
Investor Selesai Lepas Kangen ke Dolar AS, Rupiah Kuat Lagi
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 September 2018 12:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mampu menguat sampai tengah hari ini. Perjalanan rupiah tidak mulus karena sempat bergerak bak roller coaster.
Pada Jumat (14/9/2018) pukul 12:03 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.825 di pasar spot. Rupiah menguat tipis 0,07% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah menguat lumayan signifikan yaitu 0,37%. Selepas pembukaan, apresiasi rupiah terus tergerus dan bahkan sempat merasakan dinginnya teritori negatif.
Akan tetapi, rupiah mampu berbalik arah dengan cepat dan bertahan di zona hijau, setidaknya sampai saat ini. Dinamisnya pergerakan rupiah membuatnya harus terus dimonitor.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga tengah hari ini:
Tidak hanya terhadap rupiah, dolar AS juga mundur teratur di hadapan berbagai mata uang utama Asia. Apresiasi paling tajam dialami oleh rupee India, disusul oleh baht Thailand dan dan ringgit Malaysia. Sedangkan mata uang yang melemah hanya tersisa yuan China, dolar Singapura, dan dolar Taiwan.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 12:11 WIB:
Dolar AS yang sempat bangkit kini tersungkur kembali. Dollar Index, yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama, melemah 0,03%.
Tadi pagi, indeks ini sempat mencicipi zona hijau meski sangat temporer. Investor sempat beberapa saat melepas rindu terhadap dolar AS sehingga mata uang ini menguat. Namun momentum itu ternyata tidak lama, karena sentimen negatif yang melanda dolar AS lebih dominan.
Tekanan terhadap dolar AS berasal dari luar-dalam. Dari sisi eksternal, investor hanyut dalam kegembiraan karena AS-China sudah siap menggelar pertemuan membahas isu-isu perdagangan.
Reuters memberitakan, mengutip dua orang sumber di lingkaran pemerintahan AS, Mnuchin telah mengirimkan undangan ke sejumlah pejabat tinggi China termasuk Wakil Perdana Menteri Liu He. Pertemuan akan digelar dalam beberapa pekan ke depan, di lokasi yang masih akan dibahas.
Aura damai dagang AS-China yang semakin nyata membuat investor tidak lagi bermain aman. Kini, pelaku pasar sudah berani mengoleksi aset-aset berisiko di negara berkembang karena ada kemungkinan salah satu risiko besar yaitu perang dagang AS-China bisa diselesaikan. Dolar AS selaku salah satu aset aman (safe haven) tertekan karena aksi jual.
Sedangkan dari dalam negeri, dolar AS terbeban oleh rilis data inflasi. Kementerian Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi laju inflasi sebesar 0,2% secara bulanan (month-to-month/MtM) pada Agustus. Lebih lambat dari konsensus Reuters yaitu 0,3%.
Secara tahunan (year-on-year/YoY), inflasi tercatat sebesar 2,7% di bulan lalu. Pencapaian ini melambat dibandingkan Juli yang sebesar 2,9%.
Inflasi inti (mengeluarkan komponen makanan bergejolak dan energi) tercatat 0,1% MtM, juga lebih lambat dari ekspektasi pasar sebesar 0,2%. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, inflasi inti adalah 2,2% YoY, melambat dari bulan sebelumnya yaitu 2,4%.
Perkembangan ini memunculkan persepsi bahwa pemulihan ekonomi AS belum secepat yang diperkirakan. Laju kenaikan harga ternyata masih terhambat, belum terakselerasi secara konsisten.
Ada kemungkinan, walau sangat tipis, The Federal Reserve/The Fed berpikir ulang untuk menerapkan kebijakan moneter ekstra ketat. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan pada rapat The Fed bulan ini memang masih sangat tinggi yaitu 97,4%. Namun sebenarnya angka ini menipis, karena beberapa waktu lalu sempat mencapai kisaran 98-99%.
Dibayangi penurunan potensi kenaikan suku bunga acuan, dolar AS kehilangan kekuatan untuk melanjutkan penguatan. Akibatnya, dolar AS pun tertekan.
Rupiah dan mata uang Asia lainnya mampu memanfaatkan situasi ini dengan mencatat penguatan. Semoga apresiasi rupiah bisa bertahan hingga penutupan pasar dan menjadi kado akhir pekan yang manis.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Pada Jumat (14/9/2018) pukul 12:03 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.825 di pasar spot. Rupiah menguat tipis 0,07% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah menguat lumayan signifikan yaitu 0,37%. Selepas pembukaan, apresiasi rupiah terus tergerus dan bahkan sempat merasakan dinginnya teritori negatif.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga tengah hari ini:
Tidak hanya terhadap rupiah, dolar AS juga mundur teratur di hadapan berbagai mata uang utama Asia. Apresiasi paling tajam dialami oleh rupee India, disusul oleh baht Thailand dan dan ringgit Malaysia. Sedangkan mata uang yang melemah hanya tersisa yuan China, dolar Singapura, dan dolar Taiwan.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 12:11 WIB:
Dolar AS yang sempat bangkit kini tersungkur kembali. Dollar Index, yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama, melemah 0,03%.
Tadi pagi, indeks ini sempat mencicipi zona hijau meski sangat temporer. Investor sempat beberapa saat melepas rindu terhadap dolar AS sehingga mata uang ini menguat. Namun momentum itu ternyata tidak lama, karena sentimen negatif yang melanda dolar AS lebih dominan.
Tekanan terhadap dolar AS berasal dari luar-dalam. Dari sisi eksternal, investor hanyut dalam kegembiraan karena AS-China sudah siap menggelar pertemuan membahas isu-isu perdagangan.
Reuters memberitakan, mengutip dua orang sumber di lingkaran pemerintahan AS, Mnuchin telah mengirimkan undangan ke sejumlah pejabat tinggi China termasuk Wakil Perdana Menteri Liu He. Pertemuan akan digelar dalam beberapa pekan ke depan, di lokasi yang masih akan dibahas.
Aura damai dagang AS-China yang semakin nyata membuat investor tidak lagi bermain aman. Kini, pelaku pasar sudah berani mengoleksi aset-aset berisiko di negara berkembang karena ada kemungkinan salah satu risiko besar yaitu perang dagang AS-China bisa diselesaikan. Dolar AS selaku salah satu aset aman (safe haven) tertekan karena aksi jual.
Sedangkan dari dalam negeri, dolar AS terbeban oleh rilis data inflasi. Kementerian Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi laju inflasi sebesar 0,2% secara bulanan (month-to-month/MtM) pada Agustus. Lebih lambat dari konsensus Reuters yaitu 0,3%.
Secara tahunan (year-on-year/YoY), inflasi tercatat sebesar 2,7% di bulan lalu. Pencapaian ini melambat dibandingkan Juli yang sebesar 2,9%.
Inflasi inti (mengeluarkan komponen makanan bergejolak dan energi) tercatat 0,1% MtM, juga lebih lambat dari ekspektasi pasar sebesar 0,2%. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, inflasi inti adalah 2,2% YoY, melambat dari bulan sebelumnya yaitu 2,4%.
Perkembangan ini memunculkan persepsi bahwa pemulihan ekonomi AS belum secepat yang diperkirakan. Laju kenaikan harga ternyata masih terhambat, belum terakselerasi secara konsisten.
Ada kemungkinan, walau sangat tipis, The Federal Reserve/The Fed berpikir ulang untuk menerapkan kebijakan moneter ekstra ketat. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan pada rapat The Fed bulan ini memang masih sangat tinggi yaitu 97,4%. Namun sebenarnya angka ini menipis, karena beberapa waktu lalu sempat mencapai kisaran 98-99%.
Dibayangi penurunan potensi kenaikan suku bunga acuan, dolar AS kehilangan kekuatan untuk melanjutkan penguatan. Akibatnya, dolar AS pun tertekan.
Rupiah dan mata uang Asia lainnya mampu memanfaatkan situasi ini dengan mencatat penguatan. Semoga apresiasi rupiah bisa bertahan hingga penutupan pasar dan menjadi kado akhir pekan yang manis.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Most Popular