negeri Paman Sam yang agresif. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas The Federal Reserve/The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin pada rapat 26 September sangat besar, mencapai 96,8%.  

Tidak berhenti di situ, The Fed juga kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin lagi pada Desember dengan probabilitas 82%. Sepanjang 2018, The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga empat kali, lebih banyak ketimbang perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali. 

Dolar AS akan dipengaruhi oleh dua sentimen kuat itu. Oleh karena itu, mata uang Asia (termasuk rupiah) masih punya peluang untuk menyalip dolar AS jika sentimen negatif ternyata lebih mendominasi.


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular