
Pasar Obligasi Diprediksi Dibuka Menguat
Irvin Avriano A, CNBC Indonesia
18 September 2018 08:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Pagi ini pasar obligasi rupiah pemerintah diperkirakan akan dibuka menguat, didasari analisis teknikal.
"Pagi ini pasar obligasi diperkirakan akan dibuka bervariatif meskipun secara teknikal pasar obligasi seharusnya diperkirakan masih menguat," ujar Maximilianus Nico Demus, Associate Director PT Kiwoom Sekuritas Indonesia dalam risetnya hari ini (18/9/18).
Meskipun memprediksi pasar akan menguat, dia merekomendasikan pelaku pasar surat berharga negara (SBN) untuk menahan aksi jual maupun beli (hold) untuk berhati-hati di tengah gejolak pasar yang sedang sangat fluktuatif, terutama di tengah tren kenaikan tingkat suku bunga berbagai negara.
Dia menjelaskan kemarin pasar obligasi pada akhirnya lagi lagi berbalik arah menjadi pelemahan meskipun tidak banyak. Sentimen negatif pada akhirnya mendominasi pergerakan pasar, salah satunya karena keengganan China untuk berdiskusi terhadap Amerika terkait dengan perundingan dagang.
Hal ini membuat tensi perang dagang lanjutan menjadi meningkat, yang membuat situasi dan kondisi berbalik ke beberapa pekan lalu. Apabila sentimen luar lebih besar, lanjutnya, tentu hal ini akan mendorong pasar obligasi untuk terbawa tren pelemahan.
Dia menyatakan saat ini beberapa negara sepertinya sudah mulai akan mengadopsi pengetatan moneter. Setelah sebelumnya Rusia, bank sentral Thailand sepertinya juga akan mengikuti langkah yang sama pekan ini.
Dari dalam negeri, masih defisitnya neraca perdagangan yang baru diumumkan juga mendorong pasar modal melemah, meskipun defisit tersebut lebih rendah dari bulan sebelumnya.
Rupiah dan pasar saham langsung terdampak, ditambah oleh tekanan dari potensi penaikan suku bunga The Fed pekan depan.
Pasar obligasi pemerintah Zona Amerika dan Eropa didominasi oleh koreksi harga yang menimbulkan kenaikan imbal hasil. Koreksi juga mewarnai pasar obligasi pemerintah di Asia Pasifik. Korekso terbesar ada di Indonesia dan kenaikan terbesar terjadi di India.
Harga obligasi Indonesia tenor 10 tahun melemah dengan kenaikan tingkat imbal hasil (yield) menjadi 8,42% dibandingkan sebelumnya 8,41%. Rupiah ditutup melemah menjadi Rp 14.880 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.807.
Maximilianus mencatat total transaksi SBN meningkat namun total frekuensi turun dibandingkan hari sebelumnya di tengah memerahnya pasar fixed income kemarin. Total transaksi didominasi oleh obligasi berdurasi 1 tahun- 3tahun, diikuti dengan < 1tahun dan 3 tahun- 5tahun. Sisanya merata di semua tenor hingga 25 tahun.
Berikut beberapa hal yang dicatatkan Kiwoom Sekuritas pagi ini:
TIM RISET CNBC INDONESIA
(roy/roy) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
"Pagi ini pasar obligasi diperkirakan akan dibuka bervariatif meskipun secara teknikal pasar obligasi seharusnya diperkirakan masih menguat," ujar Maximilianus Nico Demus, Associate Director PT Kiwoom Sekuritas Indonesia dalam risetnya hari ini (18/9/18).
Meskipun memprediksi pasar akan menguat, dia merekomendasikan pelaku pasar surat berharga negara (SBN) untuk menahan aksi jual maupun beli (hold) untuk berhati-hati di tengah gejolak pasar yang sedang sangat fluktuatif, terutama di tengah tren kenaikan tingkat suku bunga berbagai negara.
Hal ini membuat tensi perang dagang lanjutan menjadi meningkat, yang membuat situasi dan kondisi berbalik ke beberapa pekan lalu. Apabila sentimen luar lebih besar, lanjutnya, tentu hal ini akan mendorong pasar obligasi untuk terbawa tren pelemahan.
Dia menyatakan saat ini beberapa negara sepertinya sudah mulai akan mengadopsi pengetatan moneter. Setelah sebelumnya Rusia, bank sentral Thailand sepertinya juga akan mengikuti langkah yang sama pekan ini.
Dari dalam negeri, masih defisitnya neraca perdagangan yang baru diumumkan juga mendorong pasar modal melemah, meskipun defisit tersebut lebih rendah dari bulan sebelumnya.
Rupiah dan pasar saham langsung terdampak, ditambah oleh tekanan dari potensi penaikan suku bunga The Fed pekan depan.
Pasar obligasi pemerintah Zona Amerika dan Eropa didominasi oleh koreksi harga yang menimbulkan kenaikan imbal hasil. Koreksi juga mewarnai pasar obligasi pemerintah di Asia Pasifik. Korekso terbesar ada di Indonesia dan kenaikan terbesar terjadi di India.
Harga obligasi Indonesia tenor 10 tahun melemah dengan kenaikan tingkat imbal hasil (yield) menjadi 8,42% dibandingkan sebelumnya 8,41%. Rupiah ditutup melemah menjadi Rp 14.880 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.807.
Maximilianus mencatat total transaksi SBN meningkat namun total frekuensi turun dibandingkan hari sebelumnya di tengah memerahnya pasar fixed income kemarin. Total transaksi didominasi oleh obligasi berdurasi 1 tahun- 3tahun, diikuti dengan < 1tahun dan 3 tahun- 5tahun. Sisanya merata di semua tenor hingga 25 tahun.
Berikut beberapa hal yang dicatatkan Kiwoom Sekuritas pagi ini:
- US Empire Manufacturing turun dari sebelumnya 25,6 menjadi 19.
- Euro CPI YoY tidak berubah di 2%. MoM naik dari sebelumnya -0,3% menjadi 0,2%. Core YoY tidak berubah di 1%.
- Ekspor Indonesia YoY turun dari sebelumnya 19,68% menjadi 4,15%. Impor YoY turun dari sebelumnya 31,77% menjadi 24,65%.
- Neraca perdagangan Indonesia naik dari sebelumnya -US$ 2.007 juta menjadi -US$ 1.021 juta.
- Bank Sentral Thailand melihat akan melakukan normalisasi kebijakan monternya dan berpotensi untuk menaikkan tingkat suku bunganya sebesar 25 bps menjadi 1,75% dalam pekan ini.
- Utang Pemerintah naik 4,1% YoY menjadi US$177,4 miliar yang berasal dari pinjaman multilateral, dan pembelian obligasi. Struktur utang luar negeri juga didominasi oleh utang jangka panjang dengan 86,4% dari total.
- Pemerintah akan melelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/Sukuk Negara) hhari imi (18/9/18). Pemerintah memiliki target indikatif Rp 4 triliun dengan melelang seri SPN-S 05032019, PBS016, PBS002, PBS017, PBS012, dan PBS015. (DJPPR)
- Pada hari ini, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Dirjen PPR) melaksanakan Penetapan Hasil Penjualan Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR004. Total volume pemesanan pembelian SBR004 yang telah ditetapkan Rp7,3 triliun. (DJPPR)
TIM RISET CNBC INDONESIA
(roy/roy) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Most Popular