
Cadangan AS Naik, Harga Minyak Menguat Terbatas
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
19 September 2018 10:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman November 2018 tercatat tidak mengalami perubahan di level US$79,03/barel, sementara harga minyak light sweet kontrak Oktober 2018 naik 0,13% ke US$69,94/barel, pada hari ini Rabu (19/9/2018) hingga jam 09.55 WIB.
Penguatan harga minyak hari ini agak menipis, pasca kemarin mampu menguat signifikan. Pada penutupan perdagangan hari Selasa (18/9/2019), harga minyak light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) menguat 1,36%. Sementara brent yang menjadi acuan di Eropa naik 1,26% di periode yang sama.
Sentimen negatif bagi harga minyak datang dari meningkatnya cadangan minyak AS secara tidak terduga, serta kekhawatiran investor terhadap berkecamuknya perang dagang AS-China.
Kemarin, harga sang emas hitam mendapatkan energi dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang belum menyiapkan langkah untuk menambal kekurangan pasokan dari Iran dan Venezuela.
Iran sedang menjalani sanksi dari AS, dan membuat perusahaan-perusahaan (terutama asing) enggan berbisnis dengan Negeri Persia. Akibatnya produksi dan ekspor minyak Iran terus menurun.
Sedangkan Venezuela sedang mengalami krisis ekonomi-sosial-politik. Ditambah lagi ada sanksi dari AS. Seperti Iran, produksi dan ekspor minyak negara ini pun turun drastis.
Pada hari Minggu (23/9/2018) mendatang, menteri energi negara-negara OPEC dan produsen non-OPEC dijadwalkan akan bertemu untuk mendiskusikan kepatuhan terhadap pemangkasan produksi yang disepakati sejak tahun 2017.
Seorang sumber mengatakan belum ada rencana darurat untuk menambal pasokan Iran dan Venezuela. Sejumlah negara-negara produsen minyak itu juga dikabarkan masih akan mendiskusikan bagaimana pembagian porsi peningkatan produksi yang sebelumnya sempat disepakati.
Artinya, dalam jangka pendek-menengah, masih ada potensi pasokan minyak di pasar dunia akan seret. Ini tentu membuka peluang untuk kenaikan harga, dan sudah terjadi kemarin.
Akan tetapi, hari ini harga minyak tidak bisa menguat banyak-banyak. Pasalnya, cadangan minyak mentah AS yang dilaporkan naik 1,2 juta barel ke 397,1 juta barel dalam sepekan hingga tanggal 14 September 2018, seperti disampaikan oleh American Petroleum Institute (API). Capaian itu jauh mengungguli ekspektasi pasar yakni penurunan sebesar 2,7 juta barel.
Sementara itu, cadangan minyak distilat, termasuk diesel dan minyak pemanas, naik 1,5 juta barel, juga meningkat lebih kencang dibandingkan kenaikan 651.000 barel sesuai ekspektasi pasar. Adapun data resmi dari US Energy Information Administration (EIA) akan dirilis pada hari ini pukul 21.30 WIB.
Selain sentimen meningkatnya pasokan dari Negeri Paman Sam, investor juga masih dibuat ketar-ketir oleh babak baru perang dagang AS-China.
BACA: Perang Dagang Makin Panas, Harga Minyak Amblas
Kemarin pagi waktu Indonesia, Presiden AS Donald Trump mengumumkan Negeri Adidaya akan menerapkan bea masuk baru bagi importasi produk made in China senilai US$200 miliar per 24 September. Tarif yang dikenakan adalah 10%, tetapi akan naik menjadi 25% pada akhir tahun.
China kemudian memutuskan untuk membalas kebijakan AS dengan membebankan bea masuk 10% untuk importasi produk made in USA senilai US$60 miliar, juga berlaku mulai 24 September. Ada 5.207 produk AS yang masuk daftar kena bea masuk baru ini. Mulai dari gas alam cair (LNG), pesawat terbang, bubuk kakao, sampai sayuran beku.
"China terpaksa untuk merespons kebijakan AS yang proteksionistik. Kami tidak punya pilihan selain merespons dengan bea masuk," tegas pernyataan Kementerian Keuangan China, dikutip dari Reuters.
Dengan kenaikan tensi perang dagang, rencana perundingan dagang AS-China menjadi samar-samar. Pekan lalu, AS dan China sudah mengonfirmasi akan ada pertemuan membahas isu-isu perdagangan meski waktu dan tempatnya belum ditentukan. Namun kini China sedang meninjau kembali apakah mereka perlu mengirimkan delegasi pada pertemuan tersebut, menurut seorang sumber di lingkaran dalam pemerintahan, dikutip dari South China Morning Post.
Mengingat AS dan China adalah dua perekonomian terbesar di planet bumi, friksi di antara keduanya tentu akan mempengaruhi seluruh negara. Arus perdagangan global akan seret dan pertumbuhan ekonomi melambat.
Perlambatan arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi sama dengan penurunan permintaan energi. Potensi penurunan permintaan ini lantas menjadi beban tambahan bagi pergerakan harga minyak pagi ini.
(RHG/gus) Next Article Gara-gara Stok Minyak AS, Harga 'Emas Hitam' Galau
Penguatan harga minyak hari ini agak menipis, pasca kemarin mampu menguat signifikan. Pada penutupan perdagangan hari Selasa (18/9/2019), harga minyak light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) menguat 1,36%. Sementara brent yang menjadi acuan di Eropa naik 1,26% di periode yang sama.
Sentimen negatif bagi harga minyak datang dari meningkatnya cadangan minyak AS secara tidak terduga, serta kekhawatiran investor terhadap berkecamuknya perang dagang AS-China.
Kemarin, harga sang emas hitam mendapatkan energi dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang belum menyiapkan langkah untuk menambal kekurangan pasokan dari Iran dan Venezuela.
Iran sedang menjalani sanksi dari AS, dan membuat perusahaan-perusahaan (terutama asing) enggan berbisnis dengan Negeri Persia. Akibatnya produksi dan ekspor minyak Iran terus menurun.
Sedangkan Venezuela sedang mengalami krisis ekonomi-sosial-politik. Ditambah lagi ada sanksi dari AS. Seperti Iran, produksi dan ekspor minyak negara ini pun turun drastis.
Pada hari Minggu (23/9/2018) mendatang, menteri energi negara-negara OPEC dan produsen non-OPEC dijadwalkan akan bertemu untuk mendiskusikan kepatuhan terhadap pemangkasan produksi yang disepakati sejak tahun 2017.
Seorang sumber mengatakan belum ada rencana darurat untuk menambal pasokan Iran dan Venezuela. Sejumlah negara-negara produsen minyak itu juga dikabarkan masih akan mendiskusikan bagaimana pembagian porsi peningkatan produksi yang sebelumnya sempat disepakati.
Artinya, dalam jangka pendek-menengah, masih ada potensi pasokan minyak di pasar dunia akan seret. Ini tentu membuka peluang untuk kenaikan harga, dan sudah terjadi kemarin.
Akan tetapi, hari ini harga minyak tidak bisa menguat banyak-banyak. Pasalnya, cadangan minyak mentah AS yang dilaporkan naik 1,2 juta barel ke 397,1 juta barel dalam sepekan hingga tanggal 14 September 2018, seperti disampaikan oleh American Petroleum Institute (API). Capaian itu jauh mengungguli ekspektasi pasar yakni penurunan sebesar 2,7 juta barel.
Sementara itu, cadangan minyak distilat, termasuk diesel dan minyak pemanas, naik 1,5 juta barel, juga meningkat lebih kencang dibandingkan kenaikan 651.000 barel sesuai ekspektasi pasar. Adapun data resmi dari US Energy Information Administration (EIA) akan dirilis pada hari ini pukul 21.30 WIB.
Selain sentimen meningkatnya pasokan dari Negeri Paman Sam, investor juga masih dibuat ketar-ketir oleh babak baru perang dagang AS-China.
BACA: Perang Dagang Makin Panas, Harga Minyak Amblas
Kemarin pagi waktu Indonesia, Presiden AS Donald Trump mengumumkan Negeri Adidaya akan menerapkan bea masuk baru bagi importasi produk made in China senilai US$200 miliar per 24 September. Tarif yang dikenakan adalah 10%, tetapi akan naik menjadi 25% pada akhir tahun.
China kemudian memutuskan untuk membalas kebijakan AS dengan membebankan bea masuk 10% untuk importasi produk made in USA senilai US$60 miliar, juga berlaku mulai 24 September. Ada 5.207 produk AS yang masuk daftar kena bea masuk baru ini. Mulai dari gas alam cair (LNG), pesawat terbang, bubuk kakao, sampai sayuran beku.
"China terpaksa untuk merespons kebijakan AS yang proteksionistik. Kami tidak punya pilihan selain merespons dengan bea masuk," tegas pernyataan Kementerian Keuangan China, dikutip dari Reuters.
Dengan kenaikan tensi perang dagang, rencana perundingan dagang AS-China menjadi samar-samar. Pekan lalu, AS dan China sudah mengonfirmasi akan ada pertemuan membahas isu-isu perdagangan meski waktu dan tempatnya belum ditentukan. Namun kini China sedang meninjau kembali apakah mereka perlu mengirimkan delegasi pada pertemuan tersebut, menurut seorang sumber di lingkaran dalam pemerintahan, dikutip dari South China Morning Post.
Mengingat AS dan China adalah dua perekonomian terbesar di planet bumi, friksi di antara keduanya tentu akan mempengaruhi seluruh negara. Arus perdagangan global akan seret dan pertumbuhan ekonomi melambat.
Perlambatan arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi sama dengan penurunan permintaan energi. Potensi penurunan permintaan ini lantas menjadi beban tambahan bagi pergerakan harga minyak pagi ini.
(RHG/gus) Next Article Gara-gara Stok Minyak AS, Harga 'Emas Hitam' Galau
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular