Babak Baru Perang Dagang Lesatkan Dolar AS ke Rp 14.900
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 September 2018 08:38

Dolar AS sedang di jalur pendakian. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama) menguat 0,1% pada pukul 08:17 WIB. Dini hari tadi, indeks ini sempat melemah hingga ke kisaran 0,4%.
Pelemahan dolar AS tadi pagi terjadi seiring penantian investor terhadap kepastian pengenaan bea masuk baru oleh Presiden AS Donald Trump kepada produk-produk China. Investor wait and see, melihat situasi dan kondisi sebelum menentukan posisi.
Sekarang semuanya sudah jelas. Trump telah mengumumkan pengenaan bea masuk 10% terhadap impor produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Namun ada beberapa produk yang sempat dikabarkan masuk daftar ternyata tidak ada seperti jam tangan Apple, helm sepeda, dan kursi bayi.
Tidak berhenti sampai di situ, Trump juga mengancam akan mengenakan bea masuk lagi dengan nilai yang lebih besar. "Kami akan segera memasuki tahap ketiga, yaitu bea masuk untuk importasi senilai US$ 267 miliar," tegasnya, dikutip dari Reuters.
Kebijakan bea masuk 10% mulai berlaku pada 24 September. Pada akhir 2018, tarifnya akan naik menjadi 25%.
"Kami sudah memberi tahu keinginan kami kepada China dengan sangat jelas, dan kami telah memberi kesempatan kepada China untuk memperlakukan kami dengan lebih adil. Namun sejauh ini, China belum mau mengubah perilakunya," lanjut Trump.
Meski terus mengompori situasi, Washington tetap membuka diri untuk berdialog dengan Beijing. Seorang pejabat senior di Gedung Putih mengungkapkan, AS akan tetap mengajak China untuk berunding.
"Ini (kebijakan bea masuk) bukan upaya untuk menekan China, melainkan langkah agar China bisa bekerja sama. Inilah saatnya Anda melihat kembali praktik perdagangan yang tidak adil dan merusak seluruh tatanan perdagangan dunia," ucap sang pejabat, mengutip Reuters.
Namun yang jelas, AS sudah kembali menembakkan 'peluru' perang dagang. China belum memberikan respons, tetapi kemungkinan besar akan ada tembakan balasan.
"Jika AS meluncurkan bea masuk baru, China akan mengambil tindakan balasan untuk memastikan hak dan kepentingan kami yang sah," kata Geng Shuang, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, dilansir dari AFP, kemarin.
Sebelumnya, dikutip dari Reuters, China juga mempertimbangkan untuk menolak berunding dengan AS jika situasinya masih seperti ini. Seorang pejabat senior di pemerintahan menyatakan, Beijing tidak akan bernegosiasi dengan todongan pistol di kepala.
Tindakan balasan China bukan hanya mengenakan bea masuk bagi produk-produk AS. Lou Jiwei, Ketua Dewan Nasional Jaminan Sosial China yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan, mengungkapkan Negeri Tirai Bambu bisa menghambat ekspor bahan baku dan barang modal yang dibutuhkan industri manufaktur AS.
Dengan begitu, rantai pasok (supply chain) di AS bisa terganggu. Jika diterapkan, maka ini adalah senjata terbaru dalam perang dagang AS-China yang dampaknya mungkin lebih signifikan karena langsung memukul industri dan konsumen.
Babak baru perang dagang AS vs China sudah dimulai, dan investor sudah menentukan posisinya yaitu bermain aman. Dolar AS dan yen Jepang dipilih menjadi benteng karena dinilai sebagai aset yang aman (safe haven).
Akibatnya, aliran modal ke negara-negara berkembang cenderung seret sehingga mata uang Asia kekurangan 'oksigen'. Rupiah adalah salah satunya, yang membuat dolar AS kembali perkasa dan menembus level Rp 14.900.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pelemahan dolar AS tadi pagi terjadi seiring penantian investor terhadap kepastian pengenaan bea masuk baru oleh Presiden AS Donald Trump kepada produk-produk China. Investor wait and see, melihat situasi dan kondisi sebelum menentukan posisi.
Sekarang semuanya sudah jelas. Trump telah mengumumkan pengenaan bea masuk 10% terhadap impor produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Namun ada beberapa produk yang sempat dikabarkan masuk daftar ternyata tidak ada seperti jam tangan Apple, helm sepeda, dan kursi bayi.
Tidak berhenti sampai di situ, Trump juga mengancam akan mengenakan bea masuk lagi dengan nilai yang lebih besar. "Kami akan segera memasuki tahap ketiga, yaitu bea masuk untuk importasi senilai US$ 267 miliar," tegasnya, dikutip dari Reuters.
Kebijakan bea masuk 10% mulai berlaku pada 24 September. Pada akhir 2018, tarifnya akan naik menjadi 25%.
"Kami sudah memberi tahu keinginan kami kepada China dengan sangat jelas, dan kami telah memberi kesempatan kepada China untuk memperlakukan kami dengan lebih adil. Namun sejauh ini, China belum mau mengubah perilakunya," lanjut Trump.
Meski terus mengompori situasi, Washington tetap membuka diri untuk berdialog dengan Beijing. Seorang pejabat senior di Gedung Putih mengungkapkan, AS akan tetap mengajak China untuk berunding.
"Ini (kebijakan bea masuk) bukan upaya untuk menekan China, melainkan langkah agar China bisa bekerja sama. Inilah saatnya Anda melihat kembali praktik perdagangan yang tidak adil dan merusak seluruh tatanan perdagangan dunia," ucap sang pejabat, mengutip Reuters.
Namun yang jelas, AS sudah kembali menembakkan 'peluru' perang dagang. China belum memberikan respons, tetapi kemungkinan besar akan ada tembakan balasan.
"Jika AS meluncurkan bea masuk baru, China akan mengambil tindakan balasan untuk memastikan hak dan kepentingan kami yang sah," kata Geng Shuang, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, dilansir dari AFP, kemarin.
Sebelumnya, dikutip dari Reuters, China juga mempertimbangkan untuk menolak berunding dengan AS jika situasinya masih seperti ini. Seorang pejabat senior di pemerintahan menyatakan, Beijing tidak akan bernegosiasi dengan todongan pistol di kepala.
Tindakan balasan China bukan hanya mengenakan bea masuk bagi produk-produk AS. Lou Jiwei, Ketua Dewan Nasional Jaminan Sosial China yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan, mengungkapkan Negeri Tirai Bambu bisa menghambat ekspor bahan baku dan barang modal yang dibutuhkan industri manufaktur AS.
Dengan begitu, rantai pasok (supply chain) di AS bisa terganggu. Jika diterapkan, maka ini adalah senjata terbaru dalam perang dagang AS-China yang dampaknya mungkin lebih signifikan karena langsung memukul industri dan konsumen.
Babak baru perang dagang AS vs China sudah dimulai, dan investor sudah menentukan posisinya yaitu bermain aman. Dolar AS dan yen Jepang dipilih menjadi benteng karena dinilai sebagai aset yang aman (safe haven).
Akibatnya, aliran modal ke negara-negara berkembang cenderung seret sehingga mata uang Asia kekurangan 'oksigen'. Rupiah adalah salah satunya, yang membuat dolar AS kembali perkasa dan menembus level Rp 14.900.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular